Waduh, Prajurit Satuan Elite TNI Kena Hukum Hisap Kotoran Kuda

VIVA Militer: Mayor TNI (Purn.) Muhammad Saleh Karaeng Sila (kiri)
Sumber :
  • Youtube

VIVA – Selalu saja ada kisah unik dari sosok Mayor TNI (Purn.) Muhammad Saleh Karaeng Sila, Purnawirawan Perwira Menengah (Pamen) TNI Angkatan Darat yang saat ini memimpin organisasi masyarakat (Ormas) Pembela Tanah Air (PETA). Mantan anggota satuan elite Raider TNI ini, ternyata adalah sosok yang bandel saat muda.

Irjen Agung Setya Kerahkan 12.092 Personel Gabungan Amankan Mudik Lebaran 2024 di Sumut

Lewat pantauan VIVA Militer dari akun Youtube bernama Sang Mayor Pemersatu, Saleh bercerita bagaimana ia pernah menghisap kotoran kuda. Apa yang dilakukannya itu adalah hukuman karena kenakalannya saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Singkat cerita, Saleh mengaku sudah memiliki kebiasaan merokok sejak kelas 2 Sekolah Dasar (SD). Sebuah kebiasaan yang sangat buruk bagi bocah di usia itu. Kebiasaannya itu diakui Saleh terbawa hingga ia masuk Akademi Militer (Akmil).

4 Pria Terkapar Babak Belur di Depan Polres Jakpus, 14 Anggota TNI Diperiksa

Saleh mengingat saat ia pertama kali masuk SMP Negeri 1 Binamu di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Saat masih duduk di kelas 1 SMP, Saleh sudah berani membawa rokok dan bahkan merokok di sekolah.

Pria yang dikenal sebagai instruktur Raider TNI Angkatan Darat yang kejam saat melatih ternyata bernasib sial. Saat tengah asyik merokok bersama seorang temannya, Saleh pun tertangkap basah oleh seorang guru perempuan.

TNI Pasti Profesional Tangani Kasus Oknum Diduga Aniaya Anggota KKB Papua

"Lolos SD masuk SMP kelas 1, namanya SMP Negeri 1 Binamu. Nah, karena kebiasaan merokok dari kelas 2 SD enggak bisa hilang, baru kelas 2 SD saya sudah merokok. Setiap sekolah, itu saya bawa rokok," ucap Saleh.

"Suatu ketika waktu SMP ini keluar main, artinya jam istirahat. Di belakang sekolah saya panggil kawan, jadi ada yang nemani satu orang. Wah gaya-gaya ini kelas 1 SMP di belakang sekolah. Tahu-tahunya datang guru saya perempuan, ketangkap," katanya.

Saleh pun harus menanti hukuman dari sang guru. Setelah tertangkap, ia dan kawannya disuruh mencari kotoran kuda dan cabai rawit. Pada awalnya, Saleh membawa sedikit kotoran kuda yang sudah agak mengering. Namun sang guru merasa kurang dan ia pun diperintahkan lagi untuk menambahkan kotoran kudanya.

Ternyata, kotoran kuda itu adalah alat untuk menghukum Saleh dan temannya. Setelah diambil, kotoran kuda itu dilinting dengan kertas dan diolesi oleh tumbukan cabai rawit. Dengan ukuran lintingan besar, Saleh dan kawannya dipaksa untuk menghisap kotoran kuda yang diolesi cabai sampai ia akhirnya menyerah.

"Saya dibawa, 'Kamu berani merokok'. Akhirnya 'Kau cari kotoran kuda dulu!' Di Jeneponto kan banyak kuda, dapat segenggam lah. Tapi dia bilang kurang, 'Ambil yang banyak!' Setelah itu, guru saya itu linting kertas diisi kotoran kuda," ujar Saleh melanjutkan.

"Sudah, kau habiskan ini. Saya bilang 'Ya bu'. Saya cuma bilang "Tolong jangan bilang bapak saya. Kalau bapak saya tahu saya enggak bisa sekolah," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya