Amerika Sewot China Ogah Ikut Perjanjian Nuklir 3 Negara

VIVA Militer: Presiden AS, Donald Trump, dan Presiden China, Xi Jinping
Sumber :
  • Asia Times

VIVA – Babak baru terkait kontrol senjata nuklir antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia akan segera dimulai. Kedua negara dikabarkan sudah sepakat untuk berdialog langsung jika pandemi Virus Corona (COVID-19) sudah berakhir.

Joe Biden Gelontorkan Dana Fantastis Perbaiki Jembatan Baltimore

Adalah Marshall Billingslea, pejabat pemerintah AS yang ditunjuk langsung oleh Presiden Donald Trump dalam pembicaraan pakta kontrol senjata nuklir, mengonfirmasi hasil pembicaraannya dengan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov.

Dikutip VIVA Militer dari Defense News, Rusia disebut sepakat untuk memasukkan beberapa senjata nuklir terbarunya dalam pakta kontrol senjata nuklirnya dengan AS (New START)

Siapakah Nicole Shanahan? Sosok Miliarder Dermawan Ditunjuk Sebagai Cawapres AS

"Kami memiliki ide konkret untuk interaksi kami berikutnya, dan kami sudah menyelesaikan sejumlah hal secara mendetail dalam pembicaraan itu," ucap Billingslea.

"Kami sudah memilih tempat, dan kami sedang mengerjakan agenda berdasarkan pertukaran pandangan yang telah sudah kami bicarakan," katanya.

Rusia Telah Menangkap Pemodal Teroris Serangan Moskow, Ternyata Dikirim Melalui Ukraina

Pakta New START sendiri akan berakhir pada 2021 mendatang. Oleh sebab itu, AS dan Rusia berniat untuk memperpanjang pernjanjian pelucutan senjata nuklirnya.

Di sisi lain, AS lewat Billingslea mendesak Rusia agar mau membujuk China untuk ikut bergabung dalam perjanjian ini. Sebab Negeri Tirai Bambu dipandang AS sebagai salah satu negara yang memiliki kekuatan besar dalam persenjataan nuklir. Sayangnya, hingga saat ini China belum menunjukkan sinyal mau ikut dalam perjanjian tersebut. 

Billingslea menilai, China juga punya kewajiban untuk memasukkan sejumlah senjata nuklirnya di bawah Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir. Tak segan, Billingslea menuding China memang sengaja tak mau bergabung dengan perjanjian tersebut.

"Beijing dengan keras kepala menolak untuk berbagi informasi penting tentang rencana, kapabilitas, dan niatnya dalam perjanjian trilateral, dalam hal peringatan peluncuran, dan eksplorasi senjata nuklir berkekuatan rendah," ujar Billingslea.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya