Aslam Ternyata Putra Pembunuh 6 Brimob yang Diterkam Macan Kumbang TNI

VIVA Militer: Batalyon Infanteri Raider 515/Ugra Tapa Yudha
Sumber :
  • Yonif Raider 515/UTY

VIVA – Bentrok senjata pecah di hutan pegunungan Andole, Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Melesat Naik Pangkat Jenderal Bintang Dua TNI, Mayjen Bangun Nawoko Kini Jabat Pangdivif 3 Kostrad

Baku tembak terjadi antara kelompok bersenjata antek ISIS, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dengan prajurit militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Satuan Tugas Komando Operasi Khusus (Koopsus) yang tergabung dalam Operasi Madago Raya 2021.

Berdasarkan informasi yang diterima VIVA Militer, Rabu 3 Maret 2021, pertempuran antara prajurit TNI dan kelompok teroris itu terjadi pada 1 Maret 2021, pukul 16:30 Wita.

Aksi Jenderal TNI Maruli dan Pasukan Tengkorak Kostrad 88 Hari Ubah 24 Rumah Berhantu Jadi Indah

Dalam bentrok senjata itu, seorang prajurit TNI dari Koopsus bernama Prajurit Kepala (Praka) Dedi Irawan gugur akibat tertembak di bagian perutnya. Almarhum menghembuskan napas terakhir dalam perawatan tim medis di Rumah Sakit Umum Daerah Palu.

Selain itu, prajurit TNI berhasil menembak mati dua anggota kelompok MIT dan melukai satu orang lainnya. Kedua teorris yang mati bersimbah darah itu yakni Khairul alias Irul alias Aslam dan Alvin alias Adam alias Mus'ab alias Alvin Anshori.

Meriahkan Lebaran, KSAD Jenderal Maruli Hadiri Open House di Rumah Dinas Pangkostrad

Dan paling mengejutkan dari jati diri anggota MIT yang mati itu adalah, ternyata salah satu dari keduanya merupakan putra alias anak kandung dari gembong MIT, Santoso alias Abu Wardah atau Syekh Abu Wardah. Dia adalah Khairul alias Irul alias Aslam.

Yang mirisnya, Khairul alias Irul alias Aslam mati ditembak TNI tepat di hadapan pengganti ayahnya, Ali Kalora. Jadi ketika terjadi baku tembak. Aslam dan Alvin kepergok sedang bersama Ali Kalora dan seorang lainnya.

Photo :
  • Yonif Raider 515/UTY

Khairul alias Irul alias Aslam diketahui mengikuti jejak ayahnya untuk bergabung dengan MIT, setelah intelijen berhasil mendeteksi identitasnya sebagai bagian dari belasan pengikut Ali Kalora. Irul alias Aslam terdeteksi mulai ikut MIT sejak 2019, atau 3 tahun setelah kematian Santoso.

Santoso merupakan tokoh MIT, dia meregang nyawa pada 18 Juli 2016 di dalam hutan Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso, Sulawesi Tengah. Dia tewas bersama tangan kanannya Mukhtar.

Santoso bukan orang sembarangan, dia terkenal sangat licin dan sulit ditangkap, kepolisian sudah memburunya sejak 2012, hanya saja tak pernah berhasil.

Pria kelahiran Tentena mati di usia 39 tahun, dia tewas di tangan prajurit TNI dari Batalyon Infanteri Raider 515/Ugra Tapa Yudha, di bawah komando Brigif 9/Dharaka Yudha, Divisi Infanteri 2/Kostrad.

Dalam penyerbuan yang menewaskan Santoso itu, batalyon berjuluk Macan Kumbang itu hanya mengerahkan 9 prajurit yang diberi sandi Tim Alfa 29. Santoso tewas dalam baku tembak selama 30 menit.

Rekam jejak Santoso sangat mengerikan, sudah lebih setengah lusin anggota polisi mati di tangan kelompoknya. Tercatat ada 8 polisi tewas.

Anggota polisi yang pertama kali menjadi korban kelompok Santoso ialah dua personel Polsek Poso Pesisir Selatan, yaitu Briptu Andi Sapa dari tim Buser dan Kepala Unit Intelkam, Brigadir Sudirman.

Keduanya dibunuh dengan cara yang tak manusiawi, leher mereka digorok, tangan mereka diikat dan jenazah mereka dipendam ke dalam lumpur di hutan wilayah Gunung Biru. Keduanya dibunuh dengan disiksa terlebih dahulu.

Sebelum dibunuh, mereka diculik. Keduanya diculik saat ketahuan melakukan penyelidikan atas laporan tentang adanya latihan militer di wilayah tersebut. Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman diculik pada 8 Oktober 2012, dan jenazah mereka baru ditemukan delapan hari kemudian.

Dua bulan berselang, tepatnya 20 Desember 2012, Santoso kembali beraksi, mereka menyergap patroli kepolisian, tak tanggung-tanggung empat anggota Brigade Mobil (Brimob) Polri dibantai dalam sebuah kontak senjata di Desa Kalora, Tambarana.

Photo :
  • Yonif Raider 515/UTY

Empat anggota Brimob itu tewas kondisi parah, semuanya tewas diterjang peluru. Dua Brimob tertembak di kepala, dua lainnya tertembak di dada dan leher.

Meski sudah banyak anggotanya yang tewas, kepolisian terus berusaha menembus hutan Poso untuk bisa menghancurkan Santoso dan kelompoknya. Sayangnya, tahun demi tahun tak juga polisi mampu mewujudkan impiannya. Polisi hanya bisa menangkapi dan melumpuhkan kelompok Santoso yang berada di kota melalui operasi Detasemen Khusus 88.

Malah di tahun-tahun berikutnya, Brimob harus kehilangan anggotanya di hutan Poso. Pada 6 Februari 2014, anggota Brimob Polda Sulteng bernama Bharada Putu Satria Wibawa, tewas dalam baku tembak  di Desa Taunca, Poso Pesisir Selatan.

Lalu pada Agustus 2015, kelompok Santoso melenyapkan nyawa perwira Brimob. Korban bernama AKP Bryan Theopani Tatontos tewas dalam baku tembak di Pegunungan Langka Poso, Desa Kilo, Poso.

Bahkan, karena kegagalan polisi menjangkau Santoso, gembong teroris itu semakin congkak, Santoso cs kemudian malah menantang polisi dan Densus 88 untuk berperang terbuka di hutan Poso.

Akhirnya pada 10 Januari 2016, TNI dilibatkan memburu Santoso bersama kepolisian dalam sebuah operasi bernama Operasi Tinombala. Dalam operasi itu, TNI mengerahkan pasukan dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Korps Marinir, Pasukan Raider dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Setelah TNI dilibatkan, barulah petualangan Santoso sebagai teroris paling dicari di Indonesia hingga dunia bisa diakhiri dengan kematiannya.

Baca: Kisah Pendaki Bertemu Marinir TNI Jalan Kaki 300 Kilometer di Argopuro

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya