- http://2.bp.blogspot.com/-0dtDQA0zQJU/Uy_75ln2JOI/AAAAAAAAAj0/PNi5TaY_fJc/s1600/Aeroponik+Sistem.jpg
VIVAnews – Gedung ini tampak mencolok. Kembang merambat nyaris di sekujur bangunan sembilan lantai itu. Bersama bunga, menyembul pula pohon jeruk dari balkon jendela. Menelisik ke dalam, suasana tak jauh berbeda. Tomat menggantung di atas langit-langit ruang konferensi. Tumbuhan lemon merangkap sebagai partisi.
Terletak di jantung kota Tokyo, Jepang, ini merupakan kantor perusahaan Pasona. Pada 2010, gedung berusia 50 tahun itu berganti rupa. Desain barunya cenderung tak biasa. Ada sawah dan kebun brokoli di lobi utama. Inilah Pasona 02 Urban Farm, sebuah proyek yang mengusung konsep pertanian di dalam kota.
Dibantu Kono Designs , Pasona sukses mewujudkan ide “gila”. Mereka menciptakan fasilitas urban farming dalam gedung yang terintegrasi. Luas ruang hijaunya pun tak main-main: 43.000 kaki persegi. Di dalamnya tumbuh 200 spesies tanaman. Ada buah-buahan, padi, hingga sayuran.
Teknik hidroponik digunakan. Tapi pertanian berbasis tanah tak lantas ditinggalkan. Memang ada kendala. Apalagi tak ada hujan dan surya. Maka, menumbuhkan tanaman di dalam ruang butuh teknologi ekstra.
Apa saja? Pasona 02 Urban Farm dilengkapi dengan sistem irigasi otomatis, Hybrid Electrode Fluorescent Lamp (HEFL), dan lampu Light-Emitting Diode (LED). Hebatnya, mereka juga memperhatikan tingkat kelembapan, suhu, dan angin di dalam ruangan. Semuanya dimonitor dengan perangkat bernama intelligent climate control.
Penghuni gedung pun tak tinggal diam. Setiap karyawan didorong untuk merawat dan memanen tanaman. Mereka dibantu oleh seorang ahli pertanian. Tanaman yang sudah dipanen kemudian diolah dan disajikan di kafetaria.
“Klien saya memiliki visi yang lebih besar untuk membantu menciptakan petani baru di daerah perkotaan Jepang dan minat baru dalam gaya hidup tersebut,” ujar pendiri Kono Designs yang juga seorang arsitek, Yoshimi Kono kepada laman Dezeen.
Untuk diketahui Pasona 02 Urban Farm bukanlah proyek bercocok tanam di dalam ruangan pertama perusahaan rekrutmen tersebut. Pada 11 Februari 2005, mereka juga pernah membuat proyek serupa bernama Pasona O2 di gedung Otemachi Nomura. Bedanya, proyek yang berjalan selama empat tahun itu hanya menggunakan satu lantai di ruang bawah tanah.
Masih di Jepang. Di Negeri Sakura ini juga terdapat pertanian dan perkebunan yang berlokasi di atap gedung pusat perbelanjaan. City Farm namanya. Letaknya di Odaiba. Bila berkebun di atas gedung sudah jamak maka City Farm menawarkan sesuatu yang berbeda. Sawah di atas atap.
Membangun sawah di puncak pencakar langit tentu pelik. Irigasi dan drainase dibuat lebih rumit. Hasilnya, padi, terong, kacang kedelai, tumbuh subur di sana. City Farm juga berfungsi ganda. Selain memasok makanan, ia juga berperan sebagai evapotranspirasi. Membantu mengatasi peningkatan suhu di Kota Tokyo.
Lebih Produktif
Jepang memang sudah tidak asing dengan urban farming atau pertanian di kota. Berdasarkan data tahun 2010 dari Departemen Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang (Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries/MAFF) melansir Ourworld.unu.edu, hasil lahan pertanian di negara tersebut sepertiganya berasal dari oleh pertanian di kota, yakni mencapai 25 persen dari rumah tangga petani di Jepang.
Dari data tersebut juga dijelaskan, pertanian di kota di Jepang merupakan yang paling produktif. Per daerahnya bisa menghasilkan 3 persen lebih produktif daripada rata-rata nasional. Hal tersebut sungguh menguntungkan ketimbang yang dihasilkan dari pertanian yang dilakukan di daerah pegunungan yang hanya menghasilkan sekitar 10 persen.
Bahkan Ibukota negara Jepang yaitu Tokyo yang diketahui sebagai kota terbesar dan terpadat di dunia, ternyata mampu menerapkan urban farming di kota. Produk urban farming ini mampu memberi kebutuhan makan hampir 700 ribu warga kota.
Menurut data terbaru yang dimiliki oleh MAFF, terjadi peningkatan yang cukup signifikan penduduk perkotaan yang berminat di bidang pertanian. Dari data tersebut dijelaskan ada sekitar 85 persen penduduk Tokyo ingin kotanya memiliki lahan untuk bercocok tanam sebagai langkah pengamanan produk pertanian yang segar.
Urban Farm di Pasona Tokyo menciptakan fasilitas urban farming dalam gedung yang terintegrasi.
Datangkan Pendapatan
Beranjak ke Amerika Serikat (AS), Negeri Paman Sam juga tak ketinggalan menggarap pertanian di kota. Kali ini, gerakan bercocok tanam dilakukan di atas gedung di New York City. Diprakarsai sekelompok orang menamakan diri Brooklyn Grange.
Mereka pertama kali bercocok tanam di atas sebuah gedung tua, Northern Boulevard di Long Island City. Gedung berusia 95 tahun itu dipilih karena memiliki atap beton yang kokoh.
Tomat, salad, kale, wortel, hingga tumbuhan herbal terhampar di atap seluas 43.000 kaki persegi. Standar organik diterapkan. Sampah-sampah organik didaur ulang. Hasilnya, dijadikan kompos untuk menyuburkan tanah.
Selain menginspirasi warga New York membuat kebun sendiri, pertanian di atas gedung juga berperan dalam penghematan energi. “Ada beberapa penghematan energi untuk bangunan dengan atap ramah lingkungan, " ujar kepala pertanian, Ben Flanner, kepada NY1 News.
Kata dia, pertanian di atas gedung bisa bertindak sebagai sekat. Tanaman serta tanah lembap mencegah sinar matahari langsung menerpa permukaan atap. Secara tidak langsung terjadi penghematan energi dalam hal pendinginan gedung.
Produk –produk yang dihasilkan dari Brooklyn Grange dijual ke restoran-restoran di kota. Mereka juga membuka pasar di gedung setiap hari Selasa dan Kamis.
Selain Brooklyn Grange, terdapat kelompok lainnya yang juga aktif bercocok tanam di atas gedung. Mereka adalah Gotham Greens. Pada tahun 2010, Gotham Greens membangun rumah kaca hidroponik di atas sebuah gedung di Brooklyn.
Sebanyak 100 ton sayuran segar setiap tahunnya dihasilkan dari atap seluas 15.000 kaki persegi tersebut. Sistem sirkulasi irigasi yang digunakan tidak sembarangan. Dengan sistem ini, air ditampung untuk kemudian digunakan kembali. Tanaman pun bebas dari bahan kimia berbahaya. Adapun kontrol biologis diterapkan dengan menggunakan serangga.
Untuk menjalankan pertanian ini, mereka menggunakan panel surya 60 kilowatt, lampu LED, tirai termal, ventilasi pasif, kaca canggih. Alhasil, kebutuhan listrik dan pemanas bisa dipangkas. Seperti Brooklyn Grange, Gotham Greens juga sudah menjual hasil pertaniannya ke berbagai ritel, seperti Whole Foods dan FreshDirect.
Seperti dilansir laman New York Times, munculnya pertanian komersial tersebut memiliki manfaatan tambahan bagi kota. Pertanian di atas atap berpotensi menampung jutaan galon air hujan dan mengalihkannya dari sistem saluran pembuangan yang dapat meluap saat hujan.
Meski demikian tak semua atap gedung bisa digunakan untuk bercocok tanam. Nasr dari Ryerson University menuturkan, atap harus cukup kuat untuk menahan berat tanah atau rumah kaca.
Selain itu akses menuju atap juga menjadi tantangan. Sebab, tidak semua bangunan memiliki banyak tangga atau lift menuju atap. Tidak semua atap juga memperoleh sinar matahari penuh karena terhalang oleh bangunan yang berada di sebelahnya.
AS dan Jepang bukan satu-satunya negara yang mulai menggalakkan urban farming. Inggris, Rusia, Kuba, Belanda, China, Thailand, Indonesia, hingga Prancis pun tengah melakukan hal serupa. Di Paris, Prancis bahkan terdapat salah satu restoran yang seluruh bahannya berasal dari kebun mereka sendiri di atas gedung.
Melansir Independent.co.uk, hasil kebun tersebut mereka gunakan untuk dijadikan menu makanan di restorannya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk ramah lingkungan serta menjamin makanan yang benar-benar sehat untuk dikonsumsi untuk pelanggan mereka karena hasil olahan sendiri.
Konsep lahan hijau di atas gedung memang tengah menyebar di seluruh Prancis. Konsep tersebut sejalan dengan meningkatnya kepedulian masyarakat tentang dari mana makanan yang mereka santap berasal. (ren)