Kendaraan Makin Canggih, BBM RON Rendah Bakal Merusak

Petugas mengisi premium ke dalam sepeda motor di salah satu SPBU di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Berbagai negara di dunia saat ini mengurangi penggunaan bahan bakar minyak atau BBM dengan kadar research octane number (RON) rendah. Tujuan utamanya agar keberlangsungan lingkungan hidup yang lebih baik di masa depan. 

1,2 Juta Kendaraan Sudah Kembali ke Jabotabek

Di Indonesia, Wacana penghapusan BBM RON rendah di sambut baik berbagai kalangan. Premium (RON 88) misalnya, dinilai sudah tidak cocok lagi saat ini. Mengingat berbagai kendaraan, baik motor maupun mobil, sudah menggunakan teknologi terbaru yang mengharuskan konsumsi BBM RON tinggi.

Pengamat otomotif yang juga Founder and Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu menegaskan, BBM RON rendah akan merusak lingkungan, menambah polusi, juga buruk bagi mesin kendaraan.

Polisi: 30 Persen Kendaraan Pemudik Belum Balik Jakarta

"Sepatutnya kita sudah concern dengan masalah emisi gas buang pada oktan dan cetane rendah," kata Jusri kepada wartawan, dikutip Kamis 25 Juni 2020. 

Jusri mengatakan, BBM beroktan tinggi pastinya akan memperpanjang umur komponen kendaraan. Kinerja kendaraan lebih baik dan jarak tempuh jadi kian jauh karena pembakaran mesin lebih sempurna.

One Way di Tol Trans Jawa Berakhir, Arus Kendaraan di Tol Kalikangkung Semarang Kembali Normal

Baca juga: Jenis BBM Apa Saja yang Segera Ditiadakan Pertamina

“Sudah saatnya masyarakat menggunakan BBM Ron tinggi karena memiliki banyak kelebihan, mesin awet, tenaga kendaraan terjaga,” ujar Jusri.

Menurutnya, dengan edukasi bagus yang dijalankan pemerintah, maka secara perlahan publik akan menyadari dampak positif menggunakan BBM Ron tinggi. Pemerintah pun tak perlu ragu untuk mulai sepenuhnya menyalurkan BBM Ron tinggi.

"Itu adalah simply policy. Namun edukasi pre-launching ke masyarakat harus seimbang, gencar, dan melibatkan seluruh komponen," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Febby Tumiwa mengatakan, dalam mengurangi penggunaan BBM jenis premium Pemerintah harus membatasi kuotanya.

Hal lain yang bisa dilakukan adalah menyediakan bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah. Misalnya RON 92 seharga RON 88 atau RON 90.

Baca juga: Pertamina Pastikan Tetap Jual Premium, Sesuai Penugasan Pemerintah

Dia pun berpendapat, Pemerintah bisa membuat standar bahan bakar yang lebih baik dan segera menerapkannya (misalnya Euro IV). Demikian juga membuat kebijakan fuel economy untuk kendaraan bermotor yang progresif.

Namun harus dipastikan, harga yang ditawarkan kepada masyarakat harus ekonomis. Sebab, konsumen pasti akan reaktif kepada fluktuasi harga.

"Jika harga premium dibuat mahal, konsumen akan pindah ke BBM lain yang lebih bersih tapi harganya lebih murah," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya