SOROT 250

Dari Purwokerto Mengejar Mimpi

Mikael Harseno
Sumber :
VIVAnews -
Ribuan piala itu berjejer. Didudukan di beberapa rak. Penuh sesak di lantai tujuh itu.  Di ruangan kecil. Hanya berukuran 6x10 meter. Piala-piala itu dikumpulkan semenjak tahun 1963. Tempat ini  diberi nama "
Hall Of Fame Achievements and Award
".


Ruangan ini mengisahkan kegemilangan sekolah itu. SMAK 1 BPK Penabur.  Sekolah ini berdiri di Jakarta Barat semenjak 19 Juli 1960. Dan hampir saban tahun, murid-murid di sana meraih penghargaan. Dalam banyak bidang. Dari tingkat nasional hingga dunia.


Satu dari ribuan piala itu adalah sumbangan Mikael Harseno Subianto. Siswa kelas XII di sekolah itu. Dia meraih piala ini dari ajang internasional.  Bidang sains. Dari ajang International Physics Olympiad (IPhO) atau Olimpiade Fisika Internasional 2013.  Ajang itu dihelat tanggal 7-15 Juli 2013. Di Kopenhagen, Denmark.


VIVAnews
berjumpa dengan Mikael di sekolah itu. Berusia 17 tahun. Sosok remaja yang sepintas pendiam.  Begitu bicara soal sains mengalir bagai air. Runtut. Tertata dan matang melampaui umurnya. Remaja belia ini membenam hidupnya di dunia sains. Semenjak berusia 13 tahun dia tak pernah absen  dari ajang olimpiade sains.


Kemampuan mengolah angka itu memang sudah diasah semenjak sekolah di SMP Susteran Katolik di Purwokerto. Dia sudah bertarung di Olimpiade Sains Nasional (OSN) tahun 2009. Sayang dia gagal.


Kegagalan itu tak membunuh ketekunan.  Setahun kemudian dia berlaga di ajang International Junior Science Olympiad (IJSO). Digelar jauh di benua Afrika, Nigeria, ajang ini diikuti siswa berprestasi dari seluruh dunia.  Mikael menyabet  medali perak.

Timur Tengah Memanas, Australia Peringatkan Warganya Segera Tinggalkan Israel

Dan Juli tahun ini dia berlaga di ajang di Denmark itu. Berpuluh negara juga ikut di situ. Dari sekolah-sekolah yang punya sejarah panjang dalam bidang sains dan adu ketangkasan. Target Mikael meleset.
Program Beasiswa Kuliah S1 di Jepang, Bebas Biaya dan Dapat Uang Saku Rp12 Juta Perbulan


Pentingnya Mencintai Diri: Melawan Depresi dan Maraknya Percobaan Bunuh Diri
Meski meleset dia tidak berkecil hati. Meraih  medali perunggu sudah menjadi prestasi yang membanggakan. Terutama karena ini ajang internasional dengan lawan-lawan yang tangguh. “Kalau saya lihat kebelakang lagi, seberapa jauh saya dan teman-teman saya telah melangkah, ini adalah prestasi yang sangat bagus,” ujarnya kepada VIVAnews .

Remaja berdarah Tionghoa ini mengakui bahwa semula dia sungguh tidak menyukai pelajaran Fisika. Lebih jatuh cinta dengan Kimia. Kisah soal cinta dengan pelajaran kimia itu, juga dituturkan Matius Biu Sarra. Matius adalah guru pembimbing Fisika Mikael sekolah itu.


Ketika mengikuti olimpiade sains, dia ngotot memilih pelajaran Kimia. Lantaran kuota murid sudah penuh pada pelajaran Kimia, dipenuhi siswa yang pintar-pintar pula, Mikael dialihkan ke pelajaran Fisika.


Dan pada mulanya sungguh berat. Tapi karena peluang untuk mengikuti ajang olimpiade itu hanya tersisa untuk Fisika, mau tidak mau Mikael belajar keras. Hasilnya luar biasa. 


Tinggal jauh dari orangtua, yang menetap di Purwokerto, tidak membuat Mikael tenggelam dalam keriuhan metropolitan dan kehilangan semangat dalan belajar.  Di Jakarta, Mikael memang tinggal sendirian. Di usia yang belia itu, dia hidup mandiri. Ke sekolah dia berjalan kaki. Beruntung dekat. Cuma 5 menit.


Sang ibunda, Listijani, mengisahkan bahwa semenjak SMP, Mikael memang sudah bertekad melanjutkan sekolah di Penabur. Meski harus jauh dari orangtua. Dan sejumlah sekolah bergengsi di Semarang dan Purwokerto menawarinya beawsiswa. Sekolah gratis. Karena melihat prestasinya di SMP.


Belakangan beasiswa itu juga diraih di Jakarta. Lantaran berprestasi, meraih medali perak pada ajang Olimpiade Sains Nasional (2010), Penabur memberi gratis biaya sekolah 80 persen. Mikael hanya perlu membayar 20 persen.


Mencetak siswa berprestasi tentu saja tidak mudah. Tapi para guru di sekolah Penabur sudah bertekad. Selama bertahun-tahun sekolah itu mampu mempertahankan peringkat pertama se-DKI Jakarta di bidang Ilmu Pengetahuan Alam dan peringkat tiga tingkat nasional. Kuncinya, kata Kepala Sekolah, Endang Setyowati, hanya satu, menanam disiplin.


Di sekolah ini, lanjutnya, disiplin sudah merasuk pada anak-anak. Dengan disiplin, anak-anak yang semula cuek dan bandel akan dengan sendirinya berubah. Para guru juga di-
upgrade
. Di sekolahkan ke Singapura yang berkelas internasional. Dengan begitu mental para guru juga berkelas.


Tahun depan, Mikael kembali berlaga dalam ajang IPhO 2014 di Kazakhstan. Ia akan bertarung dengan sang juara utama dari ajang ini. Seorang siswa asal Hungaria, yang dua tahun berturut-turut meraih emas. Dan kini Mikael bekerja keras. Keras belajar. Mimpinya meraih beasiswa kuliah di Amerika.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya