SOROT 157

Mimpi Jembatan Selat Malaka

Jembatan Selat Malaka
Sumber :
  • Strait of Malacca Partners Sdn. Bhd.

VIVAnews – Dari daratan Dumai, Riau, pulau itu tampak mengapung seperti segugus gerumbul hijau. Tak begitu jauh, hanya dua puluh menit dengan kapal feri, pulau itu terjangkau sudah. Inilah Rupat, pulau terluar Indonesia, yang menghadap Selat Malaka.

Jangan menyesal bila tiba di sana tatkala hujan turun deras. Tak semua jalan diaspal. Kendaraan akan disergap jalanan berlumpur, dan bahkan kubangan. Seperti menegaskan nasib banyak pulau terluar di republik ini, infrastruktur di Rupat boleh dibilang payah.

Pulau itu berada di wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis, salah satu daerah kaya dengan APBD sekitar Rp 3,1 triliun pada 2011. Tapi di Rupat, duit itu seperti tak deras mengalir. Sejumlah pojok pulau malah terisolir.

Dari Dumai, titik terdekat ke Rupat Selatan, memang hanya perlu ditempuh kurang setengah jam saja memakai feri roll-on roll-off (roro). Dari Rupat Selatan ke Rupat Utara butuh waktu tiga jam pakai sepeda motor. Tentu, itu kalau hujan tak turun. Soalnya, tak semua jalur darat dari utara ke selatan jalannya beraspal.

Dengan empat pelabuhan kecil--satu di Rupat Selatan, sisanya pelabuhan rakyat di utara, pulau itu terhubung dengan Bengkalis atau Dumai. Tak ada fasilitas bongkar muat kapal di pulau itu. Pelabuhan internasional hanya di Kota Dumai. "Pelabuhan di Rupat Utara hanya pelabuhan rakyat antarpulau saja," ujar Camat Rupat, Agus Syofian kepada VIVAnews.com, Jumat 11 Oktober 2011.

6 Makanan yang Sebaiknya Dihindari saat Menikmati Secangkir Kopi

Begitulah. Tapi Rupat yang nyaris tak pernah dihitung itu kini mendadak tenar. Ada kabar dari Malaysia, satu jembatan spektakuler akan mengangkangi Selat Malaka. Dari Telok Gong, Malaka, Malaysia, jembatan itu ditarik sampai ke Pulau Rupat. Selat Malaka yang padat dilalui kapal-kapal dagang itu mengalir di bawahnya. Tak hanya itu, dari Rupat ke Dumai pun akan dibangun pula jembatan.

Tentu, semua bersorak gembira. Mimpi jembatan megah itu pun dimulai.

Hanya sekadar survei?

“Ini adalah hal penting,” ujar Gubernur Riau HM Rusli Zainal menanggapi ide negeri jiran membangun jembatan itu. Baginya, bila proyek ini berjalan, Riau akan menjadi pintu masuk Malaysia.  Rusli sadar, bila akses infrastruktur selama ini menjadi kendala pertumbuhan ekonomi. Tanpa infrastruktur yang baik, pertumbuhan ekonomi tak bakal tercapai.

Camat Rupat Utara Agus Sofyan mengatakan, kalau akses dibuka, seperti jembatan Selat Malaka, tentu bisa mendongkrak pembangunan dan ekonomi 4 ribu warga di Pulau Rupat Utara.  “Permasalahan utama itu adalah akses," ujar Agus.

Lihat saja, ketika akses Rupat Utara ke Rupat Selatan dan Dumai sudah mulai membaik, warga tak lagi belanja ke Malaysia. Semua kebutuhan dipasok dari Dumai. Harga bisa lebih murah. Jadi infrastruktur jalan sangat mereka butuhkan. Termasuk listrik, dan air bersih.

Tapi sebagian warga malah tak begitu gembira. Razak, warga Rupat, mengatakan ide itu hanya janji kosong saja, sama seperti janji pemerintah untuk membangun Rupat. "Mereka sering survei, namun eksyen (aksi) tak ada," kata Razak.

Di Dumai, juga sama. Ruslan, warga Dumai, mengatakan kabar itu sudah tersiar lama sejak 1997. Tapi begitulah. Antara rencana dan tindakan tak seiring. "Kalau jalan, kami dukung saja," katanya kepada VIVAnews.com.

Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Investasi Kota Dumai Djamalus, tak mau berkomentar. Ia mengakui ekspor Dumai ke Johor akan meningkat bila jembatan itu berdiri.  "Tapi kalau soal jembatan, saya tidak mau mengomentari," kata Djamalus.

Begitu pula Kepala Badan Promosi dan Investasi (BPI) Provinsi Riau, Faisal Qomar Karim. Dia mengatakan, nilai investasi Indonesia, termasuk Riau akan bertambah dengan adanya Jembatan Selat Malaka.  Dengan jembatan itu, investor Malaysia juga mudah masuk ke Riau. Transaksi perdagangan juga semakin efisien. Biaya transportasi jadi lebih murah. Barang tak lagi berpindah dari kapal ke darat. "Khusus jarak pendek, seperti dari Riau ke Malaysia, biaya tranportasi kapal-kapal besar lebih mahal ketimbang jalur darat," ujar Faisal.

Proyek mahal

Tentu saja, jembatan itu akan menjadi proyek ambisius bagi Malaysia, dan juga Pemerintah Provinsi Riau. Calon investor yang punya hajatan ini, adalah Strait of Malacca Partners Sdn Bhd.  Mereka yakin, proyek ini penting bagi Malaysia, yang akan menjadi negara maju pada 2020. Semnetara, Indonesia pada 2025. "Jembatan ini akan menjadi landasan negara Asia Tenggara yang beragam dan secara cepat menjadi pusat kekuatan regional," begitu bunyi proposal Strait of Malacca Partners Sdn. Bhd.

Jembatan itu akan menyeberangi laut selebar 48 km, dari Teluk Gong ke Rupat. Dia tak sekedar jembatan biasa, tapi sekaligus juga tempat wisata.  Desainnya dibuat agar orang dapat menikmati dua sudut pandang berbeda. Bisa melihat laut, pulau, dan garis pantai yang indah. Itu sebabnya, dibutuhkan infrastruktur memadai, termasuk di Pulau Rupat.

Ini jelas bukan proyek ecek-ecek. Jembatan sepanjang 127,93 kilometer itu bakal menelan US$12,75 miliar, atau sekitar Rp114 triliun dengan kurs Rp8.930 per dolar AS.  Dana ini menjadi besar, karena tak hanya membangun jembatan yang menghubungkan Malaka dengan Pulau Rupat, tapi juga jalan di sepanjang Rupat Utara ke Rupat Selatan, dan lalu menembus Dumai, di Pulau Sumatera.

Jembatan utama panjangnya 48 km, biayanya sekitar US$11 miliar (Rp98 triliun). Sedangkan sisanya US$1,75 miliar (Rp15,6 triliun) untuk infrastruktur di Pulau Rupat sepanjang 71,2 km, dan jembatan sekunder sepanjang 8 km.

Proyek ini juga panjang, makan waktu 10 tahun. Studi kelayakan, dan pembuatan desain saja butuh empat tahun, sedangkan masa konstruksinya enam tahun. Kalau dimulai tahun ini, jembatan itu baru kelar pada 2021. Ditambah pengerjaan akhir dan lain-lain, operasi jembatan ini sudah bisa dilaksanakan pada 2023 atau 2025. Bila ditunda, nilai proyeknya lebih bengkak lagi karena inflasi.

Setelah kelar, proyek ini nantinya akan dioperasikan sebagai jalan berbayar alias jalan tol. Perusahaan memperkirakan, pendapatan tol mencapai US$182 juta (Rp1,6 triliun) pada 2025, dan US$776 juta (Rp6,9 triliun) pada 2075. Jembatan ini akan terus beroperasi hingga umur 120 tahun.

Wakil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Syed Mohd. Hasrin Teungku Hussin mengatakan, proyek ini sudah matang dikaji. Tinggal menunggu persetujuan Indonesia. "Betul kami mengusulkan," kata dia kepada VIVAnews.com

Siapa untung?

Pengamat ekonomi dari Universitas Riau, Edyanus Herman Halim meminta pemerintah mengkaji lebih dalam pembangunan jembatan ini. Jangan sampai jembatan ratusan triliun rupaih itu lebih besar dampak negatif, daripada manfaatnya. Dia mengingatkan jembatan hanya menguntungkan  Malaysia. "Indonesia, khususnya Riau, tidak terlalu diuntungkan," katanya, kepada VIVAnews.com.

Kenapa demikian? Edyanus menjelaskan, saat ini data menunjukkan lebih banyak warga Indonesia, khususnya Riau, yang pergi ke Malaysia,  ketimbang sebaliknya. Jadi, kalau jembatan ini dibangun, tentu warga Indonesia bertandang ke negeri jiran jauh lebih deras lagi. "Warga Malaysia nggak akan ke Riau untuk berwisata. Keuntungan ekonomis meningkatkan kesejahteraan warga setempat juga tidak akan signifikan. Yang diuntungkan hanya Malaysia," katanya.

Akan lebih baik, lanjutnya, bila pembangunan infrastruktur itu digencarkan di lokal Indonesia dulu. "Coba bangun tol Pekanbaru-Dumai, itu akan lebih bagus. Atau tol trans Sumatera. Ini bisa menggerakkan perekonomian dalam bangsa kita," ujar Edyanus.

Pemerintah Indonesia sendiri pun tampak tak begitu bersemangat. Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan, pemerintah tetap akan mementingkan pembangunan Jembatan Selat Sunda terlebih dulu. "Sepertinya [pembangunan Jembatan Selat Malaka] belum," katanya, menjawab pertanyaan VIVAnews.com beberapa waktu lalu. "Jembatan Selat Sunda dulu."

Suara serupa dari Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Pemerintah tak akan berkomitmen terlalu cepat dalam soal Jembatan Selat Malaka. Jakarta akan memfokuskan membangun Jembatan Selat Sunda terlebih dulu. "Kami tak akan membangun Jembatan Selat Malaka sebelum Jembatan Selat Sunda jadi," kata Hatta.

Jembatan spektakuler di Selat Malaka itu sepertinya masih akan panjang singgah di mimpi banyak orang. (Laporan: Ali Azumar | Riau, np)

PDIP Minta Penetapan Prabowo Ditunda karena Gugatan di PTUN, KPU Tegaskan Ini
Pertamina berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024

Pertamina Patra Niaga Beberkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia di Hannover Messe 2024

PT Pertamina (Persero) dan PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading berpartisipasi dalam pameran industri terkemuka internasional, Hannover Messe 2024.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024