Kontrak Baru Koalisi, Sebuah Solusi?

Presiden SBY
Sumber :
  • R Rekotomo

VIVAnews-Lama tak terdengar, akhirnya Demokrat melontarkan satu cara baru terkait dengan Sekretariat Gabungan Koalisi pendukung SBY-Boediono. 

Adalah Saan Mustofa, Sekretaris Fraksi Demokrat, menyatakan perlunya pembaruan kontrak politik koalisi. Katanya, ini ditujukan bukan untuk mengekang partai yang menjadi anggota. Pembaruan ini justru membuat para anggota koalisi menjadi lebih setara.

Saan menyatakan pembaruan itu hasil pembicaraan Ketua Koalisi dengan ketua-ketua partai, dan tak dimaksudkan sebagai alat untuk menekan. "Tapi sebuah treatment pada anggota koalisi agar ada kesetaraan, perlakuan yang sama," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 7 April 2011.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono membenarkan adanya draf kontrak baru itu. Tapi ia mengatakan isi perjanjian belum final. Saat ini, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih terus merundingkannya. Menurutnya, partai-partai anggota koalisi pemerintahan SBY sepakat memperbaiki 11 poin kontrak mereka.

Namun, Agung mengaku tak tahu kapan draf kontrak selesai disusun. "Namanya juga penataan. Di sana-sini harus disesuaikan, ada yang dikurangi dan ada yang ditambah," katanya.

Terlepas draft itu belum final, lontaran ide kontrak baru itu tak pelak sebuah terobosan di tengah kebuntuan pasca kisruh hak angket pajak beberapa waktu lalu. Saat itu Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera dianggap mbalelo. Sebagai partai pendukung pemerintah, kedua partai ini melawan arus. Mereka memilih mendukung hak angket mafia pajak sementara partai pendukung pemerintah lain memilih sebaliknya.  Akhirnya berujung dramatis. Meskipun tipis, partai pendukung pemerintah memenangkan pertarungan. Hak angket batal dibuat.

Setelah hak angket mafia pajak gagal digulirkan, giliran keberadaan Golkar dan PKS jadi pertanyaan. Mereka dianggap mengkhianati koalisi sehingga kedua partai ini harus keluar dari koalisi.

"Pemerintah masih akan bisa berjalan, kok. Tidak masalah walau tanpa PKS dan Golkar," kata Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah dua bulan lalu usai kisruh hak angket pajak.

Tapi apa yang terjadi seperti jauh panggang dari api. Isu reshuffle menteri Golkar dan PKS tak pernah terealisasi. Partai Gerindra dan PDI Perjuangan tak pernah masuk koalisi. PDI Perjuangan memilih tetap di luar, dan menjadi oposisi. Sementara Gerindra menawarkan sejumlah syarat, dan meminta posisi kementerian strategis.

Alhasil masalah reshuffle menteri dari dua partai itu seperti menemukan jalan buntu. SBY sendiri dalam pidatonya sempat menyinggung sikap mbalelo kedua partai tersebut. Tapi setelah lobi ke PDI Perjuangan dan Gerinda menemui jalan buntu, tak terdengar lagi manuver baru.

Masalah komunikasi

Sikap Partai Golkar sendiri sepertinya sudah tegas. Secara implisit mereka tidak terlalu mempersoalkan pentingnya kontrak politik baru. Bagi Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham, yang paling penting adalah komunikasi. 

Ia menilai kesalahpahaman partai pendukung pemerintah adalah pada masalah komunikasi.  Partai Golkar, katanya,  mendukung perbaikan manajemen Sekretariat Gabungan Koalisi Pemerintahan melalui peningkatan pertemuan sesama anggota koalisi. Salah satunya, Golkar meminta minimal setiap tiga bulan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Koalisi memimpin sendiri rapat.

"Minimal sekali dalam tiga bulan, rapat langsung dipimpin Ketua Koalisi," kata Sekretaris Jenderal Golkar, Idrus Marham. "Saya kira itu penting," kata Idrus.

Rapat-rapat itu, kata Idrus, harus dilakukan secara konsisten. Rapat harus didasari sikap dan pandangan politik masing-masing. Kalau ada perbedaan, tentu forum koalisi itulah yang mempertemukan langkah-langkah itu.

"Maka dari situ dilahirkan kesepakatan-kesepakatan. Koalisi itu kan untuk mendukung pemerintahan SBY demi kesejahteraan rakyat," kata Idrus. "Tentu instrumen untuk itu bisa dibicarakan secara terbuka. Golkar punya keyakinan kalau pertemuan dilakukan secara intensif dan produktif, pasti tidak akan ada masalah."

Exit strategy

Sementara itu, saat dihubungi terpisah, Direktur Indo Barometer M Qodari, menilai pembuatan kontrak politik adalah sebuah exit strategy dari Partai Demokrat. Setelah gagal melobi PDI Perjuangan dan Gerindra untuk masuk koalisi baru, maka dicetuskan ide pembuatan kontrak politik baru.

Qodari sendiri belum melihat isi kontrak politik baru tersebut. Namun dari informasi yang dia dapat, kontrak politik itu akan lebih mengikat, lebih memberi ikatan, dan sanksi tegas bagi partai yang berhimpun dalam Sekretariat Gabungan Koalisi Pendukung SBY.

Kontrak politik itu, kata Qodari, punya konsekuensi.  Kalau kontrak baru itu diteken, maka hal itu “Akan membuat DPR jadi stempel karet seperti masa Orde Baru,” katanya saat dihubungi VIVAnews

Menurutnya, kontrak politik baru lebih mengikat dan ketat, akan membuat pemerintah tak hanya kuat di eksekutif tetapi juga legislatif. Padahal fungsi legislatif menurutnya berbeda. Tugas DPR menurutnya ada tiga, yakni legislasi, bujeting, dan pengawasan. Bila disetujui, kontrak baru itu dicemaskan akan membunuh fungsi pengawasan DPR.

Qodari menilai pencetus utama kemacetan politik di Sekretariat Gabungan bukanlah masalah kontrak politik. Ia lebih setuju dengan Idrus Marham bahwa pemicunya adalah masalah komunikasi politik. 

5 Promo Hari Kartini, Ada Minyak Goreng 2 Liter Cuma Rp30 Ribuan

Dia juga mengkritik peserta Setgab kebanyakan datang dari lapis dua dan tiga, bukan dari lapis pertama seperti ketua-ketua partai. Ini membuat komunikasi jadi tersendat. Karena itu dia melihat kontrak politik baru tidaklah mendesak.(np)


Batalkan Aksi Relawan Turun ke Jalan Jelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Prabowo Tuai Pujian
Toyota Land Cruiser 250

Terpopuler: Harga Toyota Fortuner Hybrid, Land Cruiser Tangguh Versi Murah

Berita yang membahas mengenai harga Toyota Fortuner Hybrid dan Land Cruiser tangguh versi murah, banyak sekali pembacanya sehingga jadi terpopuler di kanal VIVA Otomotif.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024