Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya

Jangan Hina TVRI

Helmy Yahya
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Helmy Yahya resmi diangkat menjadi Direktur Utama TVRI untuk periode 2017-2022. Presenter kondang tersebut sedikit demi sedikit membenahi Lembaga Penyiaran Publik yang nyaris karam tersebut. Dengan anggaran yang sangat terbatas, pria ramah ini membuat sejumlah terobosan guna memperbaiki televisi ‘pelat merah’ ini. 

Misi Pemerintah Lewat Transformasi Digital Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2% di 2024

Kepada VIVAnews, Raja Kuis ini mengaku sempat mundur dari proses seleksi. Pasalnya, sejumlah rumah produksi besutannya sedang naik daun. Sementara, TVRI penuh dengan persoalan. Mulai dari buruknya laporan keuangan, manajemen hingga kualitas produksi dan siaran. Namun, akhirnya ia memilih untuk mengabdi di TVRI. “Call country,” ujarnya saat ditanya mengapa akhirnya mau memimpin TVRI.

Di tangannya, TVRI mampu menunjukkan taji. Laporan keuangan mereka mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) setelah bertahun-tahun mendapat status disclaimer oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Rating TVRI menurut Nielsen juga terus merangkak naik. Dan yang mengejutkan, televisi yang berdiri pada 1962 ini mendapatkan hak siar Liga Inggris

Swiss German University Dukung Revolusi Industri 4.0 di Indonesia!

Demikian petikan wawancara ayah empat anak ini dengan VIVAnews. Wawancara dilakukan di ruang kerjanya di Gedung TVRI, Jakarta Pusat.

Apa yang membuat Anda tertarik mengurus lembaga yang sudah nyaris karam?

Ekonomi Digital di ASEAN Meningkat, HSBC Luncurkan Growth Fund Rp15,8 Triliun

Mungkin country call akhirnya. Karena dari awal saya tidak pernah mau. Saya pernah mendapatkan tawaran untuk membenahi TVRI itu puluhan tahun yang lalu. 

Kenapa Anda tidak mau?

Karena tahu persoalannya semua. Masa sebuah lembaga kreatif kok pegawainya PNS.

Kenapa Anda akhirnya bersedia ikut seleksi?

Saya diminta. Saya diundang disuruh ngikut oleh seseorang yang tidak usah saya sebutkan namanya. Ada seorang pejabat yang tidak perlu saya sebut namanya ngomong udah kamu bantu, nanti saya bantu. Ya udahlah, akhirnya saya iseng. Sebenarnya waktu itu saya dapat dua tawaran jadi CEO, satu megang ini (baca:TVRI), satu megang perusahaan yang ada hubungannya juga dengan industri kreatif. Saya iseng, saya ikut deh. Saya sebenarnya mau yang satu lagi, yang lebih kecil dari ini dan saya senang di situ  ada unsur hiburan, ada unsur-unsur industri kreatif yang saya paham betul.

Bagaimana proses seleksinya?

Seleksi di TVRI empat bulan. Jadwal saya berantakan semua. Jadwal MC, seminar. Seleksinya berat sekali, psikotes, tes kesehatan, test TOEFL. Ada yang bilang kayak mau cari apa saja. Gaji belum ketahuan. Akhirnya saya mundur. 

Kenapa?

Udah enggak kuat. Udah berat, prosesnya lama banget. Kerjaan saya berantakan. Padahal perusahaan saya lagi bagus-bagusnya di luar sana. Saya mundur. Sampai ada satu orang ngomong, minta saya pegang TVRI. Dia bilang, Mas Helmi, inget enggak, Anda kan udah banyak dapat dari dunia televisi. Televisi yang membuat saya populer. Umur udah 54 saya waktu itu. Eggak ada kepikiran waktunya untuk berbagi? Saya pikir benar juga ini orang. Saya ngomong sama istri  dan anak dan mereka mendukung.

Apa yang akhirnya membuat Anda balik lagi?

Secara ekonomi saya sudah mapan. Saya sudah nyaris ‘enggak kerja’. Perusahaan saya udah jalan. Yang mimpin menantu saya. Saya cuma presentasi, finishing, ikut bantu jualan. Saya kadang masuk kadang enggak. 6 tahun saya begitu. Lama-lama bosan juga. Lama-lama ada juga kerinduan, kadang-kadang kok enggak ada gunanya ya hidup saya. Akhirnya saya lanjut lagi.

Dan Anda terpilih?

Iya. Saya terpilih.  29 November 2017, saya dilantik dan saya kaget.

Kenapa?

Barangkali pelantikan yang demikian banyak dibicarakan orang, disambut orang, semua media yang merupakan saingan TVRI saja dalam tanda kutip itu memuat. Papan ucapan selamat berderet. Pejabat-pejabat Pak Ishadi datang, Pak Brata dari Australia datang, Pak Hendropriyono datang, support. Jadi ada semacam kegairahan bahwa eh ini adalah TV publik. Ada kerinduan buat TV publik itu harus dihidupkan kembali.

Saat Anda dilantik, bagaimana kondisi TVRI?

Beuh, lebih parah dari yang saya bayangkan. Saya tahu ini TV banyak persoalan. Ya, tiga kali disclaimer. Saya kan akuntan. Jadi sebuah institusi lembaga, kalau mendapatkan opini dari akuntan disclaimer, itu kan tidak bisa dipercaya, tidak dipercaya mengelola keuangan, tidak dipercaya mengelola aset, enggak amanah gitu. Sementara sebuah lembaga itu kan harus kerja sama, enggak bisa jalan sendiri, perlu pihak ketiga. 

Lalu apa yang Anda lakukan?

Jadi PR saya yang paling besar itu adalah membereskan keuangan, nomor 2 SDM. Orang tidak banyak tahu 4800 karyawan TVRI itu 79% adalah PNS, sisanya semi PNS. Terus 72% itu di atas usia 40 tahun. Halo ini industri kreatif loh. Saya harus bersaing dengan NET, bersaing dengan Kompas, dengan Metro TV dengan tvOne yang didominasi oleh anak-anak muda. 

Ini bukan universitas, bukan rumah sakit, yang kalau karyawannya tua-tua keren. Dan mereka PNS di sini, pegawai di sini bukan orang-orang yang terbiasa untuk kompetitif. Mereka itu orientasinya cuma produksi. Yang penting ini anggaran produksinya misalnya produksinya sinetron, sudah selesai. Enggak ada itu kepikiran apakah itu akan ditonton orang, apakah share-nya bagus. 

Saya sudah menciptakan lebih dari 200 karya televisi. Alhamdulillah ratingnya bagus-bagus. Dan saya memenangkan 18 Panasonic Awards. Karena kita sebelum meng-create sebuah program, kita pikirin tuh, kita riset, apa yang sedang menjadi tren. Apa yang disenangi orang. Apa yang tidak mereka senangi. Programnya seperti apa. Host-nya sebaiknya siapa. Supaya orientasinya ditonton-ditonton. Laku, dibeli oleh swasta. Di sini kan tidak. Orientasinya yang penting kelar, selesai.

Menurut Anda bagaimana kualitas produksi TVRI saat itu?

Sewaktu menjadi dirut pertama kali saya stres. Saya nonton tuh acara TV, ada acara kuliner, lalernya seliweran, dibiarin. Dibiarin oleh kepala stasiun. Saya telepon kepala stasiunnya, ‘hei pak kepsta, itu, kau lihat layar, itu pasti kau tak tonton. Itu laler kalau dibiarkan 2 menit lagi bisa masak atau dia jadi masakan’. Sebegitu mereka tidak peduli. Ngundang narasumber. Kalau kita di swasta, kau undang narasumber yang membuat ratingmu menjadi naik. Bukan yang membuat itu narasumber menjadi populer gara-gara kita punya program. Di sini tidak ada. Tidak terbiasa dengan rating Nielsen share itu, engga terbiasa. Orientasinya, yang penting kelar, yang penting kelar, yang penting kelar.

Kan TVRI televisi publik? 

Enggak bisa. Emang kalau kita TV publik, orang lantas kasihan? Begitu di layar itu sama. Mau TV publik, mau TV swasta, itu sama. Ya konten, content is the king. 

Tapi konten TVRI sekarang sudah lumayan?

Itu enggak gampang. Butuh waktu berbulan-bulan. Saya belajar dari Ignatius Jonan. 

Kenapa belajar dari Jonan?

Karena ia berhasil mentransformasikan KAI. Dulu enggak ada orang yang bisa mengusir orang duduk di gerbong, mau diapain juga, kasih paku orang kita kan lebih dari cerita 1001 malam, paku didudukin, dikasih listrik di atas, yang masang listrik ketakutan, kalau mati gimana. Pak Jonan dengan caranya berhasil. Saya datang ke dia, saya bilang Pak Jonan saya belajar dong. Bagaimana Anda bisa mentransformasi KAI. Saya diundang tuh, dia nge-coach orang-orang SDM.

Hasilnya?

Saya bisa mentransformasi lembaga dengan 4800 karyawan, PNS, dengan gaji yang sangat kecil, anggaran yang sangat tidak memadai. TVRI bisa saya ubah, dari juru kunci sekarang kita udah di tengah, nomor 9, 10, 11, nomor 12. Dan layar kita udah enggak bisa dibedakan dengan swasta.

Perubahan radikal apa yang Anda lakukan?

Nah itu yang saya pelajari, leader has to be seen. Bahwa pemimpin harus terlihat. Saya baru hari ini kali saya pakai dasi. Saya biasanya pakai jeans, pakai sepatu kets. Saya harus dekat dengan mereka. Saya ajarin, gini loh caranya bikin proposal. Begini mengundang narasumber. Artis saya telepon sendiri. Begini loh cara nawar, begini lho cara nyusun, begini lho cara kamera itu bekerja. Saya cek semua, kita bergerak bersama.

Bagaimana dengan jajaran direksi?

Kebetulan, kami direksi berenam sangat solid. Jadi keberhasilan TVRI sekarang karena direksinya sangat solid. Saya betul-betul mendapatkan mandat dari mereka untuk nge-lead. Untuk kebersamaan, kami sering jalan sama-sama, ngopi sama-sama termasuk dengan keluarga. Padahal kami hidup prihatin karena gaji sangat kecil. Sedih saya. Direksi saya ada yang jual tanah, ada yang jual mobil.

Kenapa?

Karena kami bertahan. Kami harus menjaga integritas. Kami sedang membersihkan TVRI maka tangan kami juga harus bersih. Kami tidak boleh bermain dengan uang satu rupiah pun. Gaji kami sangat kecil, kalah sama lurah DKI.

Masa sih?

Iya dan dengan beban pekerjaan yang demikian berat. Dan saya memimpin PNS loh. Dan PNS itu sulit banget. Bikin salah enggak bisa kita pecat bos, mau diapain coba. Udah jelas gitu, paling kita tegur. Kalau parah betul paling banter kita pindahin.

Bagaimana Anda mengelola mereka?

Kita bina, kita mencari komposisi yang terbaik, kita turun langsung, kita kasih tahu. Jadi leader has to be seen itu, tidak lagi memberikan kesempatan kepada pemimpin yang omdo gitu, yang ngomong doang, yang tidak memberikan contoh. Saya turun langsung.

Anda lihat sekarang. Pernah ke TVRI sebelum saya? Waduh, kumuh, sekarang kita punya kafe yang sangat keren, punya taman selfie, sebentar lagi mural semua.  Begitu kita melakukannya, mereka nyontoh. Sampai ke stasiun-stasiun daerah, kita punya 29 stasiun bergerak sekarang dengan energi yang sama, mereka melihat contoh. Orang kita kan copy paste-nya gampang banget. Apalagi setelah kita re-branding, setelah kita mengganti logo, yang bukan cuma logo doang diganti. Saya tahu, saya sedang melakukan sebuah transformasi, sebuah change, quick win itu penting, membuat satu kemenangan-kemenangan kecil yang harus kita celebrate. 

Bagaimana dengan laporan keuangan?

Kita sudah WTP dari 3 kali disclaimer berturut-turut. Untuk pertama kali TVRI WTP. Dan kalau enggak salah tidak pernah ada sebuah institusi yang dari 3 kali disclaimer berturut-turut bisa langsung WTP. Dalam 2 tahun kita udah bisa WTP. Itu ga gampang.

Jadi poinnya adalah contoh dan keteladanan?

Ya. Jadi, apa yang ingin saya sampaikan, kita terus-menerus itu, kita melakukan mencontohkan dari apa yang kita lakukan. Ini lho seharusnya kita lakukan, dan kita contoh, kita kawal, enggak boleh meleng, sampai toilet saja saya cek. Termasuk di lobi itu komplain, bau pesing, lobi itu sebelum saya datang ke sini, waduh, gelap, sopir-sopir enggak pakai baju main pingpong, itu kan beranda muka. Enggak, saya enggak mau. Sekarang kan saya taruh lukisan, saya taruh LED. Nanti ada kubikel-kubikel gitu ya kayak working space. Anda datang bulan depan kita udah berubah lagi.

Itu hasil re-branding yang Anda melakukan?

Iya. Jadi re-branding kita membuat energi yang sangat positif. Dulu mencari reporter TVRI itu paling gampang kalau liputan. Cari aja yang kameranya paling jelek, sama seragamnya paling lusuh. Saya bilang enggak, saya harus ganti. Seragamnya minimal harus lebih bagus dari VIVAnews. Kita ganti seragamnya. Saya dengar itu udah 4 tahun eggak diganti, dulu biru itu. Sekarang saya ganti jadi hitam. Kenapa hitam? Pokoknya keren. Terus apalagi ganti logo, beuh...keren. Sekarang bangga. Begitu seragam dibagikan, mereka foto, teriak, woi TVRI. Sangat patriotik. Small thing, cuma seragam doang. Di medsos logo kita dipuji, modern, simpel, kuat.

Bagaimana dengan program?

Kita sekarang udah kerja sama dengan Discovery. Proposal kita untuk membuat dokumentari di Asia menang. Dan kita sekarang banyak sekali membuat join production. Dari China Media grup akan menawarkan join production akan membuat dokumentari. Dan tidak kalah dengan Kompas TV, dengan NET, jadi kita udah kuat banget. Dan orangnya itu aja, kemudian yang daerah ngikutin. Kita punya acara Jelajah Kopi, Pesona Indonesia. Menggambarkan kehebatan, keindahan kuliner, natural beauty dari seluruh Indonesia. Enggak ada TVswasta yang bisa mengalahkan kami. Kami punya 29 stasiun produksi, semua udah punya drone.

Apa yang membuat Anda bisa membuat lompatan?

Anak-anak muda bangkit, yang kemarn ada muda itu dikit jumlahnya, ada, hebat, ketutup, karena senior-seniornya yang saya disebut kolonial itu, tidak memberikan kesempatan untuk mereka. Kami panggil sini kami ajar, dan kami berikan penghargaan. Kita punya kompetisi internal namanya Gatra Kencana. Mereka membuat dokumenter, ada Pesona Indonesia, Inspirasi Indonesia, ada lagi acara anak Indonesia. Tiga itu kami nilai, wah berkompetisinya luar biasa. Dulu enggak segitunya, ini lebih hebat lagi yang menang kami kasih hadiah. Kepala stasiun saya kirim ke luar negeri, anggarannya kami tambah. Yang tidak performa anggarannya dikurangi. Jadi harus ada reward dan punishment. Sekarang energi bergerak luar biasa, tahu enggak yang jagonya sekarang stasiun-stasiun kecil, seperti Sulbar, Nusa Tenggara Barat, itu keren-keren. Kalimantan Barat, Sumatera Barat.

Bagaimana dengan anggaran?

Anggaran saya tidak sampai Rp1 triliun dan itu habis untuk bayar pegawai yang jumlahnya 4800, kantor yang harus dibiayai kan 31, 29 stasiun daerah, kantor pusat, ditambah satu studio alam di Depok. Anggaran program yang dipegang oleh direktur program itu cuma 100 miliar lebih dikit. Ya Anda tahu, itu kan setahun. Itu kan sama dengan 2 minggu di TV swasta. 

Lalu bagaimana Anda menyiasati kondisi tersebut? 

We don't give up. Orang bilang kalau duit dikit harus pintar, harus muter otak. Saya mengandalkan network. Akhirnya saya banyak ke luar negeri, karena 10 tahun saya dengar, TVRI itu tidak aktif di pergaulan internasional. Padahal TVRI itu pendiri Asia Pacific Broadcasting (ABU). Begitu saya kembali Dewan Pengawas kami minta kita menjadi world class broadcaster. Ya udah, saya hadir. Ingat betul, Maret tahun 2018 saya hadir di konferensi ABU RAI, Rai itu TV publiknya Itali. Saya hadir saya speech. Orang tepuk tangan.

Dan sejak itu saya hampir tiap bulan mendapatkan undangan untuk bicara di luar negeri. Kesempatan itu saya gunakan untuk lobi. Hasilnya pertukaran program. Kalau dilihat TVRI banyak sekali program gratis. Kami punya 4 program animasi, kartun, itu kuat-kuat, semuanya gratis. Pertukaran program, kami kasih itu Jelajah Kopi, itu dokumenter kami mereka senang banget. Kami kasih Pesona Indonesia, mereka kasih yang gratis-gratis. Saya sempet dapat drama dari Tiongkok. Kemarin saya meeting dengan CBS Korea dan saya kan dapat drama Korea. Akan dapat drama Turki. 

Selain program?

Saya dapat kesempatan capacity building, untuk mendidik karyawan kami, gratis semua dibayarin. Ini TV Iran akan ngajak kerja sama. Setelah Hollywood barangkali negara yang paling maju industri televisinya adalah Iran. Jadi saya diundang kemana-mana, disuruh sharing, kadang-kadang ditanggung biayanya, dan dapat banyak sekali tuh.

Bagaimana ceritanya TVRI mendapat hak siar Liga Inggris?

Ya, network yang pertama. Pertemanan. Ada satu hal yang dulu orang selalu tutupin kehebatan TVRI, yakni jangkauan yang luas. Kami punya 360 pemancar, tv swasta paling 60 ke bawah. Ada 4 kanal digital, tv swasta belum punya. Ini yang sekarang kami promosikan. 

Bagaimana dengan televisi swasta?

Kalau tv swasta kan bersaing habis-habisan di kota besar terutama 11 kota rating, saya bilang, memang Indonesia itu hanya 11 kota rating? Program-program pemerintah atau perusahaan apapun yang memerlukan seluruh indonesia, hanya TVRI pilihannya, no other choice. TVRI bisa dilihat di pulau Rote, di Nunukan, apa yang lain peduli? Di Bawean, Kangean.

Televisi publik itu tidak perlu bersaing di iklan-iklan, tapi dari mana. Di seluruh dunia, tv publik itu dapatnya dari iuran. NHK mengutip iuran sekitar Rp100.000 satu bulan per household. BBC juga begitu. Tahu NHK satu tahun mengelola dana berapa? Sekitar Rp88 triliun, TVRI enggak sampai Rp1 triliun.

Apa yang membuat TVRI mendapatkan hak siar Liga Inggris? 

Dulu saya becanda. Kita kan dapat Copa Itali, dapat EFL, liga duanya. Kita becanda, wah lu doain aja kita dapat Liga Inggris. Kadang kita ngomong ngaco tuh kaya doa, Tuhan mendengar juga. Tahu-tahu kita di-approach. Mereka pemegang hak siar liga Inggris yang dilihat adalah reach kita. TV swasta kan 50-60 juta, kita 160 juta. If they need reach, TVRI. Nomor dua TVRI itu sangat patuh terhadap aturan. Kalau kita FTA, Free to Air, hanya boleh ditonton melalui antena tidak bisa ditonton oleh yang melalui yang berbayar. Tidak bisa ditonton oleh orang yang pakai parabola, pasti diacak. 

Kenapa?

Karena kami memang hanya diberi right untuk FTA, free to air, pakai antena baik yang analog maupun digital. Saya tahu banyak yang complain. Wah ini pakai uang APBN, media pemersatu bangsa apa memecah belah. Karena we have to comply. Dan itulah yang dilihat orang selamanya ini. TVRI itu tidak profit oriented, kita kan TV yang dibiayai oleh APBN. Jadi kita tidak menghitung untung rugi, semua penghasilan penerimaan iklan pun kita setorkan ke kas negara. Jadi jangan dinilai dari untung-rugi. Wah itu untung berapa, enggak ada, kita enggak ngomong untung rugi. Kami menjalankan fungsi kepublikan. Sayangnya anggaran yang dititipkan kepada kami masih sangat kecil.

Bagaimana TVRI menghadapi era digital?

Kita sangat siap. Saya tahu teman-teman di TV lain pada galau gitu, karena penerimaan iklan mulai shifting ke digital, ya karena mereka menghitung untung rugi. Kita kan enggak ngitung untung rugi. Yang penting menjalankan fungsi kepublikan. Kita tahu banget its take time. Karena untuk supaya semuanya orang menonton melalui OTT itu, VOD, whatever its take time. Ya karena mungkin internet belum merata, nomor dua enggak semua orang punya duit untuk beli pulsa, its take time. 

Artinya Anda siap?

Kita sangat siap. Kami dari tahun 2009 sudah siaran digital. Sebenarnya digitalisasi kita terlambat. 90% negara di dunia sudah digital, kita masih analog. Dan TVRI sudah bersiaran analog dan digital. 2020 kita pernah komit untuk melakukan apa yang disebut dengan analog switch off.  Kita sekarang udah punya hampir 70 pemancar digital. Swasta pemancarnya analognya enggak sampai segitu. Kami digital doang tuh dan sedang akan ditambah terus. Target kita akan menjadi 117, target kita akan 360 pemancar kita akan digital semua. Dan kita akan menjadi operator multiplexing. Makanya jangan hina TV.

Bagaimana dengan selera penonton yang berubah?

Wah itu mah saya tunggu banget. Kita sekarang lagi mempersiapkan tambahan infrastruktur, mempersiapkan SDM. Sekarang sebenarnya sudah shifting. Bukan cuma milenial, kolonial pun sekarang trennya udah nonton youtube. Orang sibuk enggak punya waktu lagi.

Apa yang sudah Anda siapkan?

TVRI itu punya warisan yang luar biasa. Kami punya dokumenter, dokumentasi, library dari tahun 1962. Tinggal digitalisasi saja dimasukkan di youtube. Jadi sekarang tinggal digitalisasi, dicacah-cacah, sekarang orang kan nonton 7 menitan, masukkan di youtube kelar kan. Kita tinggal monetizing. Itu sedang kita siapkan. Jadi kita itu bergairah betul, maka saya bilang jangan hina TVRI.

Sekarang kita miskin. Ingat kalau kita udah mulai kaya, saya akan ingat siapa yang menghina dulu. Atau siapa dulu yang membantu saya saat miskin. Jadi ini apa ya, yang menjadi kegairahan, serius lah, walaupun gajinya kecil.

TVRI kan LPP. Bagaimana mengakalinya agar bisa membuat konten kreatif yang menghibur? 

Ini kan masalah orientasi. Kami kan tidak terbebani harus laku atau rating tinggi. Kami ada anggaran dari APBN bagaimana membuat efisien, yang membuat manfaat sebanyak mungkin. Kan, cuma kami yang punya acara lengkap sekali. Ada Ayo Menyanyi, Ayo Mengaji, Ayo Menggambar. Bahkan ada kuis-kuis ilmu pengetahuan dan acara-acara budaya.

Bagaimana menggabungkan antara kreatifitas dengan mandat negara?

Ya walaupun kami membuat sebuah barang kreatif, kreatifnya harus membuat tontonan yang juga menjadi tuntunan. Jadi kalau kami bikin drama ya yang inspiring yang ada value-nya. Edukasinya harus penting, budaya. Dan TVRI sangat ramah anak. Jadi kalau sampeyan punya anak gitu harus hati-hati menonton tv swasta, kalo di TVRI aman banget, kita jagain. 

Selain itu?

Kita tidak membuat hoaks, kita tidak membuat fakenews, tiap kali ada yang viral kita cek dulu, gitu. Kalau tidak terlalu bermanfaat ya ngapain juga dimuat. Jadi negeri ini memerlukan informasi - informasi yang akurat, yang tidak memecah belah.

Bagaimana independensi TVRI?

Kita kan dicurigai dong selama pemilihan. Apalagi incumbent-nya ikut berpartisipasi. Apalagi dibiayai oleh APBN. Kita tetap netral. Visi misi kita kan menjadikan lembaga penyiaran publik yang netral, independen, imparsial. Kita tidak boleh memihak, kita lakukan dengan selamat. Jadi selama Pemilu kemarin ya kita netral. 

Tapi TVRI rajin memberitakan program dan keberhasilan pemerintah?

Menginformasikan tentang program pemerintah, itu adalah kewajiban kita. Karena masyarakat harus tahu. Kayak Kartu Pintar, kartu apa gitu, orang-orang kampung dikasih kartu, pegang ATM aja belum pernah. Itu edukasi, sosialisasi melalui TVRI. Siapapun pemerintahnya kita harus informasikan. Tapi kita juga kritis terhadap pemerintah. Jadi kami betul-betul netral, imparsial.

Tidak ada intervensi dari pemerintah?

Engga, mereka juga tahu. Kita stay netral.

Bagaimana dengan share dan rangking TVRI di Nielsen?

Dari di bawah 1,0 share, sekarang kita udah 2, 3, udah naik dua kali lipat 3 kali lipat, belum 2 tahun. Rating Nielsen 9, 10, 11, 12, turun naik. Tapi tidak juru kunci lagi, dulu stay juru kunci.

Apa target Anda selama memimpin TVRI? 

Target saya lebih mendapatkan kepercayaan publik, kepercayaan dari stakeholders, terutama anggaran kami tolonglah ditambah, peralatan kami tolonglah di modern-kan, karena banyak yang di daerah-daerah di pemancar kami ada yang mati, ada yang mulai melemah. Dari sisi SDM tolong dibukakan pintu, sehingga kami mendapatkan lebih banyak PNS – PNS baru, itu aja.  Karena ini untuk mencapai tujuan kepublikan itu. Supaya kami bisa seperti BBC atau NHK. Kalau Anda lihat, NHK itu teknologinya udah maju, karena anggarannya besar.  NHK duduk manis dapat Rp88 triliun dari iuran publik. 

Bagaimana dengan Indonesia?

Di Indonesia itu lucu. Di undang undang di PP, penerimaan pertama itu adalah iuran publik, tapi tidak dijalankan. Dulu kan kita punya iuran TVRI, ada iuran radio. Karena tv publik itu didirikan untuk melayani kepentingan publik. 

Selain call country, apa motivasi Anda mau memimpin TVRI?

Ya, i loved it soo much. Saya senang dengan kerjaan saya. Hidup itu kan harus punya meaning. Uang penting, tapi ada yang lebih penting dari itu. Asal jangan kelamaan saja saya seperti ini. Abis juga tabungan gua, ha.ha..ha.. 

Bagaimana membuat karyawan tetap semangat meski gaji kecil?

Saya bingung juga, tukin (tunjangan kinerja) juga belum keluar. Kan pegawai negeri itu dapet tukin, mereka itu digaji pokok. Kerja 30 tahun bawa pulang engga sampai Rp6 juta. Kita masih bisa motivasi mereka. Saya ngomong sekarang blak-blakan, engga ada yang perlu lagi ditutup-tutupin. Karena mereka melihat seluruh direksi mengencangkan ikat pinggang. Ada yang jual rumah, jual tanah, jual mobil. Ya supaya bergerak ini. Hampir dua tahun ini, saya ngeri jebol. Tolong dong bantu, not for me. Ini yang saya bilang butuh bantuan para stakeholder.

Sampai kapan Anda dan direksi bisa bertahan dengan anggaran yang pas-pasan?

Saya engga berani menduga-duga. Tapi saya senang karena Komisi I sangat mendukung anggaran TVRI ditambah.

Artinya kendala TVRI sekarang itu anggaran?

Anggaran salah satu, peralatan, SDM. SDM alhamdulillah tahun ini akan ditambah kita dapat PNS baru hampir 700. TVRI pernah 15 tahun dimoratorium, tidak boleh terima PNS. Saya bingung banyak sekali mau pensiun dan gantinya enggak ada, makanya masalah kelembagaan kita juga harus mulai ditinjau lagi, apakah TVRI itu jadi special body. Jadi badan khusus gitu, yang bisa merekrut sendiri pegawainya. 

Apa harapan dengan TVRI?

TVRI harus kembali ke khittahnya sebagai lembaga penyiaran publik, yang membantu masyarakat menambah kebanggaan, memberdayakan nilai persatuan dan menjadi wakil Indonesia di mata dunia. Tahun ini kita akan punya TVRI World namanya. Kita akan bersiaran bahasa Inggris, yang akan menerangkan tentang Indonesia ke mata dunia. 

Setelah dua tahun memimpin TVRI, apa yang Anda rasakan?

Saya sekarang sangat mencintai TVRI dan karyawan-karyawannya yang sudah bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya