PPP Akui Pemilu Kali Ini Banyak Persoalan, Tapi Bukan yang Terburuk

Wasekjen PPP Achmad Baidowi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.

VIVA - Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Achmad Baidowi, sependapat bahwa pemilu kali ini memang banyak masalah. Tapi dia tidak setuju jika disebut sebagai yang terburuk.

Pemilu 2024 Lebih Teduh Dibanding 2019

"Memang pemilu kali ini banyak persoalan tapi bukan langsung menilai yang terburuk pascareformasi," kata Baidowi melalui pesan singkat, Selasa 23 April 2019.

Ia mempertanyakan apa indikatornya dikatakan yang terburuk. Sebab kalau asal ngomong dan berdasar data satu pihak tentu tidak fair.

AROPI: Dibanding Musim Pemilu 2019, Tingkat Kepercayaan Terhadap Lembaga Survei Naik 7,6%

"Pemilu serentak ini baru pertama kali di Indonesia sehingga banyak kekurangan dalam pelaksanaan," kata Baidowi.

Ia menambahkan sebenarnya dari perangkat sudah disiapkan misalnya aspek regulasi. Adanya sanksi berlipat terhadap money politic, penguatan lembaga Bawaslu mulai dari kewenangan hingga menempatkan 1 pengawas setiap TPS.

Paguyuban Marga Tionghoa Dorong Gunakan Hak Pilih 14 Februari untuk Lahirkan Pemimpin Berkualitas

"Dalam waktu dekat Komisi II akan memanggil KPU dan Bawaslu dalam RDP untuk melakukan evaluasi," kata Baidowi.

Polemik Pemilu 2019 menjadi sorotan berbagai kalangan, termasuk pengamat politik.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, memberikan catatan kritis terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia menyoroti persepsi publik soal kecurangan yang terjadi pada penyelenggaraan pemilu.

"Saya, sejak awal kan wanti-wanti bahwa melaksanakan pemilu serentak kan tidak mudah. Pemilihan satu saja, ribetnya sudah kerasa, apalagi pemilu serentak," kata Siti Zuhro kepada VIVA, Selasa 23 April 2019.

"Itu yang tidak terbayangkan mungkin dampaknya. Dampak itu yang tidak kita hitung secara serius, sehingga akhirnya seperti ini," katanya.

Siti Zuhro menjelaskan persoalan kecurangan yang tengah menjadi sorotan publik menjadi pekerjaan rumah bagi KPU. Arief Budiman cs diminta tidak sekadar berwacana lagi.

Ia menyarankan KPU perlu melakukan konsolidasi nasional. Memang meyakinkan publik ketika KPU salah dalam meng-input data tidak sebatas minta maaf.

"Bagaimana membalikkan dari rasa ketidakpercayaan ke percaya, dan itu tidak bisa sekonyong-konyong. Yang perlu dilakukan, solusinya KPU jangan berwacana lagi, minta maaf sudah, tinggal melakukan konsolidasi secara serius dengan semua KPU pusat dan turunannya," katanya.

Siti Zuhro meminta KPU membuat instruksi tegas, jika ada kecurangan harus telusuri sampai tuntas. Selama ini KPU dinilai kurang tegas.

"Membuat instruksi gitu ya, secara tegas. Mewaspadai apa pun kecurangan yang terjadi. Yang terasa di publik itu KPU kurang ketegasan. KPU kalau ada suara seperti itu mendengarkan dengan baik, yang bisa mengubah dari tidak percaya ke percaya adalah kerja-kerja dari KPU itu sendiri," tuturnya.

Lebih lanjut dijelaskan Siti Zuhro, saat ini kemampuan KPU dipertaruhkan, untuk menghentikan praktik menyimpang (pelanggaran pemilu). Sehingga tidak ada lagi rumor bahkan berita yang muncul di medsos maupun media massa.

"Enggak usah akan mempolisikan atau mempidanakan, itu terlalu banyak, tidak akan menambah ketebalan trust publik. Kan enggak akan ada asap kalau enggak ada api," katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya