Skandal Mobil Bekas Nol Kilometer Menghantui China
- viva.co.id/Jeffry Sudibyo
Beijing, VIVA – Fenomena baru tengah mengguncang industri otomotif China: mobil bekas nol kilometer—unit yang sudah terdaftar sebagai kendaraan bekas, tetapi sebenarnya belum pernah dikendarai.
Meski terlihat menguntungkan dengan harga miring, praktik ini menuai kritik tajam karena dianggap menyesatkan konsumen, memalsukan data penjualan, dan merusak stabilitas pasar jangka panjang.
Trik di Balik Angka Penjualan
Dikutip VIVA Otomotif dari Carnewschina, Senin 2 Juni 2025, mobil-mobil ini sebenarnya baru, namun didaftarkan terlebih dahulu oleh diler atau pihak ketiga untuk memenuhi target penjualan pabrikan. Setelah itu, unit dijual kembali sebagai mobil bekas. Tujuannya: mengurangi stok, mengakses subsidi pemerintah, atau memenuhi syarat ekspor.
Dengan stok nasional mencapai 3,5 juta unit per April 2025 dan kapasitas produksi yang rendah di banyak pabrik, strategi agresif seperti ini kian marak. Terlebih, perang harga dan ketergantungan pada subsidi di segmen kendaraan listrik (NEV) memperkeruh situasi.
Konsumen Dibayangi Risiko
Meskipun harga bisa 30% lebih murah dari harga resmi, mobil bekas nol kilometer menyimpan banyak risiko. Garansi biasanya dimulai saat registrasi pertama, jadi masa perlindungan bisa berkurang. Beberapa unit bahkan memiliki utang yang belum lunas atau status kepemilikan yang tidak jelas.
Contohnya, harga bekas BYD Qin L anjlok hingga 40% dari harga baru, memicu efek domino pada merek lain dan menciptakan ekspektasi harga yang tak realistis.
Regulasi dan Respons Industri
Pemerintah China merespons cepat. Pada 27 Mei, Kementerian Perdagangan memanggil pemain besar seperti BYD, Dongfeng, dan Guazi untuk membahas pengawasan penjualan mobil bekas dan transparansi laporan penjualan.
Analis menyerukan reformasi menyeluruh: dari perencanaan produksi yang lebih realistis, transparansi riwayat kendaraan, hingga ekspor mobil bekas ke pasar luar negeri seperti Rusia.
Meski dianggap solusi atas kelebihan pasokan, praktik ini berisiko merusak kepercayaan konsumen. Tanpa reformasi, industri otomotif China bisa terjebak dalam siklus penurunan harga dan reputasi.