SOROT 476

Tajir Berkat Game

Sejumlah pengunjung mendatangi booth game Ubisoft di Jerman.
Sumber :
  • REUTERS/Kai Pfaffenbach

VIVA – Gedung Mesquite Convention Center berwarna krem beratap merah di Jalan Rodeo Dr, Dallas, Texas Amerika Serikat terlihat dari luar cukup ramai. Suasana makin gaduh ketika memasuki di lantai bawah gedung yang memiliki patung orang berkuda sambil melambai. 

Tak kurang 900 komputer saling terhubung melalui kabel ke router yang berserakan di lantai. Semua layar komputer menampilkan aksi tembak-tembakan dari permainan Quake III Arena.

Saat itu tahun 2000. Sekitar 3.000 orang datang dari berbagai penjuru dunia sembari membawa perangkat komputer masing-masing. Ada yang warga lokal, namun tidak sedikit yang datang dari Eropa dan Asia. Semua berkumpul demi satu tujuan, menjadi orang yang paling banyak ‘membunuh’.

Acara yang diberi nama Quakecon itu adalah yang kelima kalinya digelar oleh ZeniMax Media, perusahaan yang menaungi beberapa pengembang permainan terkenal. Termasuk salah satunya id Software.

Bagi para gamers, nama id Software ibarat sekte. Perusahaan yang didirikan oleh John Carmack dan John Romero itu menyuguhkan berbagai jenis permainan yang mencandu. Sejak pertama kali Wolfenstein dan Doom diluncurkan, saat itu pula nama Carmack dan Romero melejit di dunia gamers.

Menurut buku Masters of Doom karya David Kushner, kegemaran bermain game sebenarnya sudah ada sebelum hadirnya perangkat komputer. Zaman dulu, untuk bisa bermain game harus terlebih dulu membuat programnya.

Produsen perangkat konsol yang kala itu panen pesanan menyediakan buku panduan berisi perintah yang harus dimasukkan untuk membuat sebuah program permainan. Hal ini yang membuat banyak orang tertarik untuk memodifikasi program tersebut, agar permainan menjadi lebih seru.

Logo Apple Inc

Apple, rintisan Steve Jobs. (REUTERS/Aly Song)

Era permainan komputer mulai muncul saat Steve Jobs mengenalkan perangkat Apple II. Steve Jobs dan mitranya, Steve Wozniak, bukan orang asing di dunia permainan. Keduanya sempat disewa untuk membuat game oleh produsen permainan konsol terkenal, Atari.

Maka, tidak heran apabila Apple II sangat terkenal di kalangan gamers, baik yang senang bermain maupun pembuat programnya. Saat remaja, Carmack dan Romero banyak menghabiskan waktu di depan Apple II untuk merancang game.

Salah satu keahlian Romero adalah mampu melihat kelemahan dari sebuah permainan dan mencari solusinya. Contohnya saat ia datang ke acara peluncuran game Ultima V yang dikembangkan oleh Origin.

Saat tidak ada yang melihat, Romero mencabut disket berisi game Ultima V dan menggantinya dengan permainan buatannya. Meski sederhana, namun tampilan game milik Romero jauh lebih bagus. Melihat hal tersebut, bos Origin langsung menawarkan pekerjaan padanya.

Sangat Menjanjikan

Layaknya perancang game pada umumnya, karier Carmack dan Romero berawal dari menjual permainan yang mereka buat ke teman-teman kampus dengan tarif ala kadarnya. Terkadang mereka membagikannya secara gratis, hanya untuk melihat respons pemain akan kelihaian mereka dalam hal pembuatan program.

Pendapatan para programmer mulai membaik saat mereka bekerja di perusahaan pengembang game. Namun, hal itu kembali lagi pada produk permainan yang mereka buat. Apabila sukses di pasaran, maka bonus yang didapat bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan dolar AS.

Menurut data dari Cleverism, pendapatan yang didapat oleh seluruh pengembang game yang ada di AS pada 1982 mencapai US$8 miliar atau Rp108 triliun, melebihi pendapatan di industri musik dan film yang digabungkan.

Sepuluh tahun kemudian, angkanya naik menjadi US$13 miliar atau sekitar Rp175 triliun. Angka ini semakin menanjak pasca hadirnya teknologi jaringan dan internet di perangkat komputer rumahan.

Berdasarkan data yang dilansir dari Venturebeat, pada 2016 penjualan game mencapai angka US$91 miliar (kurang lebih Rp1.228 triliun). Uang sebanyak itu dihasilkan oleh hampir 3.000 pengembang yang ada di AS.

Sorot Games - gamers - developer games - permainan

Seorang pemuda bermain game dalam kompetisi games Capcom di Boston, Amerika Serikat. (Drew Gurian/ Red Bull Content Pool)

Sebagian besar dihasilkan oleh pengembang game yang dimainkan di ponsel atau tablet. Nilainya mencapai US$41 miliar, disusul oleh permainan di komputer sebesar US$34 miliar. Sisanya adalah permainan yang berasal dari konsol dan online.

Contohnya Zynga, pengembang game yang fokus memasarkan produk mereka di media sosial Facebook. Tahun lalu, perusahaan yang berdiri pada 2007 ini mendapat pemasukan sebesar US$700 juta dari penjualan game.

Besarnya pendapatan pengembang game tentu berdampak langsung pada kesejahteraan karyawannya. Gaji terbesar tentu saja didapat oleh programmer sebagai ‘jantung’ perusahaan, karena mereka yang harus setiap hari begadang demi menyelesaikan program.

Dikutip dari Gamespot, gaji yang diterima oleh karyawan sebuah pengembang game rata-rata mencapai US$97 ribu hingga US$113 ribu (Rp1,3 miliar hingga Rp1,5 miliar) setiap tahunnya. Angka ini sudah termasuk semua pajak, tunjangan dan dana pensiun.

Harus Terus Kreatif

Merancang sebuah permainan bukan perkara mudah. Banyak orang seperti Carmack atau Romero yang lihai dalam membuat program permainan, namun hal itu bukan jaminan gamers menyukainya.

Untuk bisa membuat sebuah game, dibutuhkan kemampuan lebih dari sekadar memahami bahasa program. Hal itu dikatakan oleh Chief Executive Officer Entertainment Software Association (ESA), Michael Gallagher.

5 Game Mobile Natal Ini Bisa Hibur Hati Kamu di Rumah

“Industri hiburan interaktif saat ini butuh orang-orang yang kreatif dan inovatif,” ujar Gallagher, dikutip dari Gamespot.

Contohnya saat Doom dan Quake diperkenalkan oleh id Software. Carmack dan Romero merancang permainan tersebut dengan algoritma khusus yang mengatur soal kecerdasan buatan.

Duo Kembar di Jepang Jadi Miliarder Berkat Game Mobile 'Gadis'

Dua permainan yang sukses menelurkan genre baru itu, yakni first person shooting atau FPS, memakai program kecerdasan buatan untuk karakter yang menjadi lawan main. Karakter lawan bisa bersembunyi di tempat gelap, bahkan mencari jalan memutar untuk menembak pemain dari belakang.

Selain kecerdasan buatan, pengembang game juga harus mencari cara lain agar produk yang mereka jual bisa menghasilkan. Cara yang umum dilakukan adalah dengan menjual game engine, seperti yang dilakukan oleh id Software dan Epic Games.

5 Fakta Unik Game Call of Duty Mobile yang Baru Rilis di Indonesia

Sorot Games - gamers - developer games - permainan

Logo video game Electronic Arts (EA) berada di Los Angeles, California, Amerika Serikat. (REUTERS/Lucy Nicholson)

Game engine adalah sebuah program yang bisa dijadikan dasar untuk pembuatan game. Program ini berisi semua hal yang dibutuhkan programmer untuk merancang sebuah permainan baru.

Di dalamnya sudah ada semua hal yang dibutuhkan, mulai dari cara menghasilkan gambar tiga dimensi, kecerdasan buatan, efek suara, animasi, hingga kemampuan untuk dimainkan lebih dari satu orang.

Menurut berita yang dilansir dari Venturebeat, tren game saat ini fokus pada model permainan yang bisa dilakukan secara beramai-ramai. Jenisnya bisa beragam, mulai dari strategi hingga olahraga.

Ada juga kecenderungan mengangkat kembali permainan yang dulu sempat tenar, namun dikemas dalam bentuk yang lebih menarik. Sebab, data dari ESA menunjukkan bahwa 67 persen gamers tertarik dengan tampilan grafis.

Sebuah game akan menguntungkan jika pemain rela mengeluarkan uang untuk bisa mendapatkan hiburan. Selama permainan itu bisa menghibur dalam waktu lama, maka pundi akan terus masuk.

Atlet Cyber

Masalah utama yang dihadapi pengembang game adalah pembajakan. Saat distribusi permainan masih mengandalkan media penyimpanan pribadi, menyalin sebuah permainan bukan perkara yang susah.

Pengembang kemudian memasang pengaman berupa kode, yang harus dimasukkan saat hendak memasang permainan di komputer. Namun lagi-lagi, hal itu bisa diakali dengan mudah.

Akhirnya Valve Corporation menemukan cara baru. Perusahaan yang terkenal sebagai pengembang permainan Counterstrike dan Half-Life ini membuat antarmuka yang diberi nama Steam.

Melalui Steam, seseorang dapat mendistribusikan permainan dengan mudah dan aman. Permainan hanya bisa diakses jika konsumen memiliki akun di antarmuka tersebut. Uniknya lagi, portal ini tersedia untuk berbagai jenis perangkat, mulai dari komputer hingga ponsel.

 “Saat kami membuat antarmuka yang bisa digunakan untuk menjual produk permainan, kami melihat hal-hal yang mengejutkan,” ungkap pendiri Valve Corporation, Gabe Newell, dilansir dari Polygon.com.

Hal mengejutkan yang dimaksud Gabe adalah bagaimana seorang pembuat game bisa mendapatkan hingga US$500 ribu dari Steam, hanya dengan menjual satu permainan selama setahun.

Menurut Gabe, game yang dimainkan di komputer memiliki kelebihan dari game yang dirancang khusus untuk konsol atau ponsel. Salah satunya adalah kebebasan untuk mengembangkan game tersebut.

“Kami memberi lebih dari 150 pembaruan pada permainan Team Fortress 2 di komputer, sedangkan di XBOX 360 hanya dua. Kami ingin memberi fitur lebih secara gratis, sayangnya hal itu dibatasi oleh ketentuan yang berlaku di perangkat tersebut,” jelasnya.

xbox 2013

Peluncuran Xbox One oleh Microsoft di Redmond, Washington, Amerika Serikat. (REUTERS/Nick Adams)

Glamornya dunia permainan ternyata tidak hanya dinikmati oleh pengembang saja. Mereka yang benar-benar serius bermain game memanfaatkan keahliannya untuk merebut gelar sebagai pemain terbaik di ajang World Cyber Games.

Gelaran Quakecon adalah salah satu contohnya. Seorang pemuda bernama Jonathan Wendel pertama kali menjadi pemain profesional game Quake pada usia 18 tahun. Ia mendapat peringkat ketiga di turnamen Quakecon yang digelar pada 1999.

Selama kariernya, Wendel mengikuti 37 turnamen permainan. Pemilik nama alias Fatal1ty itu lima kali dinobatkan sebagai juara di dua ajang berbeda. Dilansir dari Esportsearnings, total hadiah yang ia dapatkan nilainya mencapai US$456 ribu, atau setara dengan Rp6,1 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya