Jokowi Tolak Terbitkan Perppu, KPK Hilang Taji?

Seorang petugas sedang membersihkan logo Gedung KPK di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA –  Kasak kusuk permintaan publik agar Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya terjawab. Kekhawatiran bahwa presiden tak akan menerbitkan Perppu KPK benar-benar terjadi. 

Momen Akrab Prabowo dan Jokowi di Acara Bukber di Istana Negara

Setelah lebih dari satu bulan revisi UU KPK yang kontroversial itu disahkan DPR, Jokowi mengambil sikap. Sayangnya, keputusan Jokowi melukai pejuang antikorupsi.

Jokowi mengatakan, ia tidak akan mengeluarkan Perppu. Sebabnya, sudah ada yang mengajukan uji materi (judicial review) UU KPK ke MK. Menurut eks Wali Kota Solo itu proses judicial review di MK mesti dihormati.

Rampung Juni 2024, Menteri ESDM: Divestasi Saham Freeport Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak

"Kita melihat bahwa sekarang masih ada proses uji materi di MK. Kita harus  menghargai proses-proses seperti itu. Jangan ada orang masih berproses di uji materi kemudian langsung ditimpa dengan sebuah putusan yang lain," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat 1 November 2019.

Penerbitan Perppu sangat diharapkan oleh publik, sebab langkah tersebut akan memangkas beberapa pasal kontroversial yang dianggap bermasalah. Bagaimanapun, proses judicial review atau legislative review membutuhkan waktu yang cukup lama. Tapi Jokowi tetap bersikukuh tak ingin mengeluarkan Perppu karena masih ada yang masih berusaha di MK. 

Elite Gerindra Sebut Polri Sudah "On the Track" Tangani Kasus Firli Bahuri

"Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," katanya menegaskan.

Adapun UU KPK hasil revisi sudah disahkan dan masuk ke dalam lembaran negara sebagai UU Nomor 19 tahun 2019. Pro dan kontra terhadap UU ini masih mengemuka lantaran beberapa pasal dianggap melemahkan KPK. Terakhir, beberapa hari lalu, kalangan mahasiswa melakukan aksi demo di depan Istana untuk mendorong Jokowi menerbitkan Perppu atas KPK.

Gugatan Uji Materi

Desakan menerbitkan Perppu muncul setelah UU KPK direvisi dan kemudian disahkan pada September 2019.  Pengesahan itu mendapat penolakan besar-besaran. Barisan mahasiswa melakukan aksi demo di berbagai daerah. Beberapa aksi bahkan berujung ricuh. Dua mahasiswa di Kendari meninggal dunia, dan ratusan mahasiswa luka-luka akibat aksi represif aparat kepolisian.

Selama hampir satu minggu aksi tak berhenti. Meski banyak yang berharap Jokowi segera bertindak, namun Jokowi bergeming. 

Diamnya Jokowi akhirnya ditanggapi mahasiswa dengan mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Uji Materi dilakukan oleh 18 mahasiswa mengajukan gugatan tersebut dengan kuasa pemohon yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Zico Leonard Djagardo. Simanjuntak.

Dalam uji materiilnya, para penggugat mempermasalahkan syarat pimpinan KPK yang diatur dalam UU KPK Pasal 29. Menurut para penggugat, pasal itu mengatur bahwa pimpinan KPK harus memenuhi syarat yakni tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki reputasi yang baik dan melepaskan jabatan struktural atau jabatan lain selama menjadi pimpinan KPK.

Sementara dalam ggugatan formil, para penggugat juga mempersoalkan proses revisi UU. Menurut para penggugat, proses revisi itu cacat prosedur karena tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas. Selain itu, para penggugat juga mempermasalahkan rapat paripurna pengesahan UU KPK, pada 17 September 2019.

Gugatan mereka inilah yang dijadikan alasan oleh Jokowi untuk tak menerbitkan Perppu. Jokowi tetap bertahan dengan pernyataan bahwa proses mahasiswa yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi harus dihargai.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan sudah memprediksi bahwa Presiden Jokowi enggan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka menyesalkan Perppu KPK itu tak kunjung muncul.

"Sikap Jokowi sudah diprediksi jauh-jauh hari," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana di kantornya, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Minggu 3 November 2019. Soal penguatan pemberantasan korupsi yang dilontarkan Jokowi dinilai ICW sebagai suatu kebohongan. 

Upaya Kurangi Efek Kerusakan

ICW menilai Jokowi tak paham kinerja pemberantasan korupsi seutuhnya. Revisi UU KPK dianggap memang sengaja didesain untuk melakukan pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi.

"Istana tidak paham bagaimana konsep lembaga anti korupsi yang baik, internalnya sudah ada deputi pencegahan, adanya Ombudsman sebagai lembaga mal administrasi. Istana gagal paham bagaimana konsep lembaga antikorupsi yang baik, siapa pun yang dipilih, itu membuat kekeliruan," kata Kurnia. 

Alasan Jokowi yang menolak menerbitkan Perppu karena menghormati proses Judicial Review di Mahkamah Konstitusi dibantah oleh Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari. Menurutnya Jokowi justru tidak mengedepankan adab sopan santun ketika membahas revisi UU KPK. Sebab, Jokowi tak pernah mengundang KPK untuk membahas hal tersebut. Feri juga menganggap presiden tidak sopan ketika ikut menyetujui UU yang dalam pengesahannya tidak dihadiri secara kuorum oleh DPR.

"Jokowi juga tidak menunjukkan sopan santun ketatanegaran dalam konteks pembentukan Dewan Pengawas pasca UU KPK disahkan. Sebab Dalam aturan itu, Dewan Pengawas pertama kali ditunjuk Presiden tapi, periode selanjutnya melalui seleksi pansel," ujar Feri kepada VIVAnews.

Hal lain yang dianggap mengecewakan pegiat korupsi adalah penunjukan Dewan Pengawas KPK yang dilakukan oleh presiden.  Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo, mengatakan posisi Dewan Pengawas KPK kini menjadi kursi panas. Sebab, siapa pun yang nanti terpilih akan memiliki kewenangan yang melampaui wewenang pimpinan. 

"Presiden harus pahami Dewan Pengawas harus diisi oleh orang-orang berintegritas, yang benar-benar bukan jadi kolaborator pimpinan tapi pengawas pimpinan. Ketika pimpinan melakukan kesalahan harus berani menindak," ujar Yudi, seperti dikutip dari BBC.

Menanggapi pernyataan Jokowi yang tak ingin terbitkan Perppu, KPK memilih untuk fokus meminimalisir hasil UU KPK yang baru yang benar-benar sangat berpengaruh pada kinerja institusinya. Sehingga ke depan, lembaga ini bisa bertahan dari serangan koruptor yang sedang diusut.

"Saat ini fokus KPK adalah meminimalisir efek kerusakan atau pelemahan yang terjadi di revisi undang-undang dilakukan itu, yang kami kerjakan setiap hari melalui tim transisi," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah, Senin, 4 November 2019.

Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) juga mengaku hanya bisa pasrah atas keputusan Presiden Jokowi. Pasalnya Perppu merupakan hak prerogatif Presiden. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya