Pasar Digital Payment RI Masih 1 Persen

- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Era teknologi digital telah memberikan alternatif baru di dalam transaksi pembayaran.
Bank Indonesia mencatat, jika dahulu masyarakat hanya mengenal transaksi pembayaran menggunakan kartu debit atau anjungan tunai mandiri (ATM) dan kredit, kini model transaksi pembayaran bisa dilakukan melalui uang elektronik, mobile phone, dan QR Code.
Sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara pada 2020, transformasi menuju ekonomi digital telah menjadi fokus dan topik hangat dalam berbagai diskusi publik.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan McKinsey, kehadiran uang tunai dinilai sangat mahal, yang menyumbang 1,5 persen produk domestik bruto atau PDB ekonomi Indonesia, dan mengatasi pemborosan dalam ekonomi ini menjadi sebuah tantangan yang besar.
Hal ini membuat PT Visionet Internasional, melalui OVO, terjun di industri pembayaran digital Tanah Air. Menurut Direktur Utama OVO, Adrian Suherman, platform pembayaran nontunai ini punya strategi bisnis yang unik dalam lanskap keuangan di Indonesia.
Tidak hanya bergerak sendiri, OVO memiliki pendekatan inklusif untuk mencapai ekosistem nontunai melalui kerja sama dengan berbagai mitra yang secara aktif berkontribusi dalam mempercepat transformasi ekonomi digital.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, platform yang dimiliki Lippo Group tersebut terus berupaya meningkatkan kualitas teknologinya untuk mendigitalisasi dan memperbarui arah bisnisnya.
Apalagi, founder dan Chairman Lippo Group, Mochtar Riady, sudah memberi sinyal melirik teknologi Blockchain untuk mempercepat transformasi digital seluruh bisnis anak perusahaannya.
Untuk mengetahui bagaimana platform dan perkembangan OVO ini, berikut petikan wawancara VIVA dengan Adrian Suherman di kantornya, bilangan Setiabudi, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Bisa dijelaskan misi berdirinya OVO?