SOROT 200

Kisah Sukses Atlet China

Li Ning
Sumber :
  • REUTERS

VIVAnews - Lelaki raksasa itu letih lesu. Tinggi  dua meter lebih 29 centi. Sorot mata kuyu. Di hadapan para juru warta, pebasket asal China ini menitikkan air mata. Rabu 20 Juli 2011 itu dia menyudahi karir. Pamit dari basket yang sukses melambungkan namanya ke seluruh dunia.

Menggetarkan lawan saban berlaga, Yao Ming, begitu nama si pebasket jangkung ini, takluk karena kaki kiri. Tulang retak sudah tiga kali. Jika nekat bermain bisa fatal. Meski -- lantaran tingginya overdosis -- Ming kerap kali tak perlu melompat memasukkan bola. Disokong ketangkasan dalam bergerak, Ming susah sekali dihentikan.

Prestasi gemilang itu memang lahir dari keluarga. Ayah ibunya adalah pebasket nasional. Yao Zhiyuan dan Fang Fengdi. Entah karena sering melompat semenjak belia, dia tumbuh melebihi anak seusia. Umur 10 tahun, tinggi sudah 165cm. Setinggi orang dewasa.

Orang tuanya sempat cemas dengan pertumbuhan yang tak biasa itu, tapi dokter yang memeriksanya menyebutkan anak ini sehat walafiat. Sang dokter memperkirakan dia akan terus tumbuh. Hingga dua meter 20 centi.

Ayah ibunya menempa anak ini bermain basket. Resmi dilatih semenjak usia 9 tahun. Dia bersemangat. Semula motivasinya cuma soal sepatu. Yao Ming ingin punya sepatu basket yang bagus. Sejumlah orang memberi saran. Jika ingin mempunyai beberapa sepatu bagus, masuk saja tim basket nasional.

Serius berlatih dia sukses masuk tim nasional itu pada usia yang terbilang belia. Usia 13 tahun bergabung  dengan Shark Shanghai Junior Basketball. Di situ dia ditempa keras. Berlatih 10 jam sehari. Prestasi mencorong Berkali-kali menjadi motor kemenangan.

Karirnya terus melaju. Pada usia 17 tahun dia bergabung dengan tim senior Shark Shanghai. Di situ prestasinya kian moncer. Dia berlatih dengan sejumlah pemain berbakat yang kemudian menjadi bintang di negeri Tirai Bambu itu.

China memang menjadi negeri yang subur untuk para atlit. Termasuk bola basket itu. Commissioner National Basketball Association (NBA), David Stern, sudah lama  melihat China sebagai pemasok pemain berbakat. Itu sebabnya mereka membuka perwakilan di Beijing. Semenjak 1997, banyak pemain NBA mondar-mandir ke negeri itu memberi coaching clinic. Jika berbakat akan direkrut.

Yao Ming tumbuh pada masa yang beruntung itu. Masa di mana NBA ramai mencari bibit di China. Bagi NBA, negeri itu sangat penting. Menjadi pintu masuk yang lebar guna memperkenalkan NBA di Asia. Apalagi jumlah penduduk negeri itu lebih dari semiliar manusia. Pasar yang seksi  dalam bisnis.

Meski sudah mondar-mandir di negeri itu, NBA tak kunjung sohor di sana. Beruntung ada Yao Ming. Remaja berusia 17 tahun itu masuk peringkat pertama dalam pick draft NBA tahun 2002. Dia lalu terbang ke Amerika Serikat. Direkrut Houston Rocket.

Dunia kemudian menonton ketangkasan Yao Ming lewat sejumlah laga yang disiar langsung televisi. Dan semenjak itulah NBA menjadi populer di China dan Asia. Jasa pemuda ini melebarkan sayap NBA ke Asia diakui sejumlah pengamat ternama.

Pengajar Kebijakan Publik dari Rice University di Houston, Steven W. Lewis menegaskan bahwa Yao Ming adalah mantra yang manjur mendekatkan NBA dengan publik China. “Michael Jordan, LeBron James memang terkenal di China. Perbedaannya, Yao Ming bisa berbicara mandarin,” kata Lewis seperti dilansir ESPN.go.com.

Prudential Indonesia Bayarkan Klaim Asuransi 17 Triliun Selama 2023

Dan kiprahnya bersama Houston Rocket memang impresif. Prestasi perdana yang diukirnya adalah terpilih masuk NBA All-Rookie First Team pada 2003. Sepanjang 2003 hingga 2009, delapan kali terpilih sebagai NBA All-Star pilihan fans. Dan sekali pada tahun 2011.

Dipuja penonton disanjung pelatih. Begitulah nasib anak muda ini. Mantan pelatih Houston Rockets, Jeff Van Gundy --- yang juga sempat melatihnya – memberi pujian yang tidak terkira. Asal, tidak cedera, Yao Ming center terbaik. “Salah bila orang mengatakan, Yao Ming pemain bagus. Dia pemain paling dominan saat bermain di kategori umurnya,” kata Van Gundy.

Yao Ming memang berlatih keras dan bermotivasi tinggi. Soal motivasi itulah yang dituturkannya dalam buku berjudul; Yao: A Life in Two Worlds. Di situ dia menekankan pentingnya optimisme dan keyakinan yang kuat dari dalam diri. Postur tubuh, begitu dia menulis, bukanlah penentu.

Krisis kepercayaan diri, katanya, menjadi penyebab minimnya prestasi tim basket Asia di level dunia. Saat ketinggalan 10 angka, tim sering merasa sudah kalah. Kehilangan semangat juang. Padahal jika bersemangat tinggi plus percaya diri yang kuat, hasilnya bisa memuaskan. Kalaupun kalah, nilai tidak terpaut jauh.

Sederhana dan kata-kata penuh optimistis itulah yang menyebabkan Yao Ming begitu dicintai publik China. Dan NBA memetik hasilnya. Dia memiliki andil yang besar mengorbitkan NBA di televisi China. Efek ikutannya jelas. Sponsorship internasional ramai-ramai masuk.

Rekan satu tim di Houston Rockets, Shane Battier, bercerita betapa Yao Ming menjadi sosok yang kharismatik di kampung halamannya, saat Houston Rockets menjalani tur pra musim di sana. “Dia melakukan tugas luar biasa, mewakili tekanan 1,2 miliar penduduk China. Pengalaman ini akan saya ceritakan ke anak cucu,” kata Battier.

Yao Ming memang lebih dari sekedar bermain. Dia adalah perekat generasi muda dua negeri yang jauh. China dan Amerika Serikat. Ikatan fans NBA di China dan negeri Paman Sam itu cukup kuat. “Dia telah menjadi pemain transformasional dan bukti globalisasi permainan kami,” kata Morey meyakinkan.
 


Kiprah internasional Yao Ming mendongrak popularitas China di ajang NBA. Industri olahraga China ikut menggeliat. Perusahaan olahraga asal negeri itu, Li Ning mulai berkiprah di pasar internasional. Li Ning kini menjadi rival terkuat  perusahaan yang lebih awal meroket seperti Nike dan Adidas. Perusahaan itu perlahan menjadi simbol kedigdayaan China di industri olahraga.

Nama perusahaan ini diambil dari nama pendirinya sendiri, Li Ning. Seorang atlet senam ritmik dari China. Peraih tiga emas Olimpiade Los Angeles 1984. Setelah meraih segunung prestasi dia pensiun 1988. Lalu membanting hidup menjadi pengusaha alat olahraga.

Dia mulai merintis usaha tahun 1990 silam. Langkahnya mengembangkan bisnis terbilang berani. Li Ning berusaha merebut pasar yang sudah bertahun digenggam Nike dan Adidas di pasar Internasional. Nekat memang, sebab di dalam negeri saja, Li Ning cuma mengekor di belakang dua kompetitor itu. 

Tapi kerja keras memungkinkan segalanya terjadi. Li Ning memulai pertempuran itu dari bola basket. Mereka mengikat sejumlah bintang NBA sebagai duta. Dan tidak tanggung-tanggung. Mereka mengontrak Shaquille O’Neal. Mantan Center Cleveland Cavaliers itu menjadi brand ambassador.

Perusahaan ini terus merangsek. Li Ning berhasil menggaet pemain NBA lainnya seperti Baron Davis (LA Clipper), Damon Jones (Bucks), dan terakhir Evan Turner (76ers). Semenjak itu produk ini mulai mendunia.

Olimpiade Beijing 2008 adalah pintu bagi Li Ning untuk berlari lebih cepat. Sukses mencuri perhatian dunia. Mereka menjadi sponsor tim atletik Sudan, tim Tenis Meja Amerika Serikat dan tim Swedia. Saat Adidas meneken kontrak senilai US$80 juta, Li Ning  justru menyita perhatian dunia lewat strategi Guerilla Marketing.

Para petinggi perusahaan itu mempromosikan produk mereka dengan cara yang tidak biasa, layaknya gerilyawan perang. Li Ning mengedepankan budget rendah. Mengutamakan kreativitas dan imajinasi yang cerdas dibanding dana besar. Dan Olimpiade 2008 di Beijing itu akhirnya menjadi lahan promosi paling manjur.

Sang pendiri dan chairman, Li Ning berlari di udara untuk menyalakan api kaldron Olimpiade pada acara seremoni pembukaan. Strategi pemasaran yang pintar. Li Ning yang berlari itu kemudian ditulis media massa internasional, berikut profil dan usaha alat olahraga itu. Li Ning melejit, alat olahraga itu juga mendunia.  

Mereka tidak takut melancarkan perang terbuka dengan para kompetitornya yang telah memiliki image seperti Nike. Li Ning tidak ragu membuka pusat desain di Portland, Oregon, Amerika Serikat. Formula pemasaran yang terbilang nekat, karena Portland merupakan basis konsumen Nike di Negeri  Barrack Obama itu. Untuk meningkatkan daya saing, Li Ning juga memperkerjakan mantan desainer Nike guna meningkatkan kualitas serta image.

Sinyal kesuksesan Li Ning sebagai penantang terkuat Nike dan Adidas sudah tercium. Perusahaan yang bermarkas di Beijing itu telah membukukan profit yang jumlahnya mencapai USD 418 juta pada 2006. Maret 2007, Li Ning tercatat memiliki ritel yang jumlahnya melejit hingga 4.297.

Sang pelopor, Li Ning yang memegang gelar master eksekutif di jurusan administrasi bisnis Universitas Peking, memiliki jurus sederhana guna menerbangkan dagangannya. Harus meninggalkan kebiasaan lama. “Saya entrepreneur yang telah terbiasa dengan persaingan internasional sewaktu masih menjadi atlet.”

Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono (Dok. Istimewa)

Pemprov DKI Jakarta Dukung Kerja Sama Proyek MRT Berkonsep TOD dengan Jepang

Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, kerja sama di bidang transportasi dapat diandalkan dalam pertumbuhan investasi pembangunan Jakarta

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024