Gara-gara Vietnam, Toyota-Honda-Mitsubishi Kelabakan

Ekspor mobil Indonesia.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Pemerintah Vietnam baru-baru ini menerapkan aturan baru soal impor mobil dari negara-negara ASEAN. Ini terkait dengan kebijakan tentang uji tipe dan uji emisi yang tercantum dalam regulasi Nomor 116 tentang Overseas Vehicle Type Approval (VTA).

Neraca Perdagangan Januari Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi RI

Akibatnya, ekspor mobil dari negara lain termasuk Indonesia, terhenti mulai bulan ini. Mengingat mobil-mobil itu wajib melalui uji tipe sesuai aturan mereka terlebih dahulu. Sejauh ini, banyak merek mobil yang telah melakukan penundaan ekspor sejak awal tahun.

Seperti dilansir Asian Nikkei, Jumat, 26 Januari 2018, Toyota telah mengatakan bahwa pihaknya telah menghentikan semua produksi untuk diekspor ke Vietnam. Selama ini unit yang diproduksi Toyota dari Thailand, Indonesia, dan Jepang, diketahui mencapai seperlima dari penjualan mobil di sana, alias 1.000 unit per bulan. Model-model yang diimpor meliputi Hilux, Yaris, Fortuner, hingga Lexus.

Neraca Perdagangan RI Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi Indonesia

Presiden Toyota Motor Thailand Michinobu Sugata kepada wartawan di Bangkok mengatakan, penerapan aturan baru ini tentu sebagai bentuk proteksionisme pejabat industri di sana.

"Kami mengantisipasi lompatan besar pada 2018, namun karena hambatan non-tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah Vietnam, kami sama sekali tidak dapat mengekspor ke pasar," katanya.

Neraca Perdagangan Oktober Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Keputusan Nomor 116 sendiri sebenarnya diumumkan pada Oktober lalu. Dalam aturan itu disebutkan, tiap mobil-mobil impor wajib memerlukan uji emisi dan keselamatan yang telah Pemerintah Vietnam tetapkan. Padahal sebelumnya, hanya pengiriman pertama bagi tiap model yang akan diuji.

Honda, Ford, Mitsubishi Serupa

Honda juga langsung bereaksi atas aturan baru dari Vietnam soal ekspor mobil. Salah satunya menghentikan ekspor CR-V yang selama ini dikirim dan dirakit dari Thailand.

Sebelumnya Honda memang memilih jalur ekspor dari Thailand untuk menghemat biaya pengeluaran mereka. Namun dengan aturan baru ini Honda mengaku terpukul. Mereka lalu memilih untuk menghentikan ekspor ke Vietnam sejak awal Januari.

Padahal, sebelum aturan ini dikumandangkan, Honda memperkirakan akan dapat mengimpor 10.000 CR-V pada 2018. Angka ini meningkat 70 persen dari angka impor CR-V di tahun sebelumnya. "Model CR-V terbaru sangat populer dan kami sudah menerima sekitar 200 pesanan," kata pemilik diler Honda di Hanoi. "Tapi mobil-mobil itu tidak akan sampai," katanya.

Mitsubishi Motor juga senasib. Pabrikan berlogo tiga berlian ini memilih menghentikan produksi SUV Pajero Sports untuk pasar Vietnam. Selama ini Pajero Sport yang diekspor didatangkan dari Thailand.

Merek lain yang turut kena imbas adalah Ford. Jenama asal Amerika Serikat itu mengaku prihatin atas keputusan yang dilakukan Pemerintah Vietnam. "Kami prihatin dengan Pemerintah Vietnam, sehubungan dengan dampak penting (keputusan) mengenai operasi bisnis tersebut," sebut Ford dalam sebuah pernyataan.

Biaya Besar

Sementara itu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jepang di Vietnam mengatakan, jika mengikuti aturan yang ditetapkan negara tersaebut, tiap satu tes emisi bisa memakan waktu hingga dua bulan. Biayanya juga tak sedikit.

"Ini akan menyebabkan (buang) banyak waktu dan uang," kata perwakilan Kadin Jepang dalam sebuah pernyataan dengan Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, pada Desember lalu.

Apalagi ada juga aturan yang menyebutkan, mewajibkan semua model yang diekspor mendapatkan sertifikasi Persetujuan Jenis Kendaraan yang dikeluarkan oleh otoritas negara pengekspor. Sertifikasi tersebut untuk menunjukkan bahwa kendaraan tersebut memenuhi standar negara yang akan dijual, dan biasanya dikeluarkan oleh entitas domestik negara pengimpor.

Sejak keputusan diumumkan, Pemerintah Jepang dan Thailand telah menyatakan keprihatinannya kepada Vietnam, mengingat ada rasa ketidakmungkinan mereka melakukan penjualan ke negara itu. Mereka juga menyebut, keputusan ini dapat melanggar peraturan organisasi perdagangan dunia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya