Pendaki Belia, Khansa Syahla

Saya Sudah 'Menaklukkan' 7 Gunung Tertinggi di Indonesia

Khansa Syahlaa, pendaki belia
Sumber :
  • Aulia Ibnu Sina

VIVA –  Kesan tentang aktivitas mendaki gunung yang selama ini memiliki citra dewasa dan maskulin langsung pupus  saat bertemu dengan Khansa Syahla Aliah. Anak perempuan bertubuh mungil, cenderung pendiam dan pemalu, dan baru berusia 12 tahun ini ternyata jawara mendaki. Di usia belia, ia sudah menaklukkan tujuh puncak gunung tertinggi di Indonesia atau 7 Summits Indonesia. 

Khansa, Bocah Cilik Pertama Penakluk 7 Puncak Tertinggi

Khansa, demikian anak yang masih bersekolah kelas enam SD ini biasa disapa, mulai melakukan pendakian serius sejak usia delapan tahun. Film “5 Cm” adalah film yang menggugah keinginan gadis kecil itu untuk mengeksplorasi indahnya Indonesia melalui ketinggian puncak gunung. Kesengsem pada film tersebut membuat Khansa berkali-kali menontonnya hingga ia mampu mengingat adegan atau dialog kunci dalam film tersebut.

Ketika menyampaikan niatnya mendaki gunung Semeru kepada orang tuanya,  sang ayah segera merespon. Aulia Ibnu, ayah Khansa adalah seorang yang sudah jatuh cinta pada aktifitas pendakian sejak remaja. Selama tiga bulan sebelum pendakian,  ia mengajak Khansa melalukan persiapan fisik. Besarnya keinginan mendaki Semeru membuat Khansa  melakukan semua aktivitas fisik dengan tekun dan tanpa mengeluh.  Dan ketika waktunya tiba ke Semeru, Khansa kecil seperti melepaskan kerinduan pada pemandangan alam yang ia lihat dalam film. “Di Semeru, Khansa berjalan dengan lancar seolah sudah sangat mengenal seluk beluk perjalanan dan jalur yang kami gunakan untuk mendaki,” cerita sang ayah. 

Khansa Syahlaa, Pendaki Berusia 10 Tahun Kembali Beraksi

Setelah mendaki Semeru, ia seperti ketagihan. Khansa rajin berselancar mencari tahu tentang gunung-gunung di seluruh Indonesia. Hingg akhirnya ia menemukan tulisan tentang 7 Summits Indonesia. Dan ia kembali menyampaikan pada sang ayah, keinginannya untuk menaklukkan 7 Summits Indonesia.  Keinginan Khansa diakomidir, Aulia Ibnu segera melakukan persiapan. Dalam dua tahun, keinginan Khansa terwujud. Tujuh puncak gunung tertinggi di Indonesia ia tundukkan. Akhir Desember lalu, Khansa menutup perjalanan 7 Summits Indonesia di gunung Leuser, Aceh. 

Perjalanan gadis kecil yang awal Mei ini akan menghadapi ujian nasional sangat menarik diceritakan. VIVA berkesempatan melakukan wawancara untuk menggali Khansa dan kecintaannya pada aktivitas pendakian pada Senin, 23 April 2018, di rumahnya di kawasan Cibubur. Ditemani sang ayah dan bunda, Khansa menceritakan awal kecintaannya pada pendakian, aktivitas yang ia jalani, dan apa mimpinya ke depan. Berikut petikannya:

Hebat, Usia 10 Tahun Sudah Daki 5 Puncak Tertinggi Indonesia

Bisa diceritakan bagaimana awalnya Khansa bisa tertarik dengan dunia pendakian?

Pertama kali saya naik gunung itu ketika saya berumur 5 tahun. Ketika itu saya diajak sama ayah untuk ke gunung Bromo.. Awalnya sih sempat takut-takut juga.  Apalagi di sana kedinginan, tapi setelah sampai puncak Bromo, saya sudah merasa enjoy lagi. Dari situ, ayah ngajak ke Gunung Rinjani. Tapi waktu ke Rinjani itu enggak sampai puncak, cuma sampai di Sembalun Lawang, jadi itu buat latihan doang. Karena melihat Rinjani itu puncaknya indah, jadi saya ingin kembali ke gunung itu. Nah, dari situ ayah makin suka mengajak ke air terjun, kemping ceria. Kemudian aku nonton film ‘5 Cm’ dan senang banget sama film itu.  Film itu menceritakan gunung Semeru.  Lalu aku bilang ke ayah, gunung Semeru itu bagus dan aku ingin ke sana. Ayah bilang boleh, tapi aku harus latihan dulu ke sana.  

Waktu itu kamu umur berapa?

Itu sekitar umur 8 tahun. Akhirnya aku latihan terus, dan Alhamdulillah sampai ke puncak Semeru. Setelah banyak mencari tahu tentang 7 Summits Indonesia melalui website-nya, ternyata  Semeru adalah salah satu gunung dengan puncak tertinggi di Indonesia. Selain Semeru, yang lainnya adalah gunung Latimojong Rante Mario, Bukit Raya, Kerinci, Cartenz, Binaiya, dan Rinjani. 

Waktu aku baca-baca di website itu, aku membayangkan kayaknya gunung Rante Mario itu bagus.  Terus aku cari tahu tentang Rante Mario, terus aku minta ke ayah untuk ke Rante Mario. Setelah Rante Mario, aku mengajak ayah ke gunung Kerinci. Nah, dari Kerinci baru aku bilang ke ayah kalau aku mau lanjutin program ke Seven Summit Indonesia lainnya.

Jadi kamu itu tertarik ingin naik gunung itu karena mencari tahu tentang gunung di Indonesia ?
Iyaa..

Nah, kamu itu tertarik naik gunung karena memang ayah yang mengajak kamu atau gimana?

Iya, memang ayah mempengaruhi banget sih. Karena yang membuat aku juga suka sama gunung itu karena ayah sering cerita ke aku, bagaimana serunya ketika dia naik gunung. Lalu ayah juga kasih lihat foto-foto di gunung. Kayaknya sih seru gitu, jadi aku juga tertarik dengan keindahannya, keseruannya, dan membuat aku tertarik untuk naik gunung.

Niat menjelajah Seven Summits itu dari kamu sendiri?
Iya, terus aku kasih tahu ayah. 

Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menjelajah Seven Summits itu?
Sekitar dua tahun empat bulan. Itu sudah total menjelajah semuanya. 

Selain Seven Summits, gunung mana lagi yang pernah kamu daki?
Banyak. Kalau totalnya sampai sekarang sudah ada 21 gunung yang sudah aku daki di seluruh Indonesia.

Apa kepuasan yang kamu dapatkan sehingga jadi suka naik gunung?
Puasnya itu ketika kita sudah sampai puncak kita bisa melihat Indonesia dari atas puncak gunung. Terus bisa berkenalan dan bermain dengan teman-teman baru di desa-desa di sana (yang disinggahi). Bisa tahu bahasa daerah sana juga, bisa lebih mengenal alam, itu sih yang membuat aku puas juga, karena seru juga gitu.

Serunya apa?
Serunya, misalnya kita ketemu sugai, air terjun, dari pada kita dengar musik-musik yang di sini, kebisingan di sini,
mending di sana, banyak suara kicauan burung juga.

Waktu Khanza program menyelesaikan Seven Summit selama dua tahun lebih itu, berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk latihan?
Iya, latihan rutin, sekitar empat kali  seminggu. Jadi kalau memang sudah dijadwalkan naik gunung, saya itu selalu latihan, karena itu harus.

Kalau latihan, apa yang dilakukan dan ke mana saja latihannya?
Latihannya biasanya itu ada latihan fisik. Lari, jogging, naik sepeda, berenang, dan masih banyak lagi sih. Kalau tempat latihan biasanya kalau latihan di rumah, kadang kalau Sabtu dan Minggu latihannya ke tempat Gym. Terus waktu ingin naik Cartenz itu aku latihannya di Mapala UI, kadang kalau Sabtu-Minggu diajak ayah latihan ke tebing, bisa tebing Ciampea, tebing Parang.

Khansa Syahlaa, Siswi kelas 5 SD berencana daki 7 puncak tertinggi Indonesia

Sejauh ini kamu sudah menaklukan 21 gunung, apa yang paling berkesan diantara 21 gunung yang kamu pernah daki selama ini?
Kalau yang paling berkesan itu di gunung Binaiya. Karena selama perjalanan enam hari di Bunaiya hujan terus menerus, jalannya jeblok, dan kaki aku sakit kena kutu air. Waktu itu sepatu aku lepas, dan  kaki aku aku ikat pakai kantong plastik gitu. Tapi yang asiknya di Binaiya itu hutannya. Hutan di sana itu kaya bukan di Indonesia kaya di film Snow White gitu.   Lebat banget, hutan lumut gitu. Aku suka.

Itu yang paling berkesan, kalau pengalaman yang paling mengerikan atau paling menakutkan ada? Di mana itu?
Ada, waktu itu di Gunung Bukit Raya. Gunung Bukit Raya itu memang terkenal banyak pacetnya, sebelum ke sana memang aku cari informasi tentang gunung Bukit Raya dari internet kan. jadi aku juga mempersiapkan diri juga untuk berhadapan dengan pacet-pacet itu. aku bilang waktu itu ama ayah, aku mau latihan dulu sebelum ke gunung yang banyak pacetnya, jadi biar gak terlalu takut pas ada di Bukit Raya. 

Akhirnya kita latihan di gunung Kencana. Walaupun pacetnya tak terlalu banyak, tapi aku harus latihan menghadapinya. Aku sempat jijik juga, tapi tetap saja latihan. Pacet diletakkan di tangan, kaki, sampai aku terbiasa.

Apa yang dialami setelah di Bukit Raya?
Pas ke Bukit Raya, setelah sekitar 7 jam perjalanan, turun dari perahu langsung dikerubutin sama pacet. Dan itu bukan dua sampai lima pacet lagi, tapi sampai 11, 15 pacet langsung nempel di mana saja. Aku kaget dan engga menyangka. Terus kita juga salah antisipasinya, karena kita gunakan baygon dan obat salep anti nyamuk terlalu banyak hingga iritasi. Akhirnya aku bilang ke ayah, aku ingin istirahat dulu sebelum melanjutkan ke atas, karena kakiku sakit banget. Setelah istirahat sehari, besoknya lanjutkan perjalanan.  Dan semakin ke atas itu ternyata semakin banyak pacetnya yang nempel di mana-mana, dan warnanya juga sudah aneh-aneh. Pacetnya ada yang warna merah, juga warna hijau.

Sempat terpikir untuk membatalkan?
Nggak sih, aku gak mau membatalkan. Aku cuma minta istirahat saja sama ayah.

Sempat nangis  waktu dikerubungi pacet?
Awalnya sih nggak nangis ya, karena kan sebelumnya aku udah tahu juga kalau di sana memang banyak pacet, dan aku udah sempat latihan juga. Tapi karena memang banyak banget, sampai semua kaki aku, tangan sampai masuk ke leher aku, di situ aku nangis dan minta istirahat sama ayah.

Kisah pacet itu jadi pengelaman Khanza yang paling mengerikan?
Kalau mengerikan sebenarnya nggak mengerikan sih, cuma yaa gitu deh... hehehehe

Aulia Ibnu mengaku sangat khawatir saat melihat ganasnya pacet di Bukit Raya dan kakinya iritasi karena salah pakai pembasmi serangga. Apalagi Khansa juga sempat menangis dan minta istirahat sehari. Sebagai ayah, ia mengaku sangat tak tega.  Akhirnya Ibnu memberanikan diri bertanya pada anaknya. Apakah Khansa mau menghentikan pendakian, atau berakhir di situ. Tapi Khansa memutuskan terus mendaki hingga ke puncak. “ Khanzanya malah justru semangat untuk melanjutkan perjalanan. Tapi kita sebagai ayah kan tetap saja was was kan, melihat kakinya melepuh apalagi kan,” ujarnya.

Pendaki Cilik Khansa Syahlaa Aliyah

Apa yang membuat Khansa ingin terus melanjukan? 
Iyaa, memang aku nangis sih, karena waktu itu kaki sakit karena melepuh itu. Tapi waktu itu memang sudah kepengen banget untuk sampai ke atas Bukit Raya, makanya aku ingin melanjutkan sampai atas.

Sempat kepikiran untuk nyerah di situ?
Kalau nyerah nggak sih, karena kan aku kan sudah kepengen banget sampai ke atas sana kan. Aku mikirnya tak mau sia-sia aja sih, karena kan sudah setengah perjalanan kan. jadi waktu itu aku hanya ingin istirahat dulu sehari, baru nanti dilanjutin lagi. Ayah beberapa kaloomenanyakan aja ke aku, masih sanggup melanjutkan atau nggak? Terus ayah juga bilang ya udah istirahat aja kalau Khanza memang ingin istirahat dulu.

Selain pengalaman di Bukit Raya yang mengerikan  di mana lagi pengalaman yang tak bisa Khansa lupakan?
Di Cartenz ya. Cartenz itu kan beda dengan gunung-gunung lainnya. Kalau gunung-gunung Seven Summit lainnya kan biasa aja tuh, tapi Cartenz ini kan benar-benar gunung teknikal, jadi selain mendaki juga ada bagian-bagian yang memang membutuhkan teknik pendakian, harus pakai tali segala macamnya kan. Di situ ada tebing sekitar 600 meter yang harus menggunakan tali,  itu kan lumayan panjang juga kan. Yang lurus itu ada satu tebing, lainnya itu ada yang 60 derajat, 70 derajat macam-macam sih kemiringannya. Cuaca di Carzten dingin banget dan barang bawaan juga berat. Hingga salah satu tim kami tak bila melanjutkan perjalanan ke atas karena pusing dan dingin. 

Ayah Khansa menambahkan, hal yang dikhawatirkan para pendaki adalah perubahan tekanan udara pada ketinggian 4200 mdpl. Saat itu rombongan mereka sudah berada di ketinggian 4200 mdpl. Salah seorang anggota tim menyerah karena merasa pusing. Ia akhirnya memutuskan turun. “Anehnya Khansa biasa saja dan tak merasakan pusing. Ia baru merasakan pusing justru ketika turun, dan itu terjadi esok harinya,” ujarnya menjelaskan.

Anak seusia kamu biasanya senang ke mal. Kamu gimana?
Aku memang engga suka ke mal.  Aku lebih suka kea lam bebas, karena di alam kita bermain dan belajar di sana kan. Di alam kita bisa berlatih kesabaran, kemandirian juga. Menurut aku itu gunung itu seperti tempat untuk pembentukan karakter aku. Jadi aku pakai gunung itu buat mengubah aku yang penakut jadi nggak penakut lagi, melatih emosi aku, melatih kesabaran.

Kamu punya teman bermain di rumah?
Ada kok. Saya juga suka main.

Siapa saja yang suka menemani Khansa naik gunung?
Ditemani ayah saja

Kamu tidak takut? Naik gunung kan bisa berujung maut?
Kalau takut sih pasti takut juga, tapi karena aku juga selalu berzikir dan meminta perlindungan sama Allah, jadi aku juga memberanikan diri juga. Dan takut itu juga penting sebenarnya kan, karena kalau kita tidak punya rasa takut sama sekali itu bahaya juga kan. Kalau tak ada rasa takut kita bisa lengah terhadap bahaya yang mengintai.

Pernah nemu atau lihat binatang buas, ular atau binatang lainnya di atas gunung? Kira-kira kalau ketemu kamu takut engga?
Alhamdulillah sih belum pernah. a pasti bakal takut sih... hehehe..

Pernah gak kamu merasakan kondisi dimana kamu lelah dan kecapekan ketika kamu naik gunung?
Waktu itu di gunung Cartenz yaa, karena waktu perjalanan naik itu, waktu itu di Teras Besar sebelum di dinding vertikal, itu di ketinggian sekitar 4600 MDPL, itu sudah dingin banget itu, di situ kita sudah kena hujan salju, tangan aku juga sudah merasa udah beku, dan pokoknya itu sudah lemes banget, udah kehabisan tenaga. Waktu itu aku udah merasa cape banget sih, udah mau nyerah juga tuh, tapi aku pikir-pikir lagi itu untuk selesai sampai di situ, terus aku memutuskan untuk terus lanjut sampai ke atas.

Apa yang membuat kamu melanjutkan perjalanan?
Karena waktu itu aku berfikir, aku sudah sampai di tengah perjalanan. Dan banyak teman-teman lain juga yang sudah mendukung aku, dan gunung itu memang sudah menjadi impian aku sudah dari dulu banget dan aku gak mau sia-siakan waktu itu. Apalagi medan pendakian di Carstenz berat. Ada yang melewati jembatan hanya tiga tali. Satu tali untuk diinjak, dan dua tali untuk berpegangan. Di bawah adalah jurang, dan jembatan berada di ketinggian 4400 mdpl. Anginnya besar dan kencang. Panjang jembatan 20 meter, saat berjalan di atas, jembatan terus bergoyang. 

Itu medan yang berat ya?
Ada lagi. Pas loncat dari satu tempat yang hanya muat dua kaki, ke tempat yang sama. Di bawahnya juga jurang.

Sejauh ini sudah 21 gunung yang pernah kamu daki, apakah ada yang pernah tak sampai puncak?
Belum pernah. Alhamdulillah sampai semua.

Apa  kepuasan yang kamu rasakan ketika kamu sampai di puncak?
Puas banget sih, gimana ya, yang dirasakan itu yaa kepuasan yang luar biasa. Alam semesta itu luas banget, dan aku kecil banget di tengah-tengah situ, terus bisa melihat hamparan awan yang keren banget, terus aku juga bisa taklukkan diri aku sendiri, itu sih kepuasan buat.

Apa yang membuat kamu punya target ingin “menaklukan” The Seven Summit?
Awalnya sih cuma iseng saja. Lihat Semeru yang pernah aku naikin, habis itu aku lihat gunung-gunung lainnya yang waktu itu menurut aku indah banget, waktu itu aku lihat Gunung Rante Mario, Gunung Kerinci, dan waktu itu aku cari tahu juga kan, Seven Summit itu apa sih, kan aku belum ngerti juga waktu itu, nah terus pas aku tahu bahwa itu adalah 7 gunung tertinggi yang ada di Indonesia, bahkan ada satu gunung itu yang masuk dalam daftar 7 gunung terkeren di dunia, aku jadi berpikir wah keren juga nih kalau aku ke sana semuanya. 

Khansa Syahlaa, pendaki cilik tujuh summits Indonesia

Bagaimana dengan sekolah, apakah aktifitas mendaki menganggu sekolah?
Nggak sih, aku naik gunung itu biasanya di hari libur. Ada satu gunung memang yang waktu itu aku harus izin dari sekolah, yaitu gunung Bukit Raya itu. Waktu itu aku malah dikasih libur empat hari  dari sekolah. Kepala sekolahnya juga mendukung banget sama aku, malah kepala sekolahnya malah minta aku naik gunung terus... hehehe. Kalau pun harus izin, selesai itu aku akan kejar mata pelajaran yang tertinggal. Jadi nilai aku tetap berada di atas KKM.

Apa yang kamu lakukan untuk mengatasi jika kamu sedang bosan ketika naik gunung?
Engga bosan sih. Tapi biasanya aku bawa mainan, squishy. Itu juga kadang aku bagikan pada warga sekitar sebelum naik gunung. Jadi biasanya ayah membawa barang-barang untuk dibagikan. Ada squishy, buku, jilbab, atau mainan lain. 

Motivasi Khansa untuk mendaki gunung tak lepas dari dukungan besar yang diberikan kedua orang tuanya. Kepada VIVA, Aulia Ibnu mengaku tak sedang menciptakan seorang pendaki. Sebab, awalnya ia hanya ingin mengenalkan dan menumbuhkan rasa cinta pada alam kepada anak-anaknya dan membentuk karakter mereka melalui aktivitas di alam terbuka. Tapi ternyata Khansa melebihi ekspektasinya. Saat ini ia melihat Khansa sudah memiliki mental pendaki, yaitu tabah, sabar, dan kuat. Dan salah satu dampak besar yang paling terlihat adalah keberanian Khansa untuk menghadapi masalah.  “Jadi, sekarang kalau ia lupa berpakaian seragam sesuai ketentuan, misalnya sudah terlanjur memakai seragam salah, maka ia tetap datang ke sekolah. Ia sudah berani menghadapi masalah dan tak pernah merengek-rengek. Itu perubahan besar yang terjadi pada Khansa sejak ia rutin mendaki gunung,” ujarnya.

Sejak mulai ketagihan mendaki, yaitu mulai usia delapan tahun hingga saat ini, sudah 21 gunung di Indonesia yang dinaiki Khansa hingga ke puncak. Ibnu juga mengatakan, saat ini Khansa sudah minta dibuatkan program menaklukkan 7 Summits Indonesia tapi menggunakan jalur pendakaian terpanjang. Rencananya, program itu akan dijalankan mulai 10 Mei mendatang. Dan Aulia Ibnu sudah berjanji, akan memberikan dukungan penuh pada anak perempuannya itu. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya