- ANTARA Foto/Muhammad Iqbal
VIVA – Indonesia memiliki kendaraan buatan dalam negeri, yang bisa digunakan untuk membantu penanganan bencana dan diberi nama Alat Mekanis Multiguna Pedesaan atau biasa disingkat menjadi AMMDes.
Sejak diperkenalkan perdana pada 2018 silam, AMMDes yang digagas oleh Kementerian Perindustrian sudah digunakan untuk membantu penanganan saat terjadi bencana di berbagai wilayah di Tanah Air, salah satunya saat wilayah Palu, Sigi dan Donggala terkena dampak gempa.
“Produk lokal yang inovatif dan kompetitif ini telah banyak dimanfaatkan di berbagai wilayah Indonesia khususnya di pedesaan,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier melalui keterangan resmi, dikutip VIVA Otomotif Rabu 25 Mei 2022.
Untuk memperkenalkan AMMDes hingga kancah global, Kemenperin memfasilitasi kendaraan itu agar bisa tampil pada ajang Asia Disaster Management and Civil Protection Expo & Conference 2022.
AMMDes versi ambulans
- VIVA/Yunisa Herawati
Acara yang diadakan di Nusa Dua Bali selama 23-28 Mei tersebut, merupakan program pendamping dalam acara Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7.
“AMMDes memiliki beragam fungsi yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan produktivitas dan kesehatan masyarakat di desa serta membantu dalam penanganan bencana. Untuk itu, kami berupaya agar kemampuan AMMDes ini lebih dikenal lagi ke banyak negara lain, sehingga bisa menembus pasar ekspor,” ungkapnya.
Selain menjernihkan air dan menyemprotkan disinfektan, AMMDes juga dibuat dalam wujud ambulans feeder dan sudah dipakai di area Banten serta tiga kabupaten di Nusa Tenggara Timur, untuk membantu warga desa yang hamil dan akan melahirkan.
“AMMDes ambulance feeder ini telah berguna untuk membantu dalam menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi,” tuturnya.
Kendaraan ini dibuat oleh PT Kreasi Mandiri Wintor Indonesia, dan dilengkapi mesin 14 daya kuda, Power Take Off, Differential Lock, serta Double Wishbone sehingga andal digunakan di daerah yang minim infrastruktur dengan topografi ekstrem.
