Machfudi Menuai Rezeki dari Ban Bekas

Machfudi dengan tekun membersihkan ban-ban bekas di beranda rumahnya.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Tahun ini, tahun kelima Machfudi, 41 tahun, menekuni pekerjaan sebagai tukang penggarap limbah ban bekas motor. Dia bersyukur dari pekerjaannya yang dilihat orang kotor dan bau, dirinya bisa menghidupi dengan layak, istri dan tiga anaknya yang masih kecil-kecil. Bahkan tiap menjelang Lebaran seperti saat ini, rezekinya dari barang limbah itu seakan melimpah.

Pergilah Dinda Cintaku

Machfudi sekeluarga tinggal di Desa Bakalan, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Pria berperawakan sedang ini hanya lulusan sekolah menengah pertama. Tak melanjutkan sekolah, karena orang tuanya adalah petani dan miskin. Selulus sekolah, orang tuanya minta agar Machfudi segera mencari pekerjaan untuk ikut meringankan beban ekonomi keluarga.

Machfudi lalu merantau ke Jakarta. Ibukota dianggapnya tempat mudah mencari uang, walaupun dengan bekerja apa saja yang bisa dikerjakannya. Itu disadarinya, mengingat ijazah yang dipunyainya tidak bisa untuk bekal mencari pekerjaan yang mapan. “Di Jakarta, ijazah SMP tidak laku,” ujarnya sambil tersenyum kecut.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Di Jakarta, Machfudi tinggal berpindah-pindah. Awalnya di Sunter, dia menjadi kuli tukang batu. Lalu pindah ke Bekasi menjadi pemulung. Lantas kembali di kawasan Tanjung Priok, menjadi tukang penambal ban motor. Pekerjaan ini dianggap cocok buatnya. Hasilnya lumayan, bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, juga tak usah berpergian ke mana-mana dan agak ringan kerjanya.

Pekerjaan menambal ban, ditingkatkan dengan “merehabilitasi” ban-ban dalam yang rusak. Ban rusak, dibuang pemiliknya yang mengganti dengan ban baru, diperbaiki Machfudi sedemikian rupa hingga menjadi ban layak pakai lagi. Ban bekas pakai itu lalu dijual Machfudi pada pemilik motor berkantong pas-pasan. Harganya lebih rendah dari ban baru.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Harga ban bekas itu pun bervariatif. Ban yang dipermak dengan bekas lubang satu lebih mahal dari lubang dua. Kian banyak tambalan, harga semakin murah. “Kantong orang berbeda-beda, yang duitnya tipis akan pilih ban yang jumlah tambalan lebih dari satu, karena murah harganya. Tapi ban dalam bertambalan dua sampai tiga, sama tahannya dengan tambalan satu. Sebab proses penambalannya saya lakukan tak asal-asalan,” tambahnya.

Lewat cara itu, penghasilan Machfudi sedikit bertambah. Tidak bergantung dari hasil menambal ban saja tapi juga dari menjual ban-ban yang diperbaikinya. Meski di Jakarta masih kontrak rumah, namun penghasilan dari kerjanya makin membaik. Karenanya lelaki ini kemudian berani menikah dan memboyong keluarganya ke Jakarta. Anak-anaknya juga lahir di ibukota. Bisnis ban bekas Machfudi makin maju. Labanya berlipat dibanding menambal ban. Dia juga sudah tahu tempat pul ban bekas jadi bisa ambil ban bekas sesuai keinginannya.

Setelah diperbaiki, ban bekas tersebut dijualnya secara massal kepada para peminat. Bermacam alat mekanis yang dibutuhkan sudah bisa dibelinya guna menunjang kelancaran usahanya. Kehidupannya sekeluarga mulai ikut mapan pula. Sekitar enam tahun lalu, Machfudi berpikir walau hidup mulai mapan, tapi tekanan ekonomi di Jakarta juga kian berat. Anak-anak tambah besar akan menambah beban pula. Jika dibiarkan, suatu ketika bisa menjadi bencana buat keluarganya. Lantas diputuskannya untuk kembali ke desa sembari melanjutkan bisnis ban bekasnya.

Seluruh peralatan kerja yang dimiliki diboyong semuanya. Akhirnya Machfudi sekeluarga pulang ke desa. Bisnis ban bekas tetap dilanjutkan. Sebulan sekali dipesannya berton-ton ban bekas dari Jakarta. Ban-ban itu dicuci dan disortir satu-satu, lalu ditambal dengan cermat. Setelah belasan sampai puluhan ban usai diperbaiki, pembeli berdatangan dari berbagai tempat.

Bukan cuma dari daerah Jepara saja, juga dari daerah-daerah lain. Kata Machfudi, tengkulak dari Kudus, Demak, Purwodadi pun ikut membeli ban permak-an itu. Menjelang Lebaran seperti sekarang, jumlah pembeli naik dua kali lipat. Untung dia sudah dibantu oleh dua pekerja. Berapa keuntungan didapat setiap harinya? Dijawab, sekitar Rp 200.000 bersih. Menjelang Lebaran, labanya naik dua kali lipat. Wow, sangat menggiurkan bukan? (Tulisan ini dikirim oleh Heru Christiyono Amari, Pati, Jawa Tengah)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya