- http://www.mobgenic.com
VIVAnews – Kini warga Jakarta jangan hanya pasrah ketika terkena banjir. Nyalakan jejaring sosial Twitter, aktifkan geotagging, lalu tweet-kan peristiwa banjir tersebut ke @petajkt disertai tanda pagar #banjir. Tweet tersebut bersama jutaan tweet lainnya akan secara otomatis menjadi bagian dari peta digital kondisi banjir Jakarta.
Sistem kerja ini dirancang oleh peneliti senior dari Universitas Wollongong Australia, Profesor Pascal Pere. Menurutnya, sensor terpintar untuk mengumpulkan informasi mengenai banjir adalah masyarakat itu sendiri. Dengan memberdayakan masyarakat secara aktif dan mengirimkan informasi secara real-time, menciptakan platform yang memungkinkan suatu bencana banjir bisa direspons dengan lebih baik.
Syaratnya, masyarakat harus membuat sebuah tweet di aplikasi Twitter Anda, baik itu di perangkat iOS, Android, BlackBerry, atau dengan menyertakan foto dan deskripsi singkat dari situasi banjir yang terjadi.
"Smart data seperti inilah yang kita butuhkan, bukan hanya data banjir yang terkumpul secara pasif. Melalui pengumpulan dengan metode crowd-source seperti ini, kita menciptakan juga sebuah masyarakat media sosial yang memiliki tanggung jawab sipil untuk mendorong terjadinya adaptasi sosial terhadap perubahan iklim," ujar Pascal.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyambut baik inisiasi penggunaan teknologi informasi untuk menangani bencana banjir yang dilakukan secara bersama-sama oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Twitter Inc., dan Universitas Wollongong Australia ini. Ia akan menerapkan sistem ini untuk kontinjensi bencana banjir di tubuh Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta hingga ke tingkat RT.
Ahok kemudian secara resmi memulai penggunaan sistem pengumpulan data banjir di situs web PetaJakarta.org dengan mengirimkan sebuah kicauan yang mengajak bekas rekannya di Pemprov DKI Jakarta, Presiden Joko Widodo, untuk ikut mengirimkan kicauan jika ia melihat adanya genangan air di Jakarta.
"Pak @jokowi_do2, kena banjir Jakarta? Bantu tweet ke @petajkt #banjir cek petajakarta.org & follow @BPBDJakarta utk info lebih lanjut," ungkap Ahok dalam kicauannya.
Keterangan: Tampilan situs web PetaJakarta.org
Dimudahkan
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta Bambang Musyawardana mengatakan, sistem ini akan segera diterapkan dan disosialisasikan kepada warga Jakarta dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov DKI pada bulan Desember 2014 ini juga.
Menurutnya, musim penghujan di tahun 2014 ini telah dimulai sejak bulan Oktober 2014 dan akan menuju puncaknya selama bulan Desember 2014 hingga awal tahun 2015.
Dengan diterapkannya penggunaan sistem teknologi informasi ini secepat mungkin, ia yakin pada saat bencana banjir terjadi di puncak musim penghujan, Pemprov DKI nantinya telah memiliki data yang komprehensif yang kemudian digunakan untuk melakukan penanganan bencana banjir dengan lebih baik di saat musim penghujan mencapai puncaknya di awal tahun 2015 nanti.
"Saat banjir terjadi, kami akan dapat memberikan respons dengan lebih cepat, juga membantu menyelamatkan lebih banyak nyawa. Sementara warga, dapat saling memperingatkan satu sama lain melalui informasi yang ditampilkan di PetaJakarta.org, sehingga bisa melakukan mobilisasi di sekitar kota dengan lebih aman," ujar Bambang.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan, BPBD DKI Jakarta saat ini memang tengah giat memanfaatkan keunggulan teknologi informasi untuk membangun suatu sistem peringatan dini (Early Warning System/EWS) terhadap bencana di daerah Jakarta.
Selain PetaJakarta.org yang baru saja diluncurkan, BPBD juga memiliki account twitter @BPBDJakarta, saluran BlackBerry Messenger (BBM) Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD dengan PIN 7F195C4F, situs web dengan alamat http://bpbd.jakarta.go.id/, serta layanan SMS kepada seluruh warga yang tinggal di bantaran-bantaran kali.
Semua sistem tersebut, digunakan oleh BPBD untuk memberikan pembaharuan informasi kepada warga mengenai ketinggian muka air di pintu-pintu air di Jakarta, laporan volume curah hujan, perkiraan cuaca, hingga peringatan dini untuk mengungsi saat banjir diperkirakan akan segera menerjang.
Ditambah dengan langkah mitigasi struktural yang dilakukan oleh Dinas PU DKI dengan terus membangun infrastruktur-infrastruktur penanggulangan banjir, Bambang yakin dengan semakin diintegrasikan sistem-sistem teknologi informasi seperti ini terhadap rencana kontingensi banjir Jakarta, bencana banjir tahun ini dan tahun depan tidak akan seburuk dengan bencana banjir yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
"Early warning system telah membantu kita untuk menekan jumlah korban jiwa akibat banjir. Selama 2 tahun kami mulai membangun sistem teknologi informasi di BPBD, kami melihat terjadinya penurunan jumlah kerugian akibat banjir. Contohnya bila di tahun 2012 ada 38 korban jiwa, di tahun 2013 jumlahnya menurun menjadi 23 korban jiwa. Tahun ini kami harapkan jumlah itu semakin berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali," ujar Bambang.
Peringatan
Meski diandalkan bisa mengetahui lokasi banjir secara real time, namun Twitter juga punya kelemahan. Jejaring sosial ini tidak bisa melakukan penanggulangan bencana karena membutuhkan perencanaan yang dilakukan oleh manajemen bencana.
Selain Twitter, ada juga sebuah peta yang sangat detail menggambarkan kondisi Jakarta. Pada VIVAnews, Sindhunata Hargyono, seorang pegiat pemetaan di sosial media mengenalkan OpenStreetMap, sebuah situs yang menyediakan informasi spasial. Di mana data yang ada di dalamnya dapat digunakan untuk perencanaan oleh manajer bencana (seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana, misalnya) dalam perencanaan pengurangan risiko bencana.
Peta digital OpenStreetMap juga dapat dengan mudah dan cepat disunting oleh siapa saja. Sehingga, OpenStreetMap memungkinkan manajer bencana untuk memiliki dan membuat data spasial yang selalu relevan dan aktual.
Dia menjelaskan, tahun 2012 lalu, BPBD DKI Jakarta dan BNPB melakukan pemetaan sampai tingkat RW dalam rangka mewujudkan kesiapan data.
Pemetaan ini menggunakan OpenStreetMap, dan telah berhasil memetakan DKI hingga tingkat yang diinginkan. Saat ini pengembangan pemetaan akan masuk hingga tingkat RT. Ini dilakukan agar DKI siap dalam menghadapi banjir karena data yang digunakan lebih akurat.
Dia mengaku, data di dalam OpenStreetMap dapat lebih fokus. “Dengan OpenStreetMap, kita dapat menyumbang data spasial. Misalnya, titik-titik lokasi posko bencana dan infrastruktur penting di kala krisis,” kata Sindhunata.
Kegunaan lebih baik jika media sosial ini digabungkan dengan software yang bernama InaSAFE. Dengan software tersebut bisa mengkalkulasi infrastruktur penting. Misalnya rumah sakit, sekolah, kantor polisi dan juga jalan raya yang mungkin akan terdampak banjir.
Keterangan: Peta digital OpenStreetMap
“Kita dapat mengetahui informasi penting seperti jumlah sekolah yang akan tutup semasa bencana, rumah sakit mana yang kemungkinan akan terdampak (ini dapat dikembangkan lagi menjadi perencaan pemindahan pasien), jalan-jalan mana yang kemungkinan harus dihindari selama bencana banjir terjadi dan lain-lain,” tambah dia.
Namun untuk data ancaman bencana itu, software ini tidak bisa merambahnya sebab sudah ada institusi terkait seperti BMKG dan data ancaman bencana gunung api lainnya.
Tanggulangi bencana
Salah satu pengguna sosial media, Pungkas Riandika terbilang cukup berhasil dalam melakukan kampanye dalam menggalang dana untuk korban gunung Merapi tahun 2010. Pungkas mengandalkan media sosial terutama Twitter dalam akunnya sendiri @pungkas untuk melakukan aksi sosial tersebut.
Pada kesempatan yang berbeda, Pungkas menjelaskan aksi sosialnya yang menarik minat masyarakat untuk membantu korban bencana. Menurutnya, Twitter merupakan media sosial yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia.
Selain itu, kata dia, Twitter merupakan media yang paling efektif dan simpel bila dibandingkan dengan yang lainnya. “Di sana, saya bisa mengabarkan secara real time dan saluran yang paling cepat untuk diterima, bahkan penggunaannya pun seperti SMS. Di Twitter saya bisa menggambarkan kepada seluruh lingkaran masyarakat tanpa melihat status profesi dan batasan apa pun,” kata Pungkas pada VIVAnews.
Dia mencontohkan, mudahnya penggunaan Twitter dalam memberikan peringatan dini bagi banjir, jika Instagram memfungsikan karena penyampaiannya hanya visual saja. Sementara itu, Facebook terlalu banyak konten seperti video, artikel, dan tidak simpel seperti Twitter. (aba)