Di Amerika, Penyebab Hillary Clinton Kalah Itu Hoax

- VIVA/M Ali Wafa
Perubahan seperti apa yang Anda harapkan?
Pertama caleg harus memosisikan diri sebagai caleg diaspora. Artinya, dia tidak mungkin menang kalau tidak ada dukungan dari diaspora. Kedua, begitu terpilih dia harus memperjuangkan kepentingan diaspora. Apa itu? Terserah, dia harus tanya ke teman-teman diaspora, apakah itu isu soal budaya, generasi kedua, kuliner, apapun itu, termasuk masalah Dwi Kewarganegaraan.
Ketiga, kalau dia sudah terpilih dan diperjuangkan, dia harus akuntabel. Jadi nanti setelah empat tahun dia harus menjelaskan, apa saja yang sudah dia perjuangkan untuk kepentingan diaspora. Nah, hal-hal yang seperti ini yang selama ini terlewat. Wakil yang duduk tidak merasa utang apa-apa terhadap diaspora. Dan tidak merasa dia harus memperjuangkan diaspora.Â
Contohnya seperti apa?
Ini salah satu contoh ya, Dwi Kewarganegaraan. Dwi Kewarganegaraan itu kalau saya keliling ke Australia, Amerika, ke Eropa, itu isu nomor satu. Saya mau ngomong yang lain, mereka selalu menanyakan, Pak Dwi Kewarganegaraan ini gimana? Ironisnya, selama bertahun-tahun tidak ada satu pun anggota DPR yang berani menyentuh isu itu.
Nah, sekarang ini kita ubah. Jadi kalau caleg yang mau masuk ke sini, dia harus menjawab pertanyaan wajib dari diaspora. Mungkin posisi caleg ketika ditanyakan bisa jawab YES atau NO, tapi jelas. Dan teman-teman diaspora juga tahu caleg-caleg siapa yang mau jawab pertanyaan mereka, siapa yang memahami isu yang berkaitan dengan mereka. Dan secara mengejutkan, cukup banyak yang bilang YES. Dan pertama kalinya ada caleg yang mendukung isu Dwi Kewarganegaraan.
Kenapa isu Dwi Kewarganegaraan cenderung tidak dibawa oleh wakil rakyat di DPR?
Karena sensitif. Ada persepsi kalau mendukung isu itu, tidak nasionalis.
Padahal itu isu yang urgent bagi diaspora?
Iya, bagi diaspora itu nomor satu, terutama untuk diaspora yang dominan tinggal di negara barat. Â Tapi mungkin bagi TKI di Malaysia itu lain isunya.
Apakah mereka (diaspora) tak mencari tahu sendiri tentang para caleg?
Kalau diaspora tahu, misalnya caleg A itu adalah salah satu caleg yang akan dia pilih, baru dia akan mencari tahu  tentang caleg A. Tapi kalau dia tidak tahu, dia tidak akan mencari tahu. Makanya dengan adanya platform seperti ini dapat membantu diaspora untuk lebih mengenal calon wakilnya di parlemen. Dan ini juga dapat membantu para caleg untuk sosialisasi kepada diaspora. Apalagi platform ini adalah satu-satunya website platform caleg yang ada selama ini.
Atau minimnya informasi tentang caleg jadi penyebab minimnya partisipasi diaspora dalam memilih?
Iya, kira-kira begitu. Karena memang banyak sekali diaspora yang tidak memiliki pengetahuan atau informasi tentang caleg-caleg yang ada. Tapi saya berharap ke depan ini bisa meningkatkan partisipasi pemilih di luar negeri. Karena dari sekarang kita sudah mulai pancing pandangan caleg juga dengan pertanyaan-pertanyaan, siapa (caleg) yang punya pandangan tentang Dwi Kewarganegaraan. Itu saja orang sudah mulai mencari tahu tuh.
Apa bukan karena apatisme politik hingga partisipasi mereka rendah?
Ada juga sih memang. Tapi kalau kita lihat dari pengalaman 2014, itu cukup seru juga. Terutama Pilpres. Kalau Pileg memang enggak terlalu begitu juga ya.
Jika diinventarisasi, apa saja yang menyebabkan partisipasi diaspora sangat rendah?
Sosialisasi terkait pemilu, kemudian pandangan atau latar belakang caleg, terus apatisme itu tadi, terus juga karena kesibukan mereka sendiri.
Atau mungkin merasa merasa ada jarak dengan urusan dalam negeri?