Logo BBC

Pemilu 2019: Sebagai Pejabat Publik, Bisakah Kepala Daerah Netral?

Ilustrasi Kantor Bawaslu RI
Ilustrasi Kantor Bawaslu RI
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Netralitas kepala daerah mulai dipertanyakan seiring banyaknya laporan kepala daerah ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Setidaknya, menurut laporan media, hampir 50 pimpinan daerah mulai dari bupati, wali kota, hingga gubernur diadukan atas dugaan pelanggaran kampanye.

Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, mengatakan kepala daerah dibolehkan kampanye asalkan mengikuti aturan yang berlaku.

"Saat bertugas, dia mengajak pemilih untuk memilih paslon dengan menyebutkan visi-misi, program kerja, atau citra diri, itu pelanggaran. Semisal mengucapkan `Jokowi-Ma`ruf 01 atau Prabowo-Sandi 02`. Nah itu namanya citra diri," ujar Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja kepada BBC News Indonesia, Kamis (21/02).

"Yang juga tidak boleh menggunakan fasilitas pemerintah seperti gedung, kecuali disewakan. Tidak boleh juga memakai baju dinas mengajak pemilih, kena itu. Lalu mengajak memilih di acara-acara pemerintahan atau kenegaraan juga tak boleh," sambungnya.

"Tapi selama kampanye di hari libur Sabtu-Minggu, boleh."

Hal lain yang juga harus dipatuhi kepala daerah yakni dilarang berpihak ketika menjalankan tugas, sebagaimana diduga terjadi dalam kasus Bupati Kuningan Acep Purnama, ketika ia pidato dalam kegiatan Relawan Akar Rumput pada Sabtu (16/02). Dalam video yang beredar di media sosial, ia mengatakan yang tidak memilih Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019 berarti laknat.

"Makanya sampaikan kepada kepala desa dan perangkat desanya, lamun aya nu teu ngadukung Jokowi itu berarti laknat, bodoh....." Demikian kata-kata yang tampak disampaikan Acep Purnama.