Demokrat: Bawaslu Jangan Ragu Diskualifikasi Paslon Curang di Pilkada

Sidang Bawaslu NTB atas dugaan pelanggaran Pilkada di Sumbawa.
Sumber :
  • VIVA/Satria Zulfikar

VIVA – Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani mendukung Bawaslu untuk menetapkan adanya dugaan pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) di Pilkada Sumbawa 2020. 

Sinyal Anies Maju Pilkada DKI 2024, PKS: Kalau Memang Cocok, Why Not?

Saat ini, Bawaslu Nusa Tenggara Barat (NTB) masih proses persidangan dugaan pelanggaran TSM dengan termohon pasangan calon Nomor 4, Mahmud Abdullah dan Dewi Noviany.

"Partai Demokrat sangat mendukung Bawaslu untuk menetapkan pilkada terjadi pelanggaran TSM, jika memang saksi dan faktanya jelas dan nyata," kata Kamhar pada Kamis, 7 Januari 2021.

PKB dan PKS Sepakati Koalisi di Pilkada Serentak 2024, Khususnya di Jateng dan Jatim

Menurut dia, Partai Demokrat dipastikan menentang keras dan akan memback up perjuangan melawan dugaan praktik kecurangan yang dilakukan secara terstuktur, sistematis dan masif dalam Pilkada Sumbawa. Sebab, standing partai yang diketuai oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ini sangat jelas melawan kecurangan.

"Kita akan gunakan kekuatan untuk membongkar kecurangan tersebut, apalagi yang menjadi korban adalah kader kita atau figur yang diusung Partai Demokrat," ujarnya.

Waketum Nasdem Ahmad Ali Temui Prabowo Minta Dukungan Maju Pilgub Sulteng

Sementara Ketua Bawaslu RI, Abhan menjelaskan pasangan calon kepala daerah bisa gugur apabila terbukti melakukan pelanggaran politik uang. Hal ini tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 73 Ayat (2). Pasal itu disebutkan, Bawaslu provinsi dapat mengenakan sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon apabila terbukti melakukan politik uang.

"Paslon yang terbukti melakukan politik uang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) bisa terkena sanksi diskualifikasi. Pelanggaran money politik TSM bisa saja dilakukan oleh orang lain, seperti simpatisan atau tim kampanye manakala terbukti dilakukan atas perintah dan aliran dananya dari paslon, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ketentuan pasal 187A," katanya.

Ketentuan pidana mengenai politik uang dalam Pasal 187A Ayat (1) mengatur bahwa, setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72 bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati berharap KPU dapat bersikap transparan jika mendapati putusan Bawaslu yang merekomendasikan pembatalan keikutsertaan pasangan calon yang telah terbukti melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif. Sebab, KPU wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu sesuai UU Pilkada.

"Iya harus transparan. Kewajibannya kan menindaklanjuti. Masalahnya, tindak lanjutnya itu bisa mengabulkan atau menolak," tandasnya.

Baca juga: Pemenang Pilkada Sumbawa Terancam Didiskualifikasi

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya