Kopassus TNI Pinjam Alat Selam Marinir Buat Angkat Jenazah 6 Jenderal

VIVA Militer: Proses evakuasi jenazah tujuh Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya
Sumber :
  • Youtube

VIVA – 55 tahun lalu, sejarah Indonesia mencatat peristiwa mengerikan Gerakan 30 September atau lebih dikenal dengan sebutan G30S/PKI. Enam perwira tinggi dan satu perwira pertama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), diculik dan dibunuh secara sadis oleh sejumlah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Roadmap Repatriasi Hak Militer Sumber Daya Pertahanan Negara

Dalam catatan Benedict Anderson dan Ruth McVey di "A Preliminary Analysis of the October 1, 1965 Coup in Indonesia" yang dikutip VIVA Militer, disebutkan secara detail bagaimana para anggota Resimen Tjakrabirawa (saat ini Pasukan Pengamanan Presiden) yang disusupi PKI, menculik dan membunuh enam perwira tinggi dan perwira pertama TNI AD.

Seperti yang diketahui, enam perwira tinggi yang tewas dibunuh oleh PKI adalah Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Raden Suprapto, Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono, Mayjen TNI Siswondo Parman, Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan, dan Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo. Sementara itu, seorang perwira pertama yang merupakan ajudan Jenderal TNI Abdul Harus Nasution, Lettu TNI Pierre Andreas Tendean, juga dihabisi nyawanya oleh PKI.

Cek Fakta: Video PKI Dukung Anies

Letjen Yani, Mayjen Haryono, dan Brigjen Panjaitan, tewas diberondong tembakan pasukan Tjakrabirawa di rumahnya masing-masing. Sementara itu, ketiga jenderal lainnya dan Lettu Tendean, sempat dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur, untuk diinterogasi dan disiksa, sebelum pada akhirnya dibunuh.

VIVA Militer: Proses evakuasi jenazah tujuh Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya

Keturunan PKI Boleh Masuk TNI, Begini Penjelasan Jenderal Andika Perkasa

VIVA Militer sempat mengisahkan sosok seorang Pelda KKO (Marinir) Evert Julius van Kandou. Van Kandou yang meninggal dunia pada 4 September 2020 lalu, adalah salah satu prajurit yang ikut mengangkat ketujuh jenazah dari sumur tua di Lubang Buaya.

Ternyata, ada kisah lain dalam proses pengangkatan jenazah perwira TNI AD saat itu. Sebenarnya, jenazah perwira TNI AD yang dibunuh itu sudah ditemukan sejak 3 Oktober 1965 setelah pencarian yang dilakukan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah pimpinan Letnan Sintong Panjaitan.

Akan tetapi saat akan mengangkat jenazah ketujuh perwra TNI AD, pasukan RPKAD atau saat ini dikenal dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), menemukan kendala.

Saat itu, pasukan RPKAD ternyata tak memiliki peralatan selam untuk turun ke dasar sumur dan mengangkat jenazah tujuh perwira. Sebenarnya pasukan elite TNI AD punya peralatan selam. Sayangnya, peralatan itu berada jauh di Cilacap, Jawa Tengah. Pada akhirnya, pasukan RPKAD meminjam peralatan selam dari Korps Komando (KKO) TNI Angkatan Laut (TNI AL). Sebab hanya pasukan KKO saja yang memiliki peralatan selam di Jakarta. 

VIVA Militer: Pahlawan Revolusi Indonesia

Sebuah tim yang beranggotakan pasukan KKO dan RPKAD pun dikerahkan untuk melakukan evakuasi jenazah tujuh perwira TNI AD, di bawah komando Kapten KKO Winanto. 

Jenazah pertama yang diangkat keluar sumur itu adalah Lettu Pierre, sekitar pukul 12.05, dan diangkat oleh Kopral Anang dari RPKAD. Setelah Anang, giliran Serma KKO Suparimin yang berhasil mengevakuasi jenazah kedua, Majyen Parman dan jenazah ketiga, Mayjen Suprapto, sekitar 25 menit kemudian.

Kopral KKO Hartono melanjutkan proses evakuasi. Jenazah Mayjen Haryono, Brigjen Panjaitan, dan Brigjen Sutoyo berhasil dikeluarkan dari sumur. Serma Suparimin yang kembali turun ke dasar sumur dan mengangkat jenazah Letjen Yani. Jenazah yang terakhir dievakuasi adalah Brigjen Panjaitan, yang dikeluarkan oleh Kapten Winanto yang turun langsung ke dasar sumur.

Baca juga: Nyali Istri Jenderal Besar TNI Hadang Tembakan Pasukan Tjakrabirawa

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya