Museum Bahari Bak Rumah Hantu di Tengah Pasar

Wisata Kota Tua
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Kondisi Museum Bahari di Jalan Pakin, Penjaringan, Jakarta Utara, semakin memprihatinkan. Kondisinya yang tak terawat, ditambah lingkungan di sekitarnya yang juga kumuh, membuat gedung tua yang menyimpan benda-benda bersejarah itu, ditinggalkan oleh pengunjungnya.

Meiska Angkat Fenomena Istilah Badut dalam Lagu Terbarunya

Saat VIVAnews mendatangi museum ini, lingkungan di sekelilingnya becek. Banyak pedagang kaki lima yang membuka lapak di sekitar pagar museum. Belum lagi aktivitas pedagang dan pembeli yang memakan badan jalan, yang pastinya menimbulkan kemacetan lalu lintas.

Bahkan plang museum tertutup oleh pedagang buah yang membuka lapak persis di depannya. Seperti tak ada yang peduli, kondisi yang terkesan semrawut itu dibiarkan, hingga pedagang kaki lima menjamur di lokasi itu.

Verrell Bramasta Berharap Prabowo-Gibran Lebih Fokus Pada Kemajuan Anak Muda

Saat menginjak halaman Menara Syahbandar di kawasan Museum Bahari, tampak dinding dua bangunan museum dan menara yang kusam tak terawat. Kondisi serupa juga terlihat di ruang pamer Museum Bahari. Suasananya mencekam dan menakutkan, seperti masuk ke rumah hantu. Dinding yang kusam, udara yang lembab, dan penerangan yang kurang cenderung gelap. Dibutuhkan nyali yang besar untuk melanjutkan langkah, memasuki museum yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1652 itu.

Sekelompok remaja terlihat berada di museum Bahari, namun mereka mengaku lebih nyaman berada halaman museum sambil menaiki sepeda ontel, ketimbang berada di dalam. Dan ternyata keberadaan mereka di museum Bahari, karena sedang mengikuti paket "Wisata Kota Toea" yang ditawarkan Museum Fatahilah. “Bila tidak ada paket wisata ini, saya dan teman-teman enggak mungkin ke museum ini. Selain tidak menarik, juga menakutkan,” kata Indah (18), yang datang bersama lima orang temannya.

Terpopuler: Beda Sikap Ria Ricis-Teuku Ryan Perlakukan Orang Tua, Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia

Menurut Indah satu-satunya tempat yang menarik di kawasan museum Bahari adalah menaiki Menara Syahbandar. "Dari atas menara bisa melihat kapal-kapal yang sandar di Pelabuhan Sunda Kelapa," ucapnya.

Kunjungan ke tempat yang dulunya menjadi penyimpanan rempah-rempah oleh Belanda yang akan di kirim ke Eropa itu, tambah Indah, merupakan kunjungan keduanya di Museum Bahari. "Belum ada perubahan, masih seperti saya lihat pertama kali bersama rombongan dari SMP saya dulu," kata remaja yang tinggal di kawasan Depok.

Kepala Sub Bagian Tata Usaha Museum Bahari, Irfal Guci, mengaku masih banyak kekurangan di Museum Bahari. Disadari kekurangan itu, mengakibatkan minimnya minat masyarakat mengunjungi Mutseum Bahari. “Selain diperlukan pemugaran, tata letak barang-barang yang dipamerkan juga perlu diubah, karena tidak menarik," kata Irfal, akhir pekan terakhir di bulan November 2011 ini.

Namun semua itu, tambah Irftal, terkendala anggaran, yang memang sangat minim. Padahal jika barang-barang berharga yang disimpan dapat terawat dan tertata, tentu pengunjung bisa menikmatinya.

Menurut Irfal, diperlukan penataan kawasan yang harus melibatkan seluruh sektor, agar kawasan Museum Bahari dapat menarik pengunjung. Jumlah pengunjung di museum itu bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2008 tercatat sebanyak 10.033 pengunjung, dan tahun 2009 sebanyak 13.964 orang, 2010 mengalami penurunan, yaitu hanya 7.300 orang. "Tetapi sampai Oktober 2011, jumlah pengunjung di Museum Bahari sudah mencapai 30 ribuan orang," ujarnya.

Sejarawan dari Universitas Negeri Jakarta Asep Kambali,mengakui daya tarik museum memang kalah jauh ketimbang mall maupun tempat wisata lain di Jakarta. Dan itu tidak lain buah dari ketidakpedulian pemerintah terhadap museum. "Bukan salah remaja dan masyarakat umum yang masih enggan mengunjungi museum, sebab memang sulit mengajak masyarakat ke tempat yang pemerintahnya sendiri tidak peduli untuk menatanya," kata Asep saat berbincang dengan VIVAnews, Sabtu 26 November 2001.

Dia menilai, promosi yang dilakukan pengelola museum di Jakarta, kurang menarik dan terasa sangat kaku, tidak mengikuti perkembangan jaman. Padahal bila dikemas dan dipromosikan dengan baik, ia yakin kunjungan ke museum akan lebih meningkat.

Asep mencontohkan, mana yang lebih menarik, “Ayo Mengunjungi Museum Bahari, atau menjelajahi gudang tempat penyimpanan rempah-rempah Belanda?" cetusnya.

Menurutnya, salah satu promosi yang cukup efektif saat ini, yaitu menggunakan teknologi, seperti website, dan sarana sosial media yang kini sedang digandrungi masyarakat, seperti Twitter ataupun Facebook. "Museum mana yang punya akun twitter dan Facebook, serta website atau minimal blog, agar masyarakat lebih mengenal museum?" tuturnya lagi.

Dia mengatakan, saat ini di Jakarta ada 64 museum yang seluruhnya sepi pengunjung. Hal itu dikarenakan kepedulian pemerintah terhadap museum yang sangat kurang. Padahal, seperti di Museum Bahari banyak benda bersejarah yang tidak ternilai harganya. "Di museum itu pengunjung bisa melihat 26 buah perahu asli, 110 buah perahu model, 102 unit alat navigasi, 102 buah alat penangkap ikan, 42 buah alat pembuatan perahu, 17 meriam, dan benda-benda berharga lainnya," ucapnya.

Laporan Arnes Ritonga

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya