Aturan (Tak) Mustahil Beli Mobil Tanpa DP

Booth Honda di GIIAS 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dian Tami

VIVA – Dalam waktu dekat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersiap menerbitkan aturan revisi POJK Nomor 29/POJK.05/2014 mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Di mana substansinya terkait akan dibolehkannya aturan down payment nol persen untuk pembelian kendaraan bermotor.

Dengan aturan tersebut, masyarakat sangat dimungkinkan bisa memiliki kendaraan baru dengan cara kredit tanpa membayar uang muka terlebih dahulu. Regulator keuangan RI ini menyatakan, langkah tersebut sengaja ditempuh sebagai cara menggairahkan industri multifinance --pembiayaan.

"OJK memberi kesempatan ke masing-masing perusahaan pembiayaan untuk mengambil kebijakan dalam menerapkan DP 0 persen. Kebijakan ini juga bergantung pada risk management perusahaan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Riswinandi.

Kebijakan ini nantinya berlaku untuk perusahaan pembiayaan yang menjalankan bisnis secara konvensional ataupun berbasis syariah. Di mana syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha yang bisa memberi DP 0 persen antara lain wajib memiliki tingkat non performing finance (NPF) di bawah atau sama dengan satu persen.

Selain itu tingkat keuangan perusahaan juga harus masuk kategori sehat.

Aturan ini pun disambut positif Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Asosiasi agen pemegang merek kendaraan roda empat di Tanah Air itu mengaku rencana itu positif dalam rangka meningkatkan penjualan kendaraan dan peningkatan performa leasing.

"Mudah-mudahan bisa meningkatkan penjualan. Kami dukung, tetapi soal DP kan yang menentukan perusahaan pembiayaan atau leasing. Jadi mereka yang menentukan berdasarkan analisa keuangan calon pembelinya," ujar Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor, Jongkie D. Sugiarto.

Meraba-raba

Walau aturan ini masih belum diketuk, tetapi gaungnya sudah mulai menggema ke mana-mana. Masyarakat langsung memperbincangkannya. Bayangkan, mereka bakal dimudahkan untuk memiliki kendaraan. Apabila dahulu dipatok dana panjar 20-30 persen, kini sama sekali nol.

Terkait hal ini multifinance menyatakan masih terus mempelajarinya. Seperti yang diungkapkan Direktur Utama Mandiri Tunas Finance, Arya Suprihadi. Disadari, pada satu sisi rencana tersebut memang dapat menyulut daya beli masyarakat akan kendaraan.

Tetapi di sisi lain, risiko kredit macet juga berpeluang besar. "Ketentuan tersebut tentu memberi kebebasan kepada perusahaan pembiayaan untuk menerapkannya, disesuaikan dengan risk management dan risk appetite masing-masing perusahaan pembiayaan," kata Arya saat berbincang dengan VIVA, Kamis, 23 Agustus 2018.

Sejauh ini pihaknya masih akan fokus untuk pembiayaan dengan DP besar, yakni di atas 20 sampai 25 persen. Karena menurut catatan MTF, pembiayaan di segmen DP tersebut mempunyai kualitas baik dari segi performa pembayaran.

Sementara terkait rencana DP 0 persen yang akan diketuk OJK, masih perlu akan dikaji penerapannya, lantaran menganggap potensi gagal bayar bisa saja menjadi besar.

"Mungkin selektif ke perusahaan tertentu yang menerapkan COP (Car Ownership Program), yang cicilannya dijamin oleh perusahaan tersebut. Tentunya bunga yang diterapkan akan lebih tinggi karena ada faktor risk premium."

Tetap selektif pada konsumen, seperti yang disampaikan leasing MTF memang masuk akal. Walau andai DP nol persen diberlakukan, tetapi ada kriteria khusus yang wajib dibatasi agar jelas, siapa yang benar-benar pantas mendapatkannya.

"Yang penting, waktu seleksi awal dilakukan dengan baik dan sesama, supaya tidak menimbulkan kredit macet. Dilihat latar belakang konsumen juga yang dulu pernah melakukan kredit, bagaimana perjalanannya," kata Ketua Bidang Niaga Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, Sigit Kumala kepada VIVA.

Kunci utama jika aturan ini diberlakukan, kata Sigit, terletak pada pengawasannya. Karena memang banyak pihak yang mengkhawatirkan banyaknya kredit macet usai aturan ini diketuk tanpa aturan yang jelas.

"Kalau menurut kami, itu baik kebijakannya. Cuma, ya harus sustainable buat industri, jangan sampai cuma beberapa bulan kemudian berhenti."

Pro-Kontra

Rencana aturan ini juga disambut beragam oleh sejumlah agen pemegang merek otomotif di Indonesia. Ada yang merasa positif, ada pula yang menganggap aturan ini berdampak negatif ke depan.

Seperti Nissan misalnya. Kebijakan pembelian kendaraan bermotor dengan uang muka atau down payment nol persen, dianggap bisa saja diwujudkan.

Head of Communication PT Nissan Motor Indonesia, Hana Maharani mengatakan, jika semua proses dan prosedur dilakukan dengan baik dan benar, maka tidak ada dampak negatif yang akan timbul, seperti gagal bayar atau kredit macet.

Maka itu dibutuhkan analisa kelayakan kredit konsumen dengan lebih cermat oleh perusahaan pembiayaan. "Kebijakan ini bisa menjadi stimulus positif untuk pasar. Jadi saya rasa, bisa saja untuk membeli mobil kredit dengan DP nol persen," ujarnya saat dihubungi VIVA, Senin 27 Agustus 2018.

Pernyataan berbeda disampaikan agen pemegang merek lainnya, Honda Prospect Motor, selaku APM Honda di Indonesia. Marketing and After Sales Service Director PT Honda Prospect Motor, Jonfis Fandy menyebut tidak mungkin hal itu terjadi.

Karena menurutnya aturan itu hingga kini belum jelas. Apalagi banyak syarat yang harus dipenuhi jika ingin melakukan pembelian mobil tanpa uang muka. “Karena ada syarat-syaratnya juga NPL harus satu persen dan lain sebagainya, berapa bank yang punya NPL satu persen, kami juga tidak tahu,” ujarnya di Tangerang.

Jonfis melanjutkan, hingga kini belum ada perusahaan pembiayaan yang menyetujui rencana OJK, mengingat belum jelasnya aturan. Padahal jika mencermati, penurunan DP dari 25 persen menjadi 15 persen saja tidak terlalu membantu penjualan kendaraan baru.

“Bank dan leasing harus screening yang jelas. Karena DP nol persen itu seperti Anda disuruh beli mobil tidak usah bayar apa-apa, setahu saya leasing company belum mengizinkan, bahkan peraturan semakin ketat harus ada screening, gaji, dan lain-lain,” tuturnya.

Sebenarnya, bisa saja konsumen membeli mobil tanpa uang muka, namun antara bank dan leasing saling bekerja sama dengan perusahaan di mana nasabah bekerja. Tujuannya agar mempermudah nasabah jika ingin mempunyai mobil, dengan catatan punya riwayat keuangan yang baik, atau pemasukan per-bulan yang memadai.

Tinggal Klik, Prajurit TNI AD Bisa KPR Rumah DP 0% hingga Bunga Ringan

“Jadi bukan sekadar iseng, ah saya mau beli mobil habis kredit tidak bayar."

Pedagang Mobil Bekas Teriak

PP Properti Sulap Area Laguna Jadi Hunian Modern, DP Nol Persen

Ada salah satu pihak yang disorot jika benar aturan soal DP nol persen kendaraan baru diberlakukan. Yakni geliat pasar kendaraan bekas.

Jelang Akhir Periode Anies-Riza, Program DP 0 Rupiah Direvisi

Sebab imbasnya bakal amat terasa pada sektor tersebut. Kekhawatiran ini pun sudah disuarakan sejumlah pedagang mobil bekas yang bermarkas di kawasan Cipinang, Jakarta Timur.

Menurut pemilik ruang pamer mobil bekas Bambu Kuning Motor, Fadli, adanya DP nol persen dipastikan akan menurunkan pendapatan  penjualan mobil bekas. Terlebih, bila aturan itu hanya berlaku untuk pembelian mobil baru saja.  

“Pasti berpengaruh, karena tanpa punya uang orang bisa memiliki mobil baru. Semoga hanya wacana. Untuk saat ini, saya jualan per bulan itu bisa 10 sampai 15 unit. Kalau wacana itu jadi, bisa saja turun angkanya,” katanya.

Senior Manager bursa mobil bekas WTC Mangga Dua, Herjanto Kosasih mengatakan, jika pemerintah mau adil, DP nol persen itu sebaiknya juga diberlakukan bukan cuma untuk kendaraan baru saja. Tetapi juga terhadap kendaraan berstatus bekas pakai alias seken.

Dia juga menyebut, imbas terhadap penjualan mobil bekas memang pasti ada dan cukup memiliki pengaruh. Karena bisa saja penjualan mobil baru menjadi besar.

Walaupun demikian, di satu sisi Herjanto mengaku pesimistis aturan itu benar-benar diberlakukan. Karena pola pikirnya tak sesederhana itu. Dibutuhkan banyak syarat, dan pendukung untuk mewujudkannya.  

“Kami pakai BCA Finance, DP 30 persen saja sudah banyak yang mau, apalagi nol persen. Tapi, bagaimana biaya cicilan per bulannya, kan jadi tinggi. Enggak terlalu sesederhana itu,” ujarnya saat dihubungi VIVA. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya