Aptrindo Keluhkan Wacana Sertifikasi Halal Truk Logistik di RI

Truk logistik Kargo.
Sumber :
  • Dokumentasi Kargo.

Jakarta, VIVA – Belakangan ini, beredar sebuah wacana terkait tentang penerapan sertifikasi halal untuk truk logistik di Indonesia.

Resmi Dibuka, Halal Fair 2024 Ajak UMKM Indonesia Bersaing di Pasar Internasional

Aturan tersebut tertera dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), yang menyebutkan bahwa produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, termasuk lingkup jasa.

Adapun sertifikat halal untuk jasa yang dimaksud juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 39 Tahun 2021 dalam Pasal 135 meliputi layanan usaha terkait dengan penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan penyajian.

Haikal Hassan Wajibkan Sertifikasi Halal untuk Segala Produk, Mahfud MD: Beragama Jadi Terasa Sulit

Sertifikasi halal bagi jasa logistik ini nantinya akan menjadi jaminan agar produk halal tetap terjaga kehalalannya selama proses transportasi, penyimpanan, dan distribusi.

Ilustrasi truk

Photo :
  • Isuzu Indonesia
Wajib Halal Berlaku, BPJPH Berwenang Sanksi Pelanggaran Jaminan Produk Halal

Dengan adanya sertifikasi halal pada logistik, traceability jalur distribusi, transportasi, dan penyimpanan diharapkan bisa mudah dikelola dengan baik oleh pelaku usaha.

Mengetahui adanya wacana tersebut, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengungkapkan keberatan karena aturan ini dianggap tidak sesuai dan tak memiliki kejelasan untuk sebuah perusahaan truk logistik.

"Sekarang lagi ramai tentang sertifikasi halal untuk perusahaan truk logistik, kami sebagai pengusaha merasa kebingungan dengan adanya wacana aturan ini, yang katanya bakal berlaku 17 Oktober mendatang," ujar Agus Pratiknyo selaku Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Aptrindo saat dihubungi VIVA belum lama ini.

Ia menyampaikan bahwa seharusnya yang disertifikasi haram atau halal adalah barang yang diangkut oleh truk logistik bukan kendaraannya.

"Sebagai muslim, mungkin memaknai halal dan haram itu adalah sesuatu yang dimasukkan ke dalam tubuh seperti makanan. Kalau truk kan mobilitasnya tinggi, bagaimana kita memastikan itu haram atau halal? harusnya yang disertifikasi itu makanannya bukan alat angkutnya (transportasi)," jelas Agus.

Menurut Agus, permasalahan yang bisa dirasakan oleh para pengusaha penyedia truk logistik terkait wacana peraturan ini adalah biaya yang perlu dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikasi.

"Yang menjadi isu terbesar untuk kami para pengusaha adalah untuk mendapatkan sertifikasi halal tersebut, pengusaha perlu mengeluarkan biaya yang nilainya jutaan hingga puluhan juta," ungkapnya.

Ia menambahkan, "Karena apa? pengeluaran sertifikasi itu tergantung pada skala perusahaan. Apakah perusahaan tersebut kecil atau besar, semakin besar usahanya ya semakin mahal sertifikasinya,"

Lebih lanjut, Agus menuturkan perusahaan truk logistik sudah dibebankan oleh beragam perizinan. Ia pun menyarankan, yang seharusnya diberikan sertifikasi adalah manajemen keselamatan.

"Kita ini perusahaan angkutan logistik sudah sangat dibebani oleh adanya perizinan-perizinan. Daripada sertifikasi terhadap angkutan, lebih baik sertifikasi pada manajemen keselamatan itu lebih penting karena bertujuan untuk mendidik supir," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya