Pejabat Pemprov Bantah Terima Bank Jatim

SURABAYA POST - Kepala Biro Keuangan Pemprov Jatim, Nur Wiyatno yang disebut direksi Bank Jatim menerima aliran fee bernilai total Rp 71,483 miliar, dipanggil Komisi C DPRD Jatim, Senin (25/1).

Feline Lower Urinary Tract Disease: All Cat Lovers Need to Know

Dia membantah menerima fee setelah tahun 2005 atau sejak munculnya surat edaran Bank Indonesia yang melarang pemberian fee semacam itu.

Dalam hearing yang dimulai pukul 11.00 itu Komisi C meminta Nur Wiyatno menjelaskan secara gamblang ruwetnya kasus dugaan penyelewengan dana miliaran rupiah tersebut.

Megawati Bersedia Bertemu Prabowo tapi Ada Syarat-syaratnya, Kata Elite PDIP

“Kami akan mengklarifikasi pernyataan Dirut Bank Jatim dalam hearing pekan lalu,” kata Ketua Komisi C DPRD Jatim, Kartika Hidayati.

Dalam kesempatan itu Menurut Nur Wiyatno membenarkan adanya marketing fee dari Bank Jatim. Namun, nilai marketing fee itu hanya Rp 17,7 miliar yang masuk ke rekening khusus Biro Keuangan Pemprov Jatim, jauh lebih kecil dari hasil audit KPK yang mencapai Rp 71,483 miliar.

Begini Kronologi Rezky Aditya Bergaya di Depan Media Korea Selatan

“Marketing fee itu diberikan terakhir pada Juli 2005, sebab setelah adanya Peraturan baru dari BI No 6/II/PBI/2004, pemberian fee tidak diatur lagi. Kalau sebelumnya memang diperbolehkan,” kata Nur Wiyatno di depan Komisi C.

Dia juga mengatakan dana yang masuk ke rekening biro keuangan tersebut digunakan untuk kegiatan sosial, seperti membantu pembangunan musala, menyantuni yatim piatu, dan tunjangan untuk beberapa atlet. Diakuinya penyaluran dana tersebut tidak dianggarkan melalui APBD.

“Dana tersebut memang tidak masuk APBD,” katanya.

Sebelumnya, Gubernur Jatim Soekarwo menyampaikan pernyataan serupa. Menurut pejabat yang berpeluang dipanggil Komisi C itu, fee dari Bank Jatim kepada kepala daerah di Jawa Timur tidak lagi diberikan sejak 28 Oktober 2005. Sementara, data KPK menyebutkan adanya aliran fee sejak 2004 sampai 2008. Ini berarti selama tiga tahun sejak 2005, fee terus mengalir meski telah dilarang BI.

Sementara itu, pengusutan kasus yang dilakukan Komisi C DPRD Jatim terkesan lamban. Penelusuran Tim Audit Investigasi bentukan Komisi C selama 2 pekan ini juga belum menunjukkan hasil yang signifikan. Pendalaman kasus dan meminta klarifikasi kepada pihak-pihak terkait dijadikan alasan pembenar.

Di sisi lain, beberapa fraksi di gedung DPRD Jatim lagi giat-giatnya menggalang tanda tangan untuk membentuk panitia khusus (Pansus) hak angket sebagai tandingan dari tim audit investigasi bentukan Komisi C.

Sementara itu pemerintah kabupaten dan kota di Jatim ramai-ramai mengatakan tidak tahu menahu tentang aliran fee itu. Walikota Probolinggo, HM Buchori, mengaku tidak pernah menerima fee dari Bank Jatim berkaitan dengan penyimpanan dana APBD di bank pemerintah daerah itu. “Haqqul yaqin, saya tidak pernah menerima,” ujarnya ditemui Senin (25/1).

Dia menyarankan bertanya ke Komisaris Bank Jatim apakh benar uang fee itu disetorkan ke kepala daerah.

Pemkab Madiun, juga mengaku belum tahu fee untuk kepala daerah atas simpanan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah di Bank Jatim.

Kabag Humas Pemkab Madiun, Drs Mardi’i M.P., Senin (25/1) tak berani berkomentar tentang masalah itu.
“Saya belum tahu,” ujar Mardi’i.

Laporan: Samsul Hadi

 

 





Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya