SOROT 156

Jobs, Sang Pemadu Teknologi dan Seni

steve jobs perkenalkan sistem operasi macOS X
Sumber :
  • REUTERS/Lou Dematteis

VIVAnews – Steven Paul Jobs menyimak Burell Smith yang asyik mempresentasikan kecanggihan prototipe Macintosh generasi awal. Pendiri dan pemimpin Apple Incorporation itu mengangguk-angguk, sementara matanya menelusur setiap detail cetak biru papan komputer tablet itu. Pandangannya leluasa, karena prototipe sengaja dibuat empat kali lipat lebih besar dari ukuran asli.

"Benar-benar cantik, tapi lihat bagian chip memori. Sangat jelek. Garisnya terlalu berdekatan satu sama lain," kata pria yang akrab disapa Steve Jobs, di tengah rapat mingguan Apple, medio Juni 1981.

Di rapat itu, hadir sejumlah pengembang andalan Macintosh, seperti Andy Hertzfeld, Brian Howard, Dan Kottke, George Crow, dan Collette Askeland.
George Crow mencibir kritik Jobs. “Siapa peduli dengan bentuk papan komputer? Satu-satunya yang penting adalah seberapa baik kerja perangkat itu? Tidak ada yang  akan melihat detail papan komputer," kata pakar analog yang baru bergabung di perusahaan itu.

Dengan nada tinggi, Jobs menyergah, "Aku yang akan melihatnya! Aku ingin perangkat yang seindah mungkin, bahkan jika itu tersembunyi di dalam boks. Seorang tukang kayu hebat tidak akan menggunakan kayu yang buruk untuk bagian belakang lemari, meski tidak ada yang akan melihatnya."

Di tengah perdebatan yang kian sengit, Smith menengahi. "Yah, chip bagian yang sulit ditata. Jika kita mengubah tata letaknya, chip memori itu mungkin tidak akan berfungsi dengan baik."

Steve tak luluh. Dia justru semakin geram karena timnya tak mampu menangkap inti pesannya."OK, aku kasih tahu kalian. Mari kita coba menatanya kembali untuk membuat papan menjadi lebih cantik. Dan jika tidak berhasil juga, kita akan mengubahnya lagi."

Tim terpaksa menuruti kemauan Steve mengatur ulang tata letak chip memori. Prediksi Smith terbukti. Dengan tata letak sesuai keinginan Steve, chip itu tak berfungsi optimal. Tim akhirnya menyusun ulang papan prototipe itu.

Suara Golkar di Pemilu 2024 Naik Signifikan, Airlangga: Hitungan Kami Dapat 102 Kursi

Demi kesempurnaan desain dan teknologi, Jobs memiliki kuasa mutlak untuk meminta timnya menyusun ulang, walau biaya investasi harus membengkak. 

Obsesi keindahan

Steve Jobs adalah orang yang sangat peduli—bahkan nyaris obsesif--dengan keindahan karyanya. Dibantu tim desain pilihannya, dia yang membuat keputusan final untuk semua desain produk Apple--mulai dari bentuk monitor, keyboard, headset, mouse, bahkan sampai kardus kemasan.

Semua itu bisa Anda lihat pada kecantikan iMac, iPod, iPhone, maupun iPad.
Di Apple, Jobs merupakan arbiter tertinggi. Dalam setahun, dia pernah menolak dua prototipe iPhone karena gagal memenuhi standar kesempurnaannya.

Viral Anak Selebgram Malang Dianiaya Pengasuhnya, Polisi Langsung Tangkap Pelaku

Setelah habis-habisan menekan timnya untuk menyempurnakan prototipe ketiga di tahun yang sama, iPhone akhirnya diluncurkan Juni 2007.
Jobs mengatakan bahwa keputusan desainnya terbentuk melalui pemahaman teknologi dan budaya populer. Adapun yang memandunya adalah pengetahuan dan intuisi. Saat ditanya, apakah dia melakukan riset pasar terlebih dahulu sebelum meluncurkan iPad, ia menjawab, "Tidak. Bukan tugas konsumen mengetahui apa yang mereka inginkan."

Yang membedakan Steve Jobs dengan inovator lain adalah cita rasa seni yang mendarah daging di tubuhnya. Dalam sebuah tayangan dokumenter PBS berjudul “Triumph of The Nerds”, ia menyindir rivalnya, "Satu-satunya masalah Microsoft hanyalah tidak punya cita rasa seni. Mereka benar-benar tidak punya selera seni."

Dalam wawancara di Nerd TV, Andy Hertzfeld, salah seorang pengembang Machintosh generasi awal, mengatakan Jobs merasa tidak enak hati atas sindirannya itu. Sesaat setelah tayangan itu mengudara, Jobs segera menelepon Bill Gates, pemilik Microsoft. "Bill, aku minta maaf. Aku melihat tayangan itu dan aku berkata Anda tak punya selera seni. Tak seharusnya aku mengatakan itu di depan publik. Mungkin Anda memang tak punya selera seni, tapi tak seharusnya aku mengatakannya," kata Hertzfeld meniru penyesalan Jobs.

Gates membalasnya dengan berkata, "Aku senang Anda minta maaf, Steve, karena memang tidak sopan mengatakan itu di depan publik. Steve, aku mungkin memang tidak punya selera seni, tapi bukan berarti seluruh perusahaanku tidak memiliki jiwa seni."
Teknologi plus seni

Keberhasilan Jobs memadukan teknologi dan seni tak lepas dari pengalamannya sejak kecil. Ia mulai terpikat dunia elektronik saat keluarga mengajaknya pindah ke Los Altos. Di kota ini banyak insinyur dan perusahaan-perusahaan elektronik yang baru berkembang.

Untuk memperdalam pengetahuannya, dia belajar elektronika di Homestead High. Di sekolah menengah atas ini, ia bertemu Bill Fernandez, sesama penggemar elektronik. Bill kemudian memperkenalkannya kepada Steve Wozniak, pemuda  yang berusia lima tahun lebih tua darinya dan sangat jenius soal elektronika.

Sejarah mencatat, Woz—begitu Wozniak dipanggil--adalah pria yang turut mendirikan Apple bersama Jobs pada 1 April 1976.
Selepas SMA, Steve Jobs melanjutkan kuliah di Reed College, Portland, Oregon. Pilihan ini sempat membuat orangtuanya menguras tabungan, karena sekolah itu jauh dari rumah dan merupakan salah satu sekolah termahal di seantero negeri.

Nyatanya, dia hanya betah kuliah satu semester. Alih-alih serius memperdalam fisika dan sastra Inggris, yang merupakan jurusan yang ia pilih, dia malah mempelajari mistik dan kebudayaan Timur.
Setelah drop out, Steve Jobs masih berkeliaran di kampus hingga 18 bulan. Berhenti mengambil kelas wajib, dia hanya mengikuti perkuliahan yang dia suka.

"Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf Serif dan Sans Serif, membuat variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan.”

Kala itu, Reed College mungkin merupakan tempat kursus terbaik untuk mendalami kaligrafi di Amerika Serikat. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indah. Jobs terpikat.

Pengalamannya mengikuti kelas kaligrafi itu belakangan menjadi salah satu dari tiga pilar hidupnya. Sekitar 10 tahun setelah mengikuti kelas itu, Jobs menciptakan Mac dengan pilihan font yang beragam. Komputer generasi sebelumnya hanya menampilkan satu jenis font yang menurutnya kaku dan membosankan.

Font kreasinya yang kemudian jadi populer antara lain adalah Times New Roman dan Helvetica. Ada juga font yang ia namai berdasar kota favoritnya, Chicago dan Toronto. Font favoritnya adalah Venesia dan Los Angeles, yang tampak seperti tulisan tangan. Ia ingin semua font komputer tampak berbeda dan seindah kaligrafi.

“Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik,” ujarnya. "Seandainya saya tidak drop out dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf dengan beragam bentuk dan proporsi. Dan, tidak akan ada PC yang memiliki tipografi indah, karena Windows juga menjiplak Mac."

Michael Hawley, seorang pianis dan ilmuwan komputer asal Amerika Serikat, menyebut sosok Jobs ibarat konduktor orkestra yang luar biasa berbakat dan cemerlang--sosok yang bisa memadukan teknologi dan seni secara sempurna.

Senada dengan Hawley, Profesor David B. Yoffie dari Harvard Business School mengatakan bahwa Jobs adalah inventor yang memiliki kombinasi sifat yang unik--kreatif, visioner, sekaligus kepemimpinan yang kuat. “Akan menjadi tantangan besar bagi Apple sepeninggal dia karena tak ada yang bisa menggantikannya.” (kd)

Gunung Marapi Kembali Erupsi, Terjadi Hujan Abu Vulkanik dan Ganggu Penerbangan
Anak selebgram Aghnia Punjabi dianiaya

Anak Selebgram Aghnia Punjabi Diduga Dianiaya Pengasuh, Badan Diduduki hingga Kepala Dibanting

Anak selebgram Aghnia Punjabi diduga dianiaya pengasuh. Wajah anaknya babak belur. Mata kiri lebam, bekas luka di daun telinga, dan bibir juga terluka.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024