- VIVAnews/Fajar Sodiq
VIVAnews - Puluhan muda-mudi terlihat duduk bersantai di sepanjang jalur pedestrian di kawasan koridor Jalan Jendral Sudirman, Solo. Benteng Vastenburg, rimbunnya pepohonan, lampu kerlap kerlip menjadi sensasi tersendiri begitu nongkrong di public space ini. Sembari berbincang dengan teman, para muda-mudi itu bisa menikmati udara malam dan pemandangan yang membikin mata segar.
Pemandangan nongkrong ini sendiri mulai terlihat sejak satu tahun belakangan usai diresmikannya koridor Jendral Sudirman. Pemandangan serupa juga terlihat di kawasan Ngarsopuro. Tak sedikit muda mudi yang nongkrong di public space ini. Ya, Solo sekarang memang memiliki banyak ruang terbuka hijau. Solo dengan beragam cagar budayanya mulai memoles diri dan menata kotanya untuk bisa menarik wisatawan ataupun warga lain untuk bertempat tinggal di Solo.
Pembangunan ruang terbuka hijau ini merujuk pada salah satu konsep pembangunan kota ini. Pada tahun 2015, kota ini harus bisa menjadi Kota dalam Kebun dan pada tahun 2025 ditargetkan harus bisa menjadi Kota dalam Hutan.
Bagi Walikota Surakarta, konsep penghijauan itu tak hanya sekadar mempercantik kota. Penghijauan di titik-titik jalan itu sangat penting dalam mendukung pembangunan sumber daya manusia.
“Kalau ditumbuhi banyak tanaman kan segar, jadi pikirannya segar. Kalau gersang, nggak ada tumbuhan maka emosi masyarakat akan gampang tersulut. Hal itu lah yang menjadi peertimbangan kita untuk giat melakukan penghijauan, “ ungkap Walikota yang sering disapa Rudy.
Sebagai kota dengan luas geografis kecil sekitar 44,04 km persegi, Solo memang harus berpikir lebih jauh untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Dengan jumlah penduduk sekitar 500.000 jiwa pada malam hari dan 1,5-2,5 juta penduduk di siang hari, Solo menjadi kota hinterland enam kabupaten. Yakni Kabupaten Klaten, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, Wonogiri dan Karanganyar.
Dengan eksistensinya sebagai kota budaya, pantaslah jika kota ini menggunggulkan budaya dan pariwisata. Solo mulai membenahi beragam infrastruktur pendukung dalam hal budaya dan pariwisata.
Sebagai salah satu tujuan wisata kuliner dan wisata batik, Pemkot telah melakukan pembenahan untuk mendukung dua wisata tersebut. Guna mempromosikan Solo sebagai kota batik, Pemerintah Kota Solo menggelar Solo Batik Carnival dan Solo Batik Fashion.
Acara Solo Batik Carnival ini diikuti ratusan peserta dengan berbagai kreasi kostum batik kreatif. (Foto: VIVAnews/Fajar Sodiq)
Sejak kepemimpinannya pada tahun 2005, Solo sudah membuka banyak Ruang Taman Hijau (RTH). Seperti Taman Balekambang, Taman Banjarsari, Taman Air Tirtonadi, Taman Sekartaji, Taman Banjarsari. Sementara public space yang sudah dipoles ada koridor Jalan Jendral Sudirman, kawasan Sriwedari dan kawasan Ngarsopuro.
“Tujuan kami melakukan penghijauan, memberikan banyak publik space adalah dalam rangka memanjakan wisatwan yang datang ke Solo. Kami juga memiliki Galabo untuk memanjakan wisatawan yang akan berwisata kuliner. Kami juga melakukan penataan kampung batik, termasuk mengolah limbah batiknya, “ jelasnya.
Hal lain yang dilakukan oleh Solo adalah menata transportasi publik. Sadar sebagai kota tujuan wisata, Solo berupaya memanfaatkan transportasi publik itu bagian dari wisata. Seperti halnya pengadaan kereta uap Jaladara dan bus tingkat Werkudara. Sedang untuk transportasi umum, Pemkot juga menata bus kota bernama Batik Solo Trans. “Saat ini baru ada 2 koridor. Sebagai grand design ada 8 koridor yang menghubungkan beberapa titik di Solo, “ kata Rudy.
Mesin Sapu
Bukan sekadar melakukan penataan kota dan transportasi massa, Solo sendiri juga mengutamakan kebersihan kota. Guna mendukung kota yang bersih, Pemkot berinisiatif menutup tempat pembuangan sampah sementara (TPS).
TPS ini diganti dengan mobil dan sepeda motor sampah. Bahkan guna mendukung kebersihan jalan protokol, Pemkot telah memanfaatkan dua kendaraan road sweeper (penyapu jalan) dari Skotlandia sejak tahun 2013.
“Road sweeper ini akan mendukung petugas kebersihan dalam membersihkan sampah-sampah di jalan protokol Solo, “ tuturnya.
Tak hanya melakukan pembenahan tata kota, Pemkot sudah mulai melakukan blusukan ke kampung-kampung untuk mendengarkan keluhan dan kebutuhan warga. Bahkan line telepon dari Walikota dibuka selama 24 jam.
Jika ada keluhan dari warga, Pemkot akan segera dan secepat mungkin untuk mengatasinya. Selain itu juga Pemkot membentuk sistem perizinan pelayanan terpadu. “Pelayanan terpadu sengaja kami buat, agar Solo menjadi kota ramah investasi, “ katanya.
Meski mengundang banyak investor, Solo juga melakukan pembenahan PKL dan pasar tradisional. Pembenahan PKL dan pasar ini sebagai bagian dalam menciptakan lapangan kerja. Karena aspek suatu daerah disebut kota layak huni, bukan hanya penataan kota yang diutamakan tetapi juga mampu memberikan lapangan pekerjaan.
“Guna merengkuh itu semua, saya dan Pemkot memiliki prinsip 7si. Prinsip itu adalah komunikasi, koordinasi, solusi, sosialisasi sebagai bagian keterbukaan, realisasi dan evaluasi. Prinsip ini kai gunakan untuk mendengar keluhan masyarakat dan melaksanakannya dengan hati. Kita sebagai pelayan masyarakat ingin nguwongke uwong (memanusiakan manusia), “ jelasnya.
Bagi Rini Setyoningrum, warga Banjarsari, kota Solo sudah berbenah, terutama public space. Menurutnya public space ini penting, bukan hanya sebagai tempat nongkrong. Tetapi juga bisa menjadi tempat diselenggarakannya acara.
“Tetapi Pemkot perlu merawat public space. Pemkot juga perlu memberikan rasa kenyamanan. Misal, jangan sampai public space itu dijadikan tempat mesum ataupun mabuk-mabukan,“ kata Rini.