VIVAnews - Mantan Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah mengatakan siap bertanggung jawab terkait dugaan korupsi pengadaan sapi di Departemen Sosial pada 2006.
"Sebelumnya saya dan staf saya sudah pernah diperiksa," kata Bachtiar di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 21 Januari 2010.
Ketika ditanya mengenai kronologis pengadaan sapi tersebut, Bachtiar mengatakan proyek yang diadakan pada tahun 2006 tersebut merupakan proyek untuk membantu orang miskin. Bachtiar menegaskan, pengadaan sapi itu tidak fiktif. "Baca saja laporan BPK, kalau fiktif kan pasti ditulis fiktif," ujar Bachtiar.
Mengenai peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan yang dilakukan oleh KPK, Bachtiar berkomentar kalau itu merupakan wewenang KPK yang tidak bisa diintervensi oleh dirinya.
Sebelumnya, Ketua Sementara KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan telah meningkatkan status pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin jahit dan sapi di Departemen Sosial ke tingkat penyidikan. KPK pun sudah menetapkan sejumlah tersangka. "Ada beberapa nama (tersangka)."
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan sampai semester II Tahun Anggaran 2005 menghasilkan 70 temuan pemeriksaan di Departemen Sosial senilai Rp 287,89 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak 63 temuan senilai Rp 189,28 miliar telah ditindaklanjuti.
Temuan BPK itu di antaranya adalah inefisiensi anggaran pada pengadaan mesin jahit dan sapi potong. Departemen Sosial pada tahun 2004, melakukan kerja sama dengan PT Ladang Sutera Indonesia (Lasindo) untuk pengadaan 6.000 mesin jahit senilai Rp 19,49 miliar.
BPK menemukan sasaran penerima bantuan banyak yang tidak tepat, di antaranya pemilik usaha konveksi di Jawa Timur dan Sumatera Utara.
Bantuan mesin jahit berspesifikasi kecepatan tinggi dengan konsumsi arus listrik tinggi itu sebenarnya ditujukan untuk membantu masyarakat miskin yang kapasitas listrik di rumahnya tidak mencukupi untuk operasi mesin jahit tersebut.
Karena tidak tepat sasaran dan tidak tercapainya tujuan program, BPK menemukan anggaran senilai Rp 10,63 miliar dalam program pengadaan mesin jahit tersebut tidak efektif.
Pada 2006, BPK kembali menemukan inefisiensi dalam penggunaan dana APBN di Ditjen Pemberdayaan Sosial, Depsos. Temuan BPK itu di antaranya berupa kelebihan perhitungan biaya kontrak pengadaan sarana air bersih di Provinsi NTT dan NTB senilai Rp 307,91 juta.
BPK juga menemukan inefisiensi senilai Rp1,15 miliar pada program pemberdayaan sosial melalui DIPA Dekonsentrasi tahun anggaran 2005 dan 2006 pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
Saat kasus itu terjadi, Sigid Haryo Wibisono menjabat sebagai staf ahli Menteri Sosial. Sigid juga diduga mengetahui mengenai pengadaan tersebut. Namun, hingga kini KPK belum memeriksa Sigid Haryo.
Saat ini, Sigid sendiri sudah menjadi terdakwa perkara pembunuhan berencana Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnain. Dalam Kasus yang sama Ketua KPK non aktif Antasari Azhar juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisan Republik Indonesia.
VIVA.co.id
23 April 2024
Baca Juga :
Komentar
Topik Terkait
Jangan Lewatkan
Terpopuler
Selengkapnya
VIVA Networks
Peminat mobil baru Honda menurun di kuartal pertama 2024 jika dibandingkan pada 2023, seperti yang terlihat dari data penjualan ritel Gaikindo, atau Gabungan Industri Ken
Benarkah Insecure Dosa? Begini Kata Habib Jafar
Sahijab
sekitar 1 bulan lalu
Istilah "insecure" erat kaitannya dengan tingkat percaya diri seseorang, yang merupakan perasaan yang dapat berubah sesuai dengan situasi yang dialami. Apakah ini dosa?
Bomi Apink dan Rado Black Eyed Pilseung Pacaran, Dispatch Sebut Sudah 8 Tahun
IntipSeleb
17 menit lalu
Bomi Apink dan Produser Rado dari duo Black Eyed Pilseung, baru-baru ini dilaporkan Dispatch sudah berpacaran selama 8 tahun, keduanya mulai dekat usai terlibat proyek...
Happy Asmara bersama Gilga sahid kembali jadi sorotan, kali ini keduanya dikabarkan sudah menikah usai penampilannya di atas panggung belum lama ini viral.
Selengkapnya
Isu Terkini