Calon Gubernur Jawa Barat Sudrajat

Saya Setuju Visi Prabowo dan Gerindra

Calon Gubernur Jawa Barat, Mayjen TNI (Purn) Sudrajat
Sumber :
  • VIVA/Ikhwan Yanuar

VIVA – Pemilihan kepala daerah provinsi Jawa Barat menjadi salah satu yang menjadi perhatian dalam Pemilihan Kepala Daerah serentak 2018. Daftar pemilih yang besar dan punya pengaruh untuk Pemilihan Presiden 2019, menjadikan Jabar sebagai strategi kunci politik.

'Akan Istikharah', Kode Keras Iwan Bule Siap Maju di Pilkada Jabar

Empat pasangan calon yang akan bersaing memperebutkan kursi kepala daerah Tanah Pasundan. Salah satunya adalah pasangan calon Sudrajat-Ahmad Syaikhu. Duet dengan sebutan Asyik ini diusung koalisi Gerindra, PKS, dan PAN.

Ada proses tarik ulur politik yang alot sebelum nama Sudrajat muncul dan dijagokan Gerindra. Ketika dideklarasikan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, 9 Desember 2017 lalu, publik saat itu masih dikejutkan dengan figur Sudrajat. Mantan Kepala Pusat Penerangan TNI itu belum dikenal secara luas oleh publik.

Ridwan Kamil Teratas, Airin-Desy Ratnasari Kejutan di Pilkada Jabar

"Kalau ada orang bilang masyarakat Jawa Barat terkejut Pak Sudrajat, ya memang bisa dikatakan demikian," kata Sudrajat dalam wawancara khusus dengan VIVA, beberapa waktu lalu.

Sadar dengan elektabilitas yang belum kuat dibandingkan figur lain, Kang Ajat, panggilan akrab Sudrajat, siap tempur dengan gencar keliling menemui rakyat. Rakyat di berbagai daerah Jabar ditemui kang Ajat dan Syaikhu saat kampanye.

Gerindra Cium Aroma Pilkada dalam Penanganan Covid-19 di Depok

Bukan perkara mudah, karena kang Ajat akan bersaing dengan figur seperti Wali Kota Bandung non aktif Ridwan Kamil dan Wakil Gubernur Jawa Barat non aktif Deddy Mizwar. Secara elektabilitas, Kang Ajat kalah dari dua tokoh tersebut.

Namun, hal tersebut justru menjadi tantangannya. Sudrajat tetap optimistis. Ia juga tak terbebani dengan status Jabar yang merupakan lumbung suara Prabowo ketika di Pilpres 2014 lalu.

Calon Gubernur Jawa Barat, Mayjen TNI (Purn) Sudrajat

Mau tahu cerita Kang Ajat untuk targetnya memenangi Pilgub Jabar, simak wawancara dengan VIVA berikut ini.

Latarbelakang Anda ingin maju menjadi cagub?

Saya ini sudah purnawirawan, berarti tugas saya sebagai purnawirawan sudah selesai. Dalam kepurnawirawanan saya itu saya berusaha menjadi warga negara yang baik. Setelah saya pensiun dari angkatan darat, saya itu masih terus bergerak. Di dalam diri saya dari dulu memang saya tidak pernah mau pensiun. Dalam arti saya masih mau bekerja sampai badan dan pemikiran saya sudah tidak mampu. Itu memang cita-cita saya. Sehingga saya aktif juga di bidang sosial dan sekaligus saya aktif juga dibidang komersial (usaha).

Di bidang sosial secara langsung saya memimpin sebuah lembaga yang menjembatani hubungan antara pemerintah Indonesia dengan China, yaitu suatu lembaga yang memang dirintis sejak akhir 80an, pada saat Indonesia dan China belum ada hubungan diplomatik, ketika itu para pengusaha atau pedagang Indonesia yang dipimpin Pak Soekamdani memiliki terobosan untuk membangun hubungan dagang antara Indonesia dengan China. Akhirnya mulai dari situlah ada kontak antara pemerintah Indonesia dan RRC. Dari situlah embrio awal hubungan diplomatik antara pemerintah Indonesia dan China, sehingga pada sekitar awal tahun 90-an hubungan diplomatik antara Indonesia dan China resmi terbangun.

Kebetulan saya sebagai bekas duta besar Indonesia di Beijing, saya mempunyai tanggung jawab atau kewajiban moral untuk memelihara hubungan antara pemerintah Indonesia dengan Tiongkok. Agar pemerintah kita mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya dalam hubungan bilateral ini.

Di bidang komersial, saya kebetulan sekarang menjabat sebagai CEO Susi Air. Perusahaan ini sekitar tahun 2000an dirintis bersama dengan Ibu Susi, waktu itu Ibu Susi sebagai CEO dan saya komisarisnya. Dan, ketika Ibu Susi diminta oleh Pak Presiden Jokowi untuk menjadi Menteri, Ibu Susi meminta saya untuk menjadi CEO Susi Air sampai sekarang ini. Dan nanti, apabila saya dipercaya oleh masyarakat Jabar untuk menjadi gubernur, saya akan serahkan posisi saya kembali kepada Ibu Susi. Itu lah latar belakang saya.

Publik Jawa Barat terkejut dengan majunya Anda sebagai cagub?

Sebenarnya saya tidak pernah mengira bahwa saya akan menjadi salah satu calon gubernur di Jawa Barat. Kalau ada orang bilang masyarakat Jawa Barat terkejut Pak Sudrajat, ya memang bisa dikatakan demikian. Buat saya ini merupakan panggilan diri saya di tengah kepurnaan diri saya menjalankan hidup ini.

Lobi Prabowo

Cagub dan Cawagub Jawa Barat, Sudrajat (kiri) - Ahmad Syaikhu (kanan)

Prosesnya bisa diceritakan hingga Anda bisa mencalonkan diri sebagai cagub Jabar?

Jadi memang pada prosesnya saya diminta oleh Bapak Prabowo Subianto. Suatu hari pada tanggal 5 Oktober 2017, Pak Prabowo menelepon saya dan berbicara tentang Jawa Barat. Pak Prabowo mengatakan kepada saya, bahwa teman-teman di Gerindra sudah melakukan kanvasing untuk mencari leader untuk dicalonkan menjadi cagub di Jawa Barat. Dan beliau mengatakan ternyata pilihan teman-teman itu jatuh kepada Pak Sudrajat. Saya bilang kepada beliau, Pak Prabowo, usia saya ini sudah terlalu senior lah untuk jadi gubernur.

Saya katakan sebenarnya saya sudah tidak mau berkarier lagi di pemerintahan. Saya hanya mau menikmati hari tua saya di pekerjaan saya yang sekarang ini saja. Kata Pak Prabowo, Pak Sudrajat, Presiden Donal Reagen itu mulai jadi presiden itu di umur 72 tahun, jadi tidak ada alasan lah untuk Pak Sudrajat mengatakan terlalu senior. Pokoknya saya minta Anda untuk maju jadi gubernur Jawa Barat. Saya katakan, nanti dulu Pak saya harus bicarakan dulu kepada istri dan keluarga saya.

Saya minta beri waktu saya sebulan untuk memikirkan dan mengkaji apakah saya siap untuk menjadi gubernur Jawa Barat. Kemudian, saya bicara dengan keluarga, saya melihat kebutuhan pemimpin yang kredibel untuk teman-teman di partai Gerindra dan koalisinya Partai PKS dan PAN. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali mendedikasikan diri saya kepada masyarakat untuk membangun Jawa Barat ke depan. Dan, saya katakan kepada Pak Prabowo, Pak Prabowo saya siap untuk menerima panggilan ini. Tapi, dengan satu syarat pak, apa itu? kata Pak Prabowo. Saya katakan, Pak Pilkada ini kan mahal, saya tidak bisa membantu logistik, saya tidak punya uang untuk itu. Pak Prabowo bilang, enggak usah dipikirkan itu mas, soal biaya kita cari solusinya sama-sama. Kita siapkan semuanya sama-sama, kita pakai paket hemat saja.

Ada mahar politik ketika proses Anda menjadi cagub?

Tidak. Memang paket hemat saja mau tidak mau kita harus membayar saksi. Di Jawa barat saja itu jumlah TPS nya tahun 2013 lalu itu ada 75.400 TPS, mungkin sekarang bisa mencapai 80 ribuan. Kalau satu TPS dua orang saksi, kalikan tiga hari, dan dikalikan uang makan persaksi itu Rp100ribu saja, itu berarti persatu TPS kan saya butuh sekitar Rp600 ribu, dikalikan jumlah TPS 80 ribu TPS, Anda bisa bayangkan, minimal untuk uang saksi saja bisa sampai Rp5 miliaran. Jadi, ini bukan mahar politik, tapi ini adalah cost politik.

Makanya saya bilang, Mas (Prabowo) uang dari mana saya untuk itu? Makanya beliau bilang, sudah enggak usah dipikirin, kita pakai paket hemat saja nanti. Banyak juga kok kader-kader yang mau membantu menjadi saksi di TPS-TPS. Kader-kader itu tidak diberikan uang saku tapi mereka mau berkorban mengeluarkan uang pribadinya Rp100-200 ribu untuk dirinya sendiri. Nah, ini yang saya katakan baru partai yang benar ini ya seperti ini. Kadernya mau bergotong royong.

Dan kedua, saya melihat bahwa Gerindra ini bukan kendaraan politik. Biasanya kan banyak orang mengatakan partai itu kendaraan politik. Nah, partai Gerindra itu bukan kendaraan politik. Karena sebenarnya fungsi partai dalam demokrasi itu adalah talent coating, dia mencari warga negara terbaik yang pantas didudukkan menjadi pemimpin, itu sebenarnya tugas partai. Tapi sekarang ini banyak konotasi seolah-olah partai itu adalah kendaraan politik.

Orang mau jadi gubernur naik kendaraan ini, ya bayarlah kalau mau naik kendaraan iya kan. Tapi, kalau talent coating, partai itu yang mencari pemimpin, kalau perlu dia yang bayar agar dia bisa menjadi pemimpin, karena yang diharapkan partai itu bisa membawa kebaikan untuk masyarakat. Itu juga yang melatarbelakangi saya bersedia dicalonkan dari Partai Gerindra. Saya katakan kepada Pak Prabowo, saya bersedia karena partai Anda bersih, tidak ada permintaan macam-macam untuk memilih saya. Akhirnya saya putuskan untuk siap dicalonkan oleh Gerindra.

Dan saya juga tanyakan kepada Pak Prabowo, Pak setelah saya terpilih nanti apa yang saya harus kerjakan untuk partai? Dia bilang, tidak. Kalau Anda dipercaya masyarakat, do the best. Partai tidak meminta apa-apa dari Anda. Oke, saya katakan. Artinya kalau saya nanti dipercaya oleh masyarakat untuk memimpin Jawa Barat ini, saya tidak punya beban apa-apa untuk partai yang mengusung saya.

Penunjukan Anda oleh Gerindra itu tidak ujug-ujug ya?

Iya, memang tidak ujug-ujug. Ada proses yang dilakukan oleh Partai Gerindra sendiri untuk mencari calon kandidatnya, istilah mereka itu kanvasing. Jadi, mereka menjalankan proses penyaringan di internalnya. Saya sendiri itu menjalani proses ditanding di Hambalang itu dengan lima calon yang lain waktu itu.

Siapa saja yang ikut proses seleksi sebelum tentukan nama Anda?

Banyak ya. Pak Prabowo juga melakukan pencarian ke kanan-kiri, ada orang sipil juga, akademisi, ada jenderal juga, bahkan ada profesor yang ditawari oleh beliau tapi tidak bersedia. Banyak lah, dan proses (penyaringan calon) itu dilakukan oleh Pak Prabowo.

Bersih Beban Politik

Lebih faktor Gerindra yang buat Anda akhirnya bersedia dicalonkan sebagai cagub?

Saya bersedia dicalonkan, satu, karena saya melihat langsung bahwa partai ini sudah menjalankan fungsi partainya dengan benar, yaitu melakukan talent coathing. Partai ini telah benar-benar mencari talenta dari warga negara Indonesia yang pantas dijadikan sebagai pemimpin.

Kedua, saya setuju dengan visi atau pemahaman Pak Prabowo dan Gerindra tentang republik ini. Tentang situasi politik, situasi ekonomi, situasi sosial, budaya, pemahaman-pemahaman tentang kebangsaan dan kenegaraan, serta kekhawatiran-kekhawatiran tentang kondisi kini itu saya sependapat. Dan saya sependapat dengan beliau itu, bisa enggak kita betulkan kondisi sekarang ini, kita rubah bersama. Jangan sampai ada penyimpangan terlalu jauh.

Jadi kita meluruskan apa yang harus lurus, terutama berkaitan dengan tentang undang-undang dasar kita, yang setelah reformasi ini banyak arah negara ini yang perlu disempurnakan. Jadi, konsen itu, bahwa adanya gap sosial, adanya gap ekonomi, adanya ketidakadilan ini terjadi makin tajam, sehingga kita melihat isu-isu itu tidak tersentuh atau tidak terangkat ke permukaan. Sehingga mudah-mudahan dengan ilmu dan pengalaman yang saya miliki bisa mengangkat isu-isu itu.

Oleh karena itu, meskipun saya tidak punya cita-cita dari awal, tapi saya meyakini bersama Pak Prabowo bahwa kami bisa melakukan perubahan untuk masyarakat Jawa Barat ini. Dan saya tidak punya beban politik, dan sebagai prajurit saya punya kewajiban untuk mengawal bangsa ini untuk tetap berada di dalam rel benar. Dari situlah saya katakan, why not?. Atas dasar persamaan pandangan itu lah semangat saya mengatakan, ya sudah, ayo kita maju. Kita terima tantangan itu sebagai calon gubernur. Dan persyaratan-persyaratan sebagai gubernur itu saya coba penuhi dengan baik.

Calon Gubernur Jawa Barat, Mayjen TNI (Purn) Sudrajat

Apa saja persyaratan yang dipenuhi?

Persyaratan elektabilitas itu menjadi kunci. Karena saya sadar orang banyak tidak mengenal saya. Kalau dari segi popularitas, mungkin saya tidak populer. Kalau dikenal orang mungkin ketika saya masih menjabat Kapuspen TNI tahun 2000 awal itu mungkin banyak orang mengenal saya karena saya sering muncul di TV. Tapi, setelah itu generasi yang usianya dibawah 35 tahun mungkin banyak yang tidak mengenal saya. Tapi, usia di atas 35-37 tahun mungkin masih banyak yang mengenal saya. Tapi, itulah modal awal saya. Sehingga memang ketika dimunculkan nama saya, ada dua respons masyarakat.

Pertama, siapa Sudrajat ini? Ada yang tidak tahu, karena memang generasi yang lama saja yang mungkin lebih banyak yang mengenal saya. Tetapi pada perjalanannya, mungkin ini blessing, rahmat dari Allah SWT bahwa dengan banyaknya orang yang mempertanyakan saya ini siapa, sehingga orang banyak yang mencari tahu. Nah, begitu orang mencari tahu tentang saya, saya sebarkan CV atau riwayat hidup saya, dan orang semakin ingin mencari tahu, dan sekarang lebih banyak orang yang sudah mengenal saya.

Jadi, dari situlah orang mengenal saya, saya sudah lebih populer jika dibandingkan dengan awal kemunculan nama saya ketika itu. Memang jika dibandingkan dengan kepopularan calon lainnya ada yang sebelumnya wali kota Bandung, sebelumnya wakil gubernur mungkin saya masih di bawah mereka tingkat popularitasnya. Tapi, mudah-mudahan dengan modal awal ini saya akan tambah semangat untuk terus meningkatkan popularitas saya di tengah masyarakat Jawa Barat.

Artinya Anda menyadari tingkat popularitas masih jauh memenangkan Pilkada Jawa Barat?

Iya, saya memang bisa dikatakan ketinggalan lima tahun di belakang calon-calon lain. Saya sadar bahwa saya tidak bisa sendirian mengejar ketertinggalan ini. Tapi saya punya tim, ada Gerindra dan PKS yang saya kira cukup kuat. Dan, situasi ini membuat para petugas atau kader partai lebih semangat untuk bekerja di bawah memperkenalkan Sudrajat kepada masyarakat. Saya yakin, semuanya saat ini sedang bekerja bersama-sama, dan saya katakan ini harus menjadi motivasi bagi teman-teman di partai untuk bekerja bersama-sama untuk rajin mempopularkan atau mengenalkan nama dan riwayat hidup saya kepada masyarakat. Dan, Alhamdulillah sekarang ini ada bukti-bukti kongkret dari kerja-kerja tim kami, dan saya melihat sekarang saya sudah lebih dikenal di masyarakat.

Beberapa kali terjadi kasus radikalisme, kekerasan atas nama kelompok agama terjadi di Jawa Barat. Bagaimana Anda menanggapi hal itu?

Saya pribadi kurang setuju kalau Jawa Barat itu dianggap sebagai gudangnya radikalisme. Memang banyak elemen-elemen radikal itu datang dari Jawa Barat. Jawa Barat ini memang daerah perpolitikan Indonesia, sejak jaman belanda, revolusi, bahkan setelah kemerdekaan. Ingat ada pergerakan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat? Dan itu adalah capnya Islam. DI/TII itu dia memperjuangkan agar Indonesia itu memberlakukan syariat Islam, dan itu menjadi konflik ideologi dengan kehendak undang-undang dan masyarakat banyak bahwa kita harus berdasarkan pancasila.

Nah, dari situ memang ada tumbuh perjuangan-perjuangan yang oleh sekelompok orang itu dianggap sebagai kelompok radikal. Nah, setelah perang dunia kedua, dan setelah perang dingin tahun 90an, di mana antara Blok Barat dan Blok Timur sudah mereda, maka muncul isu-isu identitas. Banyak terutama setelah kasus bom WTC tahun 2001, itu baru mulai istilah radikalisme, fundamentalisme.

Padahal, sebelum itu di Indonesia itu hanya mengenal ekstrem kanan untuk kelompok fundamentalisme, dan ekstrem kiri untuk kelompok sosialis. Tetapi, kita dikenalkan pasca pemboman WTC itu dengan kelompok radikalisme, terorisme, fundamentalisme. Dan kebetulan isu itu muncul menyasar ke negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam.

Nah, kalau dikatakan bahwa Jawa Barat itu gudangnya radikalisme, saya kurang setuju sekali. Karena yang namanya gudang itu banyak sekali. Memang benar ada kasus pemboman Bali I yang tersangkanya itu Imam Samudera yang kebetulan itu dia berasal dari Banten yang dulu masih Jawa Barat. Memang kekentalan Islam di Indonesia itu ada di Jawa Barat. Bahkan, kalau di luar jawa barat itu ada di Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, jadi saya ingin mengatakan No 1. Kita harus hati-hati mengatakan itu.

Jawa Barat memang 93 persen penduduknya Islam. Dan kekentalan Islam di Jawa Barat itu berbeda dengan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jadi andaikata ada orang yang berpikiran bahwa Jawa Barat itu “gudangnya” radikalisme,  ya otomatis lah, orang penduduk Jawa Barat itu Islamnya itu 93 persen. Tapi, kalau dituduhkan itu sebagai gudang radikalisme, saya tidak setuju.

Dongkrak Elektabilitas

Untuk mengejar ketertinggalan elektabilitas Anda, apa yang sudah Anda lakukan?

Saya bersama-sama tim memetakan bersama-sama, ada daerah-daerah yang jumlah yang memang pemilihnya banyak, sedang dan kecil. Ada daerah penyangga seperti Bekasi, Bogor, dan Depok itu cukup besar. Kemudian, Sukabumi, Bandung Barat, sampai Tasik, itu hasil pemetaan kami itu adalah kantong-kantong masa yang cukup besar, di mana saya perlu diperkenalkan di daerah situ.

Di sisi lain, kalau kita melihat hasil perolehan partai koalisi ini pada pilkada yang lalu, misalnya perolehan suara Pak Aher yang waktu itu didukung oleh PKS, dua periode itu ada di enam titik pemetaan kita. Memang ada beberapa titik yang dari hasil pemetaan kita itu sebagai daerah yang tipis, dan ada beberapa tempat yang memang itu menjadi kantong-kantong kita. Jadi, tempat-tempat yang tebal kita pelihara, tempat-tempat yang fifty-fifty kita terus berusaha untuk meningkatkan, dan ada juga tempat-tempat yang memang kita tipis sekali, kalau diutak-atik juga enggak tambah itu ada juga kan, tapi itu tetap dikerjakan.

Jadi memang ada strategi-strategi masing-masing. Untuk awal ini memang saya fokus pada memperkenalkan diri saya kepada masyarakat. Tapi karena waktu dan tempat yang terbatas dari diri saya, maka saya menggunakan juga sosial media untuk kampanye memperkenalkan diri saya, memperkenalkan kepada jaringan-jaringan partai, relawan-relawan partai, semuanya dikerjakan bersama-sama.

Mesin partai semuanya berjalan door to door, mereka menjelaskan kepada masyarakat, bukan hanya memperkenalkan sudrajat itu siapa? Tapi, juga mereka memperkenalkan visi-misinya Sudrajat itu seperti apa di Jawa Barat ini.

Anda sadar kalah elektabilitas, lantas apa yang Anda jual dalam kampanye?

Begini saya tidak bisa mengiklankan diri saya sendiri, kalau memang partai pengusung saya menganggap bahwa saya layak dijual, maka partai lah yang mengiklani saya. Dan keunggulan saya cuma satu, mungkin diantara semuanya saya bisa dikatakan orang yang lebih berpengalaman, karena diantara semuanya saya yang paling senior, saya orang yang purna, dan saya punya latarbelakang yang cukup jauh. Silakan, masyarakat menilai saya dari aspek pendidikan, dari aspek pengalaman, karier, dan track record saya Alhamdulillah saya sampai sekarang tidak pernah terlibat dalam kasus yang melanggar undang-undang. Dan itu lah yang bisa saya sampaikan kepada masyarakat.

Kalau soal janji, soal konsep tentu itu bisa sambil jalan. Karena saya juga tidak mau membangun janji yang kira-kira saya tidak bisa laksanakan. Kalau saya perhatikan, mungkin banyak calon-calon yang mengumbar janji, bahkan dari setengah janjinya mengibuli rakyat, yang sebetulnya itu harus dihitung dulu. Sehingga saya tidak mau memberikan janji-janji yang tidak memiliki dasar.

Nah, rakyat kita itu masih banyak yang belum bisa melihat apakah janji seseorang itu benar-benar memiliki dasar atau tidak, apakah janji itu benar bisa dikerjakan atau tidak, kasihan rakyat kita. mudah-mudahan pilkada sekarang ini mulai ada nilai-nilai pendidikan politik kepada masyarakat, karena untuk menentukan pilihan politik itu tidak gampang.

Calon Gubernur Jawa Barat, Mayjen TNI (Purn) Sudrajat

Apakah Anda akan menggunakan strategi mengusung isu politik identitas mengingat penduduk Jawa Barat ini 93 persen muslim?

Politik identitas sudah jelas, karena paling tidak saya orang Islam yang mencalonkan diri sebagai gubernur di wilayah yang mayoritas pemilihnya muslim. Dalam tagline visi kampanye saya mengatakan saya ingin membangun Jawa Barat yang modern, yang maju dengan ketakwaan, aman dan sejahtera. Ketakwaan itu sendiri di Jawa Barat pemimpin harus memuliakan agama. Nilai-nilai spiritual seutuhnya harus dibangun sesuai dengan bangunlah jiwanya, bangunlah raganya. Nah, pada saat bangunlah jiwa nya itu, spiritual keagamaan itu harus ada. Sehingga ini bisa menghindari kemaksiatan, kezhaliman, korupsi dan kelakuan-kelakuan yang tidak baik. Jadi, tagline keislaman itu why not? Tapi, saya tidak mengatakan, hai orang Islam kamu harus pilih saya, tidak seperti yang saya katakan tadi, 93 persen penduduk Jawa Barat itu orang Islam, sebagai 93 persen pemegang saham, wajar kalau masyarakat Jawa Barat itu meminta pemimpinnya itu orang Islam.

Kedua, apakah sentimen Islam ini akan dibawa ke pilkada? Saya ingin mengatakan, secara langsung atau pun tidak langsung sentimen ini akan terbawa, bukan dibawa. Apalagi pengusung saya itu partai Gerindra, PAN, dan PKS. Gerindra adalah partai nasionalis religius, PAN juga partai nasionalis religius, dan PKS partai religius dan nasionalis, ketiga pengusung saya ini, ditambah lagi PPP dan PBB, sudah jelas mereka sangat religius. Jadi kalau saya menggunakan isu-isu keislaman sangat wajar, wong pengusung partai saya adalah partai yang religius.

Justru kalau 93 persen itu masyarakat Jawa Barat itu orang Islam, menjadi salah kalau isu ketakwaan itu tidak dimunculkan di daerah yang 93 persen penduduknya bertakwa. Tetapi jangan diduga, jangan disangka bahwa saya nanti akan menggunakan tagline atau isu premodial dan SARA. Kalau premodial dan SARA itu berarti sudah masuk pada diskriminatif, tapi saya akan menunjukan bahwa Islam itu sebagai agama rahmatan lil alamin.

Anda katakan di awal mempunyai kedekatan dengan etnis China yang ada di Jawa Barat, apa tidak akan menjadi boomerang buat Anda nanti?

Saya katakan, Anda boleh benci atau tidak dengan China, tetapi saya katakan Anda tidak akan bisa hidup tanpa China. Masyarakat kita itu 5 persen orang China, apakah mau kita bunuhin semuanya? Kan tidak mungkin, mereka itu adalah saudara-saudara kita semua. Nah, bagaimana kita bisa menjadi bersatu. Ketika saya menjadi duta besar di China, banyak orang mengatakan, oh ini Pak Sudrajat bisa pro dengan China nih. Saya tidak mengatakan bahwa saya pro atau anti Cina. Andai kata saya dikatakan anti China, di dalam peperangan itu, kalau saya harus berperang ada istilah maka ketahuilah musuh mu, jadi kalau kita berperang dengan China, maka Sudrajat lah yang paling tahu yang mana musuh mu. Sebaliknya, kalau kita harus berkawan dengan China, Sudrajat lah yang paling mengetahui China. Jadi, bagi saya, itulah isu-isu sempit yang diutarakan untuk menjatuhkan para kontestan dengan cara yang tidak fair.

Jadi bagi saya, China adalah suatu keniscayaan, sudah suatu given. Dan kemajuan China sekarang dengan jumlah penduduk 1.4 miliar orang, dan menguasai teknologi, dan mempunyai kemampuan keuangan yang banyak itu sudah tidak bisa lagi dikesampingkan, dia akan kemana-mana di dunia ini. Untuk Indonesia Cuma satu, mau diambil kesempatan ini atau tidak? Maka hati-hati jika kita ingin mengambil kesempatan ini dengan China, maka ambilah kesempatan ini dengan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk bangsa Indonesia, dan jangan dibalik.

Jawa Barat itu di Pilpres 2014 menjadi lumbungnya Prabowo. Apa Anda terbebani dalam pertarungan Pilkada 2018 ini?

Oh justru tidak menjadi beban ya. Ya bebannya mungkin agar saya tidak over confident, karena Prabowo itu menang 63 persen di Jawa Barat (Pemilu 2014), PKS 10 tahun memimpin Jabar, itu jadi endorses saya iya. Tapi, saya tidak boleh over confident juga, saya tidak boleh ceroboh, tidak boleh lengah juga, dan jangan merasa jumawa juga dengan perolehan-perolehan itu. Justru dengan kondisi saya saat ini saya harus semakin rajin keliling, karena manusia itu kan selalu berubah, lingkungan strategis itu selalu berubah dia. Jadi saya kira saya masih harus terus berjuang, perjalanan saya masih jauh.

Secara peta politik sekarang ini dengan empat calon di Jawa Barat itu ada kemungkinan suara para kandidat lain itu kemungkinan besar pecah?

Ya masih harus tetap berjuang, jangan pernah anggap enteng mereka itu.

Target Anda berapa suara?

Untuk memenangkan Jawa Barat ini karena calonnya ada empat pasang, ya paling tidak 33-37 persen, di atas 33 persen cukup convertable lah ya. Tapi, susah juga karena ini akan ketat juga.

Kalau Anda nanti terpilih, ada strategi meningkatkan penghasilan masyarakat Jabar yang di beberapa wilayah masih di bawah rata-rata?

Begini memang masih banyak kantong-kantong yang tingkat kemiskinannya masih tinggi, terutama di wilayah Jawa Barat bagian timur. Sehingga perlu ada sentral-sentral produktif yang bisa menciptakan atau membuka lapangan kerja. Seperti begini, membangun kawasan industri, dulu itu Jawa Barat itu kan daerah industri di bangun di daerah bekasi, Cikarang dan kerawang, itu dibangun karena outletnya itu Tanjung Priok, tapi outlet Cirebon tidak pernah digarap, pelabuhan cirebon tidak pernah diberdayakan, padahal kalau outlet Cirebon itu diberdayakan itu akan membangun daerah sekitar Indramayu dan Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat sebelah timur itu akan ada lapangan kerja yang lebih.

Sekarang daerah-daerah yang bisa dikatakan tingkat kemiskinannya itu cukup tinggi itu kan antara Indramayu, Cirebon, Pantura, dan Kuningan. Sehingga di situlah dibutuhkan strategi besar dalam membangun sektor ekonomi, ada wilayah-wilayah produksi, wilayah-wilayah outlet, dan sentra-sentra atau zona-zona jalur logistik yang lain tetap berjalan.

Apakah Anda yakin akan memenangkan kontestasi di Jawa Barat nanti?

Iya, kalau di Jawa Barat itu memang agak unik. Kalau kita ingin sedikit flasback Pilkada 2008, ada Jenderal Agum Gumelar, ada juga incumbent Danny-Jenderal Iwan, ada juga Aher sama Dedi Yusuf. Ketika itu di luar dugaan semua orang, Aher dan Dedi Yusuf bisa memenangkan pertarungan di Jabar. Apa sebabnya? Apakah memang pemilih Jawa Barat pintar? Apakah mesin politik partainya bagus? Apakah memang orang Jawa Barat memilih karena keartisan Dede Yusuf? Semua tidak terjawab, yang terjawab adalah Dede Yusuf dan Aher menang. Jadi Jawa Barat itu sangat unik. Saya tanya dengan Pak Agum, Pak, kenapa bisa kalah, iya ini di luar prediksi, ibarat yang bertanding itu Barcelona melawan Manchester United, tapi yang menang Persib, he he he.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya