Uruguay, Kembalinya Imperium Sepakbola Dunia

Pemain Uruguay
Sumber :
  • AP Photo/ Roberto Candia

VIVAnews - Uruguay adalah negara kecil dengan populasi kecil, sampai-sampai pelatih Uruguay, Oscar Tabarez berseloroh bahwa jumlah pemain sepakbola di negaranya melebihi jumlah rakyatnya. 

“Ada negara-negara yang memiliki pemain sepakbola lebih banyak daripada populasi penduduknya,” kata Tabarez seperti dilansir The Irish Times.

Tapi dari sejumlah kecil penduduk Uruguay tersebut, muncullah sejarah sepakbola menakjubkan bertaburkan pemain-pemain luar biasa.  Salah satu dari mereka adalah figur utama dalam sejarah sepakbola internasional awal
Uruguay, Jose Andrade.  Ketika Andrade dilahirkan pada tahun 1901 di Salto, kota terbesar kedua di Uruguay, ayahnya disebut-sebut telah berusia 98 tahun.

Alkisah, ayah Andrade adalah seorang ahli sihir kuno Afrika yang melarikan diri dari perbudakan di Brasil.  Dalam foto tim Uruguay pertama yang memenangi Piala Dunia 1930, terlihat betapa berbedanya Andrade dibanding rekan-rekan
setimnya.  Ia adalah satu-satunya pemain kulit hitam di tim nasional Uruguay.

Seperti diceritakan oleh jurnalis olahraga Guardian, Richard Williams kepada The Irish Times, Andrade memulai karirnya sebagai musisi jalanan, tukang semir sepatu, dan penjual koran. Sebelum, ia akhirnya menjadi anggota inti
La Celeste yang membuat Uruguay dikenal sebagai kekuatan dominan di jagat sepakbola pada tahun-tahun awal bermunculannya pertandingan-pertandingan sepakbola internasional.

Dengan Andrade di sayap kanan, Uruguay memenangkan kejuaraan sepakbola Amerika Selatan pada tahun 1923, 1924, dan 1926.  Uruguay juga memperoleh medali emas cabang sepakbola pada Olimpiade Paris tahun 1924 dan Olimpiade Amsterdam tahun 1928. 

Piala Dunia pertama bahkan digelar di Uruguay.  Pamor Piala Dunia dengan segera menyalip reputasi Olimpiade sebagai pesta olahraga terbesar di bumi ini.

Tuan rumah Uruguay pun menjadi pemenang Piala Dunia perdana tersebut.  La Celeste mungkin saja meraih kesuksesan lebih jauh sebelum Perang Dunia kedua, seandainya mereka tidak membatalkan keikutsertaan pada Piala Dunia 1934 di Italia. 

Top Trending: Hal yang Terjadi Jika Indonesia Tak Dijajah hingga Tawuran Brutal Antar Pelajar

Pada tahun 1938, Uruguay juga memboikot Piala Dunia ketiga di Prancis karena pihak panitia mengingkari janji mereka untuk mencari tempat penyelenggaraan alternatif di antara Eropa dan Amerika Latin.

Uruguay baru kembali berpartisipasi pada Piala Dunia 1950, di mana mereka langsung menggebrak dengan mengalahkan tuan rumah Brasil, dan kembali menjuarai Piala Dunia untuk yang kedua kalinya.  Dengan populasi 1,5 juta penduduk pada tahun 1930 – kini hanya bertambah dua kali lipat, Uruguay menjadi negara terkecil yang pernah menjuarai Piala Dunia.

Kembalinya Sang Penguasa

Kini, 60 tahun sejak kemenangan mereka pada Piala Dunia 1950, Uruguay kembali menjadi kekuatan yang patut diperhitungkan di jagat sepakbola.  Le Celeste menjadi satu-satunya kekuatan Amerika Latin yang tersisa di
semifinal Piala Dunia 2010, setelah Brasil, Argentina, Paraguay, dan Chile, tumbang satu demi satu di babak perempat final.

Rabu dini hari nanti, Uruguay akan berhadapan dengan Belanda.  Kedua tim sebelumnya pernah bertemu empat kali, dengan tiga kali kemenangan di tangan Uruguay.  Pertandingan ini sekaligus menjadi pertarungan semifinal Le
Celeste untuk yang ketiga kalinya sejak tahun 1950.  Uruguay tentu berharap, kali ini mereka memperoleh hasil lebih baik daripada kekalahan mereka dari Hungaria pada tahun 1954 dan Brasil pada tahun 1970.

“Piala Dunia adalah sebuah pesta dan perayaan.  Apa yang terjadi di sini (Afrika Selatan) mempunyai dampak sangat positif di negeri kami, terutama di antara generasi muda – anak-anak dan remaja.  Melihat tiga tim lainnya di
semifinal ini (yang didominasi Eropa), rasanya hampir seperti datang ke pesta di mana kami tidak diundang.  Benar bahwa kami belum bermain dengan sangat cemerlang.  Tapi kami sudah di sini, dan saya tidak berpikir ini terjadi
hanya karena faktor keburuntungan,” ujar Tabarez menjelang pertandingan melawan Belanda.

Tabarez yakin, sejarah mempunyai andil dalam membawa timnya melangkah sampai sejauh ini, di luar perkiraan banyak kalangan.  Apapun hasil yang mereka capai di Piala Dunia 2010 ini, yang terpenting, Tabarez ingin agar para
pemainnya sungguh-sungguh merasakan pengalaman bermain dalam suatu turnamen internasional.

Pelita Jaya memastikan tiket ke putaran final BCL Asia 2024

Perbasi Apresiasi Sukses Pelita Jaya Tembus Babak Utama BCL Asia

PP Perbasi mengapresiasi tim Pelita Jaya Bakrie Jakarta yang berhasil lolos ke babak utama Basketball Champions League (BCL) Asia 2024.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024