Gula Kangen Peran Bulog

SURABAYA POST - Dulu pemerintah dengan Bulog-nya dihujat karena dianggap menguasai komoditi gula. Tapi setelah dilepas bebas, kini pedagang berevolusi  menjadi penguasa baru.

Masih segar dalam ingatan, betapa keberadaan Badan Urusan Logistik (Bulog) di era pemerintahan Orde Baru seolah menjadi musuh bersama bagi banyak kalangan. Peran Bulog saat itu dinilai banyak pihak terlalu mendominasi pasar komoditas bahan pokok tanah air.

Dengan keberadaan Bulog, pihak-pihak yang tidak sepakat menganggap kondisi pasar dalam negeri menjadi sangat sentralistik. “Dulu kan tudingannya seperti itu. Padahal, menurut saya, Bulog posisinya kan hanya mengamankan ketersediaan komoditas agar di saat-sat diperlukan, keberadaannya dapat terjamin,” kata Kepala Humas Bulog Divisi Regional Jatim Bulog, Julia.

Segala kritikan tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pasca gelombang reformasi menyapa, peran Bulog di berbagai komoditas kebutuhan pokok dibatasi.

Kini, setelah 10 tahun berselang, perannya rupanya kembali dirindukan berbagai pihak. Bahkan oleh pihak-pihak yang dulu banyak menentang keberadaannya. Hal ini tak lepas dari semakin liarnya kondisi pasar komoditas kebutuhan pokok dalam negeri.

Terbaru, harga gula terkerek mekanisme pasar mencapai Rp 11.000 hingga Rp 12.000 di berbagai daerah di tanah air. “Ini memang menjadi keprihatinan bersama betapa harga gula menjadi setinggi ini. Tapi saya pikir ini dilematis. Dalam kondisi seperti ini, saya sepakat bahwa peran Bulog mendapatkan sisi penmtingnya,” ujar Direktur Pengembangan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI, Suyitno,

Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor gula, Suyitno mengaku PTPN tidak punya wewenang untuk menekan harga gula. Mekanisme pasar yang diterapkan mau tak mau membuat harga gula mengikuti kondisi pasar yang ada.

Di tengah perdebatan mengenai tingginya harga gula, ternyata ada fenomena menarik yang terjadi di gudang-gudang milik sejumlah pabrik gula (PG) tanah air. Di gudang-gudang tua tersebut, sejumlah besar komoditas gula menumpuk. Padahal, sebagaimana dinyatakan pemerintah dan sejumlah pakar pergulaan, kondisi stok gula nasional saat ini sangat tipis dan rawan kekurangan.

“Memang masih ada sejumlah gula di gudang-gudang PG. Di Jatim, misalnya, saya mencatat ada sekitar 195.000 ton gula di gudang-gudang tersebut. Namun itu adalah milik pedagang,” tukas Suyitno.

Kondisi ini dibenarkan oleh Sutaryatno, Direktur Produksi PTPN X. Menurut mereka, banyaknya gula tersebut terbagi atas9.600 tonmilik PG, 12.500 milik petani dan 173.000 milik pedagang. “Ini yang menjadi dilema kita.Memang masih ada gula, namun secara kepemilikan sudah milik pedagang. Jadi mau dipasarkan atau mau ditahan dulu, semua terserah pedagang yang memilikinya,” ungkap Sutaryatno.

Dengan realita tersebut, kalangan pedagang kini tak ubahnya telah berevolusi menjadi penguasa baru di sektor pergulaan menggantikan peran pemerintah dulu yang banyak dicela.

Bedanya, bila pemerintah dulu mengamankan komoditas untuk stok kebutuhan masyarakat dalam negeri, kalangan pedagang kali ini ‘mengamankan’ komoditas untuk kepentingan yang ditengarai menguntungkan sebagaian pihak saja. “Saya tidak bisa komentar. Sesuai mekanisme pasar, bila pedagang tertarik membeli, tidak ada alasan bagi kami untuk membatasi pembeliannya,” tukas Suyitno.

Dia mengakui, PTPN sendiri turut berharap kembalinya peran Bulog sebagai penahan laju mekanisme pasar bila memang kondisi dilapangan telah menimbulkan terganggunya kepentingan publik.

“Peran Bulog yang seperti ini, yang sejauh ini menurut saya belum tergantikan. Andai peran Bulog masih berjalan, saya pikir situasinya tidak akan separah sekarang,” tuturnya.

Laporan: Taufan Sukma l Surabaya Post

Kisah Perjuangan Petugas Tambat Kapal, Sigap Tarik Tambang Jumbo hingga Pertaruhkan Nyawa
Polisi Mengatur Lalu Lintas di Depan Pelabuhan Merak

Puncak Arus Balik, Polda Banten Siapkan Rekayasa Lalu Lintas

Puncak Arus Balik dan Wisata Bersamaan, Polda Banten Siapkan Rekayasa Lalu Lintas

img_title
VIVA.co.id
13 April 2024