- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto menjelaskan alasan mengajukan gugatan masalah kecurangan pemilihan umum tahun ini ke Mahkamah Konstitusi.
"Misalnya yang pertama, kami mencoba merumuskan apa benar terjadi kecurangan yang bisa dikualifikasi sebagai terstruktur, sistematik, dan masif," kata Bambang Widjojanto di kantor MK, Jakarta Pusat, Jumat malam, 25 Mei 2019.
Bambang mengatakan, ada 51 barang bukti masalah Pemilu yang diajukan ke MK. Timnya juga masih akan melengkapi bukti lain seiring berjalannya proses persidangan di MK nantinya
"Ada kombinasi antara dokumen dan saksi. Ada saksi dan fakta. Baru 51," katanya menambahkan.
Menurut dia, ada berbagai argumen diajukan di situ, dan beberapa alat bukti yang menjadi pendukung untuk menjelaskan hal tersebut.
"Kami juga mendorong MK bekerja beyond the law (melampaui hukum). Apa maksudnya? Pasal 22 e ayat 1 UUD 1945 mengatakan, proses Pemilu harus dilakukan secara luber dan jurdil," katanya.
Kata dia, Pasal 1 ayat 1, pasal 1 ayat 2 UUD 1945 mengatakan, Indonesia bukan sekadar negara hukum tapi Indonesia adalah negara yang berpijak dan berpucuk pada daulat rakyat. "Jadi hukum harus berpijak dan berpucuk pada kedaulatan rakyat," katanya.
Menurut dia, jika Indonesia ingin mewujudkan negara hukum yang demokratis, ada di dalam pasal 28 konstitusi. Di situ dijelaskan sebuah negara hukum yang demokratis mempunyai prasyarat utama, ada proses pemilihan umum untuk menentukan para pemimpinnya. Tidak hanya presiden, tapi juga legislatif dan Dewan Perwakilan Daerah.
"Dan salah satu syaratnya proses itu harus dilakukan dengan jujur dan adil, bukan sekadar luber karena negara hukum ini harus berpijak pada kedaulatan rakyat," katanya.
Kemudian, Bambang menambahkan, MK dalam berbagai putusannya telah memutuskan berbagai perkara sengketa pemilihan khususnya pilkada dengan menggunakan prinsip terstruktur, sistematis dan masif. (mus)