Debat Malam Ini, Ujian Bagi Janji-janji Jokowi

Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi, Rachmawati Soekarnoputri.
Sumber :
  • Edwin Firdaus

VIVA – Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Rachmawati Soekarnoputri optimis kalau Prabowo Subianto akan tampil gemilang dalam debat capres kedua yang digelar di Hotel Sultan Jakarta, Minggu, 17 Februari 2019. Dia yakin Prabowo telah mendalami data-data dari sejumlah pakar, sesuai tema debat malam ini.

Paguyuban Marga Tionghoa Dorong Gunakan Hak Pilih 14 Februari untuk Lahirkan Pemimpin Berkualitas

"Beliau sudah menguasailah," kata Rachmawati yang hadir menggunakan kursi roda.

Diketahui, pada debat malam ini, KPU mengangkat tema energi, pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta infrastruktur. Hanya saja, yang tampil pada debat ke-2 ini hanya dilakukan oleh capres, tanpa cawapresnya.

Prabowo Kaget Ada Pemuda Ngaku Siap Mati untuknya di Pilpres 2019: Saya Suruh Pulang!

Menurut Rachmawati, saat ini yang lebih penting adalah mencari solusi terhadap persoalan bangsa. Terutama pada bidang-bidang ekonomi sesuai dengan temanya. Katanya, Prabowo memiliki gagasan-gagasan yang baik dalam masalah tersebut.


Ujian Bagi Janji Jokowi

Prabowo Cerita Tak sampai Satu Jam Putuskan Terima Ajakan Jokowi Gabung Kabinet

Debat Pilpres kedua yang akan digelar hari ini menjadi ujian bagi Joko Widodo terkait dengan janji-janji dia sesuai dengan tema debat malam ini. Karena itu, Jokowi ditantang untuk bicara mengenai realisasi janji politiknya ketika 2014. Ini penting sebelum apa yang akan dilakukan jika terpilih.

“Harus menjelaskan realisasi janji dan kebijakannya. Ini terkait materi debat. Jangan buat janji-janji baru atau bicara apa yang akan dilakukan nanti,” ujar pengamat ekonomi Kusfiardi, Minggu 17 Februari 2019.

Menurut mantan Koordinator Koalisi Anti Utang (KAU), Jokowi sebagai petahana perlu mempertanggungjawabkan kinerjanya selama ini. Hal ini perlu untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik. Terkait materi debat, jelas banyak persoalan yang perlu dijelaskan Jokowi.

Seperti penambahan utang perusahaan milik negara. Karena tanpa diikuti meningkatnya kinerja keuangan perusahaan, jalas akan menimbulkan risiko. Apakah gagal bayar sampai dengan ancaman pailit.

Bila BUMN tidak bisa memenuhi kewajiban utang jatuh tempo, bisa berdampak pada berkurangnya aset. Penyitaan aset akan menurunkan nilai perusahaan secara ekonomi.

“Bisa berpengaruh pada kemampuan kerja perusahaan akibat berkurangnya aset,” jelas Kusfiardi.

Dengan beban utang yang makin besar menuntut adanya peningkatan kemampuan perusahaan untuk menutupi utang jangka pendek. Secara keseluruhan, dari pengelolaan operasional perusahaan milik negara, harus ada peningkatan kinerja keuangan.

Jokowi harus bisa menjelaskan, seberapa relevan pilihan untuk membangun infrastruktur, terutama jalan tol, untuk kepentingan perekonomian nasional. Bukan mempermudah infiltrasi barang-barang impor.

Kusfiardi menyampaikan, pembangunan infrastruktur Jokowi ini bias kepentingan asing, bias untuk memudahkan mobilitas produk asing ke pasar nasional. Meskipun dikelola BUMN, namun logikanya masih seperti pedagang biasa.

"Buktinya, ketika BUMN bangun jalan tol, lalu jalan tolnya dijual. Jadi tidak menempatkan peran BUMN sebagai perusahaan negara untuk penyediaan barang dan layanan publik, sebagaimana diharapkan oleh konstitusi. BUMN seperti menggantikan peran swasta saja dalam memperjualbelikan layanan publik,” katanya.

Selain infrastruktur, sektor pangan sepanjang pemerintahan Jokowi juga bermasalah. Pemerintah selama ini lebih memilih jalan pintas dengan impor. Tentu ini jauh dari harapan untuk memperkuat sektor pangan.

"Bahkan justru sebaliknya, memperkuat ketergantungan pada impor pangan dan menjadi ancaman bagi kemandirian kita,” katanya.

Sementara mengenai isu lingkungan hidup, menurut dia pemerintahan Jokowi tidak begitu serius dalam soal penyelamatan lingkungan. Pembiaran berlangsung terhadap perusahaan yang tidak mengelola limbah dengan lebih baik. Padahal jelas menimbulkan kerusakan lingkungan.

Ada potret yang memprihatinkan, contohnya terjadi pada Freeport. Pengambilalihan Freeport dengan biaya mahal tapi tetap harus menanggung kerusakan lingkungan akibat limbah tambang alias tailing yang tidak dikelola dengan baik.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang dirilis pada 2017, nilai kerugian lingkungan itu mencapai Rp185 triliun. Kerusakan lingkungan terjadi karena tidak layaknya penampungan tailing di sepanjang Sungai Ajkwa, Kabupaten Mimika, Papua.

Kerugian lingkungan di area hulu diperkirakan mencapai Rp10,7 triliun, muara sekitar Rp8,2 triliun, dan Laut Arafura Rp166 triliun.

“Masalah yang tidak dibereskan selama bertahun-tahun ini akhirnya menumpuk menjadi risiko lingkungan yang amat mahal. Pemerintah mengabaikan isu lingkungan ini sebagai salah satu cara untuk menekan pihak Freeport dalam negosiasi divestasi,” ujar Kusfiardi.

Akibatnya, setelah memegang mayoritas saham Freeport lewat PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), pemerintah kini harus siap menanggung segala konsekuensinya.

“Lagi-lagi pemerintah meringankan kewajiban perusahaan dengan cara menambah beban kepada negara,” ujarnya/

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Faldo Maldini, sebelumnya mengatakan, Prabowo siap mempreteli klaim-klaim keberhasilan pemerintahan Jokowi. Pembangunan infrastruktur contohnya, tidak berdampak terhadap peningkatan produksi hasil pertanian dan tak tercapainya target swasembada pangan.

Katanya, Prabowo akan menguji argumentasi-argumentasi klaim keberhasilan yang disampaikan petahana dan menyampaikan beberapa gagasan. Banyak catatan soal janji-janji petahana yang tidak tercapai.

"Misalnya tidak ingin impor di tahun 2015, tapi ternyata impor," ujarnya.

Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Dian Islamiaty Fatwa mengatakan, pemerintahan Joko Widodo jelas telah gagal dalam berbagai hal. Terkait infrastruktur, misalnya, pembangunan yang dilakukan dibebankan pada utang. Besarnya utang pemerintah untuk biaya infrastruktur tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi.

Argumen ini kemudian diperkuat dengan performa neraca perdagangan sepanjang 2018 yang mengalami defisit, bahkan terburuk sejak tahun 1975. Dia menambahkan, ada beban besar yang harus ditanggung BUMN untuk memenuhi realisasi infrastruktur. BUMN konstruksi dipaksa membangun tanpa diikutsertakan kelayakannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya