SOROT 199

Sepotong Medali di Olimpiade

Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir Kandas di Olimpiade London
Sumber :
  • REUTERS/Bazuki Muhammad

VIVAnews - Suasana di arena ExCel itu hening senyap. Eko Yuli Irawan naik panggung. Para penonton sudah menunggu. Senin malam 30 Juli 2012 itu, Eko maju dengan tulang kering yang retak. Retak itu di kaki. Fatal memang, sebab bisa menganggu tumpuan. Cedera itu sudah perih sebelum terbang ke London.
 
Meski begitu, pemuda 23 tahun itu melangkah tegap. Sejumlah ofisial Indonesia menunggu di samping panggung. Eko berusaha mengatur tumpuan. Lalu,.. hup. Dia berhasil pada nomor snatch itu. Orang-orang di samping panggung itu menarik nafas. Lega. Kini tinggal menunggu lomba jenis kedua. 
 
Lomba angkat barbel ini memang ada dua jenis. Jenis pertama itu disebut snatch. Ini jenis angkatan langsung tanpa jeda. Atlet harus mengangkat beban dari lantai sampai kedua tangan lurus ke atas. Posisi berdiri harus sempurna beberapa detik hingga bel berbunyi. 
 
Jenis kedua disebut clean and jerk. Mengangkat barbel dari lantai sampai batas dada. Dalam posisi jongkok. Sejenak berhenti. Lalu mengambil ancang-ancang dan mengangkat barbel sampai kedua tangan lurus ke atas. Hingga beberapa detik sampai bel berbunyi. Dalam olimpiade di London itu, dua jenis lomba ini digabung. Hasil dijumlah.
 
Dan sesudah sukses pada Snacth itu, Eko kemudian masuk  jenis Clean and Jerk. Sejenak dia mengumpul tenaga. Juga berusaha konsentrasi. Kali ini barbel memang lebih berat. 172 kg. Hampir tiga dari berat badannya.  Beban itu harus diangkat sempurna di atas kepala selama beberapa detik.
 
Dan saat mengangkat beban itu dia memang sempat goyah sedikit. Tapi Eko bisa menstabilkan dua kaki hingga posisi sejajar. Lalu bel berbunyi. Angkatan itu sah. Sesudah dijumlahkan dengan jenis Snacth, total beban yang diangkat 317 kilogram. Dengan jumlah itu Eko meraih medali perunggu. Kontingen Indonesia bersukaria. Inilah medali pertama yang diraih pada pesta olahraga dunia di London itu.
 
“Ini hasil terbaik yang bisa saya raih. Dengan kondisi kaki yang retak, untuk mendapat medali perunggu sudah merupakan prestasi yang luar biasa bagi saya,” kata Eko.
 
Lahir di Lampung 24 Juli 1989, Eko sudah menekuni olahraga angkat barbel ini semenjak remaja. Pada usia 17 tahun dia sukses menempati peringkat 8 dunia dalam kejuaraan di Santo Dominggo Republik Dominika. Saat itu total beban yang diangkat 266 kilogram.
 
Lama bergelut di olahraga ini, Eko sudah mengikuti sejumlah perlombaan di tingkat regional dan dunia. Banyak medali sudah diraih. Saat olimpiade di Beijing China 2008, dia juga merebut medali perunggu. Pada kelas 56 kilogram. Total jumlah beban yang diangkat saat itu 288 kilogram. Prestasinya terus menanjak. Kelas dan jumlah beban yang diangkat terus meningkat.
 
Dalam laga di London itu, posisi Eko sebenarnya sempat di ujung tanduk. Ketika itu lifter Kolombia, Figueroa Mosquera, menggeser posisinya ke peringkat tiga. Namun Dewi Fortuna masih berpihak. Juara dunia 2011 asal China, Zhang Jie, cuma mampu mengangkat —total angkatan-- 314 kg. Jadilah medali perunggu jatuh ke tangan Eko.
 
Perunggu mungkin medali paling buntut. Tapi sungguh susah payah meraih. Eko mendapat medali itu sesudah menyisihkan ratusan pesaing. Lifter-lifter terbaik dunia, lebih dari setahun belakangan ikut kualifikasi. Ini proses yang harus ditempuh untuk sekedar tampil  di arena multi even paling bergengsi di London itu. Banyak yang gagal.
 
Dan sekeping medali yang diraih itu mengubah banyak hal. Mengirim kegembiraan ke tanah air dan mendongkrak Indonesia ke posisi 27. Rangking yang terhitung lumayan dari 204 negara peserta. Para penghuni dunia maya ramai memberi selamat dan berterima kasih kepada Eko.
 
Kegembiraan itu kian bertambah sebab sehari sesudahnya, lifter nasional yang lain, Triyatno juga memberi kejutan. Dia turun di kelas 69 kilogram. Berhasil mencatatkan angkatan snatch 145 kg. Sedangkan untuk angkatan clean and jerk, lifter peraih medali emas di SEA Games 2011 itu berhasil mengangkat beban 188kg. Dengan total angkatan 333kg, Triyatno sukses menyumbang medali perak.
 
Medali emas direbut lifter China, Lin Qingfeng, yang berhasil meraih total angkatan 344kg. Sedangkan perunggu diraih atlet Rumania, Martin Razvan Constantin, dengan total angkatan 332kg. "Pelatih hanya berkata kalau saya mau lebih dari perunggu, harus mati-matian di angkatan terakhir. Alhamdulillah saya akhirnya bisa menahan barbel hingga wasit menekan bel," kata  Triyatno.
 
Chief de Mission Indonesia, Erick Thohir, menilai bahwa dua medali dari cabang angkat besi ini bisa memompa semangat tim. Sebelum terbang ke London, Erick sudah menegaskan agar tradisi emas harus dipertahankan. "Kami sangat senang dengan tambahan medali perak yang diraih Triyatno. Hasil ini sudah kami prediksi," ujar Erick kepada  VIVAnews.
 
Sukses yang diraih kedua lifter itu, sekaligus menjaga tradisi angkat besi Indonesia pada ajang empat tahunan ini. Dalam  Olimpiade Beijing tahun 2008, angkat besi menyumbang dua perunggu. Juga diraih Eko dan Triyatno. Eko menyumbang dari kelas 56 kilogram. Triyatno dari kelas 62 kilogram.
 
 Medali dari Cabang Lain
 
Angkat besi boleh dibilang penyelamat. Para lifter itu mampu menghindarkan Indonesia dari pulang tanpa medali, setelah seluruh harapan di cabang bulutangkis hampir kandas. Padahal dari bulutangkis itulah emas diharapkan bisa dibawa pulang. 
 
Emas itu diharapkan bisa diraih pasangan Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir yang turun diganda campuran.  Sayang mereka kalah dari pasangan China, Xu Chen dan Ma Jin dalam laga semifinal yang digelar Kamis 2 Agustus 2012. Banyak yang kecewa tapi mereka sesungguhnya sudah bekerja keras. Di laga perebutan perunggu, Tontowi/Liliyana juga tak kuasa mengatasi perlawanan pasangan Denmark. Untuk pertama kalinya sejak 1992, bulutangkis tak menyumbangkan medali.
 
Meski kecewa, Wakil Ketua Kontingen Indonesia Ade Lukman, tetap mengapresiasi perjuangan keras Tontowi dan Liliyana di babak semifinal itu. “Kami berharap mereka mengulang tradisi perolehan medali emas. Tapi kami tetap apresiasi dan bangga atas kerja keras para atlet itu," kata Ade seperti dilansir BBC.
 
Ganda campuran ini memang sudah banyak mencatat prestasi.
Di antara para pemain bulutangkis Indonesia, mereka kokoh di peringkat tertinggi. Pada Maret lalu keduanya meraih gelar All England. Gelar itu diraih di arena yang sama di mana keduanya kemudian ditekuk Xu Chen dan Ma Jin.
 
Indonesia masih punya sepasang atlet yang belum berlaga. Ada Triyaningsih dari marathon dan Fernando Lumain di sprint 100 meter. Sampai berita ini diturunkan keduanya belum berlaga.
 
Tapi beban mereka sangat berat. Catatan waktu terbaik dua atlet ini masih di bawah syarat minimal untuk bisa bersaing di tingkat dunia. Fernando yang turun di nomor 100 meter bahkan harus bersaing dengan manusia tercepat dunia, Usain Bolt. Apapun hasilnya, sejumlah kalangan menilai bahwa itulah yang terbaik yang bisa diraih para atlet kita dengan kerja yang luar biasa keras.
 
Susi Susanti --yang bersama Alan Budikusuma merintis perolehan emas pada Olimpiade Barcelona 1992-– merasa sedih lantaran Indonesia di Olimpiade ini gagal mempertahan tradisi emas bulutangkis. Tapi dia mengingatkan bahwa semua peserta dari berbagai dunia juga  berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik.
 
Jika ingin meraih emas pada empat tahun yang akan datang, lanjut Susi, diperlukan kerja keras semua pihak. Bukan cuma PBSI, tapi pemerintah juga harus membantu. Susi gembira sebab cabang angkat besi bisa mendapat medali secara reguler. “Selamat kepada Eko dan Triyatno. Mudah-mudahan adik-adik saya itu bisa meraih emas empat tahun lagi,” kata Susi kepada VIVAnews.com.
 
Kalah menang memang soal biasa. Yang disayangkan adalah laga bulutangkis di Olimpiade London itu diwarnai hukuman diskualifikasi.  Hukuman dijatuhkan Federasi Badminton Dunia (BWF) atas sejumlah pemain yang dianggap “tak mau menang.” Saat berlaga mereka terkesan bermain asal-asalan dan ingin kalah.  Paling banyak didiskualifikasi pemain Korea Selatan.
 
Pasangan Indonesia yang didiskualifikasi adalah Greysia Polii dan Meiliana Jauhari. Mereka dianggap menghindari kemenangan saat berlaga melawan wakil Korea Selatan, Ha Jung Eun dan Kim Min Jung di babak penyisihan grup.
 
Kedua kubu disinyalir mencari kekalahan di laga terakhir Grup C agar tidak menjadi juara grup dan bertemu pasangan unggulan China  Wang Xiaoli dan Yu Yang di perempat final. Pertandingan ini sendiri akhirnya dimenangkan oleh Kim dan Ha Jung dengan skor 18-21, 21-12, 21-14. Selain pasangan Indonesia, Kim dan Ha Jung juga didiskualifikasi.
 
BWF juga menjatuhkan sanksi yang sama kepada dua pasangan lain yaitu Yu Yang  dan Wang Xiaoli  dari China, juga pasangan Kim Ha Na dan Jung Kyung Eun dari Korea Selatan. Kedua pasangan ini juga dianggap tidak serius saat berlaga di babak penyisihan untuk menghindari posisi puncak klasemen grup A.
 
Chief de Mission
Indonesia Erick Thohir meminta publik untuk tidak menyalahkan para atlet. “Kita jangan menghakimi atlet kita sendiri. Mari kita berikan dukungan moral yang kuat karena mereka sudah berjuang untuk bangsa,” kata Erick.
 
Erick juga berharap agar BWF selaku badan tertinggi bulutangkis dunia, tidak lagi memakai sistem round robin sebagaimana yang diterapkan di Olimpiade London ini. Sistem itu, kata Erick, memberi peluang kepada pemain untuk memilih-milih lawan.
 
Kontingen China menyampaikan rasa penyesalan yang mendalam atas insiden “tak mau menang ini.” Pelatih China Li Yongbo, mengakui dirinyalah yang patut disalahkan dalam insiden ini. "Sebagai pelatih utama, saya berutang maaf pada semua suporter dan masyarakat China. Para pemain China gagal menunjukkan semangat berjuang untuk tim nasional. Ini semua salah saya," ujar Li, seperti yang dilansir Xinhua.
 
Tak hanya pelatih yang minta maaf, Yu Yang yang merupakan salah satu pemain China yang didiskualifikas langsung mengumumkan pengunduran diri dari bulutangkis. "Ini adalah pertandingan terakhir saya. Selamat tinggal badmintonku yang tercinta," tulis Yu dalam akunnya di situs microblogging, Weibo.

Rafael Struick Absen Bela Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U-23
Ketua Bapilu PPP Sandiaga Uno

Sandiaga Akui Sarankan PPP Segera Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Sandiaga Uno mengatakan, PPP akan merasa terhormat apabila diajak bergabung dalam sebuah koalisi besar untuk membangun Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024