Bawaslu: Sulit Diskualifikasi Peserta Pilkada yang Langgar Prokes

Ketua Bawaslu Abhan. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Menerapkan protokol kesehatan (prokes) menjadi syarat utama untuk melakukan kampanye Pilkada 2020 di masa pandemi virus corona (COVID-19). Sayangnya, syarat iitu banyak diabaikan oleh pasangan calon kepala daerah yang berkontestasi di Pilkada Serentak 2020.

Buka Pendaftaran, Ini Kriteria Calon Wali Kota Malang yang Dicari PKB untuk Pilkada 2024

Usul mengenai diberikannya sanksi keras sampai diskualifikasi kepada Calon Kepala Daerah (Cakada) yang melanggar Protokol Kesehatan (Prokes) bermunculan dari berbagai kalangan masyarakat. Namun menerapkan sanksi keras berupa diskualifikasi dianggap sulit karena perangkat hukum yang ada kurang memadai.

Baca juga: Sumber EBT Indonesia 400 Gigawatt, Baru Dimanfaatkan 2,5 Persen

PAN Siapkan Bima Arya dan Desy Ratnasari untuk Pilgub Jabar

"Kalau ada publik yang berharap bahwa pelanggaran protokol kesehatan harus diberi sanksi yang keras misalnya diskualifikasi, saya kira tidak cukup hukum yang ada Ini bisa memberikan hukuman yang keras sampai di diskualifikasi," kata Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Abhan, dalam diskusi virtual bertema 'Evaluasi Metode dan Isu Kampanye di Era Pandemi' Rabu 21 Oktober 2020.

Berbagai aturan yang ada saat ini, salah satunya UU 6 tahun 2020 tentang Penetapan Perppu 2 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga UU 1 tahun 2015 tentang Penetapan Perppu 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi aturan yang tidak cukup kuat untuk menerapkan sanksi tersebut.

Gelar Rakornas, PDIP Mulai Panaskan Mesin Partai untuk Pilkada Serentak 2024

"Apakah perangkat hukum Undang-undang 10 yang telah diubah menjadi 6 2020 itu cukup memadai, Saya kira ini ada persoalan Saya kira KPU tidak akan berani kalau dasar hukumnya tidak didukung oleh dasar hukum yang kuat," ujar Abhan.

Dia melanjutkan, dengan sulitnya menerapkan sanksi keras berakibat banyak paslon yang abai terkait aturan kampanye di masa pandemi. Walaupun pada PKPU sudah diatur untuk menggunakan kampanye daring, tetapi masih banyak yang belum menerapkannya.

"Data yang kami peroleh memang 95 persen masih pada kegiatan yang sifatnya tetap muka. Yang daring baru sekitar 5 persen. Saya kira ini banyak faktor hal baru dan faktor kesiapan publik masyarakat, apakah familiar dengan metode daring?" lanjut Ketua Bawaslu itu. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya