KPU Abaikan Putusan PTUN, Eks Ketua MK: Sangat Bahaya

Pekerja menyusun kotak suara usai dirakit di Kantor KPU Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Jojon

VIVA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelfa menjadi saksi terkait gugatan Osman Sapta Odang atau Oso terhadap Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu.

Keyakinan Gerindra Usai PDIP Layangkan Gugatan ke PTUN Terkait Hasil Pilpres 2024

Ia mengingatkan, dampak dari sikap KPU yang mengabaikan putusan PTUN Jakarta.

Hamdan menekankan, imbas sikap KPU berpotensi hasil Pemilu 2019 dipersoalkan. Putusan PTUN Jakarta dalam polemik daftar calon tetap (DCT) anggota DPD, memerintahkan KPU memasukkan nama Oso.

Saksi Ahli di MK Sebut Sirekap Tak Bisa Dipakai Untuk Ubah Suara Pilpres 2024

"Tadi sudah saya sampaikan ini sangat bahaya. Putusan PTUN menyatakan putusan KPU soal penetapan DCT anggota DPD batal," kata Hamdan usai sidang di gedung Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Rabu 13 Februari 2019.

Hamdan menambahkan, putusan PTUN memerintahkan kepada KPU untuk mengeluarkan peraturan baru tentang pencalonan anggota DPD. Namun, hal ini tak dijalankan KPU. Merujuk putusan PTUN, maka DCT anggota DPD yang dikeluarkan KPU seharusnya sudah batal.

KPU Pastikan Sengketa Pilpres 2024 di MK Tak Ganggu Pilkada Serentak 2024

"Nah, yang pertama kan batal. Maka, ya batal sejak saat itu. Lalu, kalau misalnya KPU tidak mengeluarkan surat keputusan baru soal penetapan DCT DPD, maka dia nanti membuat surat suara itu dari mana? Nanti, calon anggota DPD ilegal jadinya," jelasnya.

Dia mengatakan, potensi ancaman keabsahan anggota DPD yang terpilih menjadi ilegal, karena SK KPU tentang DCT anggota DPD peserta Pemilu 2019 sudah dibatalkan PTUN.

"Pengadilan yang batalkan. Jadi, harus hati hati, jangan sampai pemilu terganggu. Masalah-masalah hukum seperti ini sangat penting," ujarnya.

Kemudian, ia tak menampik bila legitimasi anggota DPD terpilih dipersoalkan maka berimbas pada pelantikan capres dan cawapres terpilih. Sebab, pelantikan presiden dilakukan MPR yang terdiri dari unsur DPD dan DPR.

"Itu pasti ilegal," katanya.

Dalam putusannya pada November 2018 lalu, PTUN Jakarta memutuskan menganulir keputusan KPU terkait DCT anggota DPD di Pileg 2019. Putusan PTUN juga memerintahkan agar KPU menerbitkan DCT baru dengan memasukkan nama Oso sebagai calon anggota DPD periode 2019-2024.

Oso yang ngotot pun mengajukan gugatan ke Bawaslu. Dalam rekomendasinya, Bawaslu akhirnya meminta KPU memasukkan Oso. Rekomendasi ini dengan catatan Oso harus mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Hanura bila terpilih sebagai anggota DPD dari Kalimantan Barat.

Namun, polemik masih alot karena KPU bersikukuh tak memasukkan nama Oso ke DCT anggota DPD. KPU enggan merujuk putusan PTUN dan rekomendasi Bawaslu. Justru, KPU memberi tenggat waktu kepada Oso agar mundur dari Hanura hingga tanggal 22 Januari 2019. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya