CEO Asing Dilarang, Apa Tanggapan Pengusaha

Pengusaha
Sumber :

VIVAnews - Ini soal tenaga kerja asing di Indonesia. Saban bulan jumlahnya kian banyak. Pemerintah Indonesia menerbitkan ketentuan baru untuk para pekerja dari manca negara itu. Salah satunya adalah melarang perusahaan mengangkat mereka sebagai Chief Executive Officer(CEO). 

Diskriminasi Terhadap Perempuan Dalam Pekerjaan Kian Parah di Tiongkok

Senin 12 Maret 2012, kalangan para pengusaha dan anggota DPR di Senayan ramai menanggapi larangan itu. Ada yang setuju, tapi banyak juga yang menolak. Alasan mereka juga beragam.

Larangan menjadi CEO diperusahaan berbadan hukum Indonesia itu, diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Disahkan dan berlaku efektif 29 Februari 2012 dengan Nomor 40 tahun 2012. Dalam ketentuan itu, terdapat juga 18 jabatan lain yang haram hukumnya ditempati tenaga kerja asing. (Jabatan apa saja yang tidak boleh baca di sini)

Pemain Korea Selatan Puji Timnas Indonesia U-23

Sesungguhnya batasan jabatan untuk para pekerja asing itu bukan isu baru. Sebab keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi ini sebetulnya tindak lanjut dari pasal 46 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang itu jelas ada ketentuan yang melarang pekerja asing menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan atau jabatan tertentu.

Sekjen Kemenakertrans, Muchtar Luthfie menegaskan bahwa ketentuan larangan menempati jabatan tertentu itu merupakan langkah pemerintah mengendalikan jumlah tenaga kerja asing di Indonesia. Dalam upaya pengendalian itu, pemerintah juga akan memperketat aspek legalitas dan ketat mempertimbangkan soal kebutuhan dalam menerima tenaga kerja asing itu.

3 Fakta Menarik Serial The Perfect Strangers, Maxime Bouttier dan Beby Tsabina Gemas Banget!

 “Kalau ada perusahaan yang meminta memperkerjakan tenaga kerja asing, maka kami akan lihat seberapa banyak tenaga kerja lokal yang bekerja di perusahaan itu. Kalau tenaga lokalnya sedikit, kami akan menolak,” ujar Muchtar.

Pertimbangan lain, lanjut Muchtar, pemerintah adalah menyangkut pengembangan sumber daya manusia (SDM) di tanah air. Kemenakertrans berharap dengan adanya pelarangan itu, maka akan ada upaya pengembangan sumber daya manusia lokal. Akan ada alih pengetahuan dan alih teknologi. Dengan demikian kualitas tenaga kerja lokal bisa meningkat.

Jika alih pengetahuan dan teknologi itu sukses, maka membanjirnya kaum profesional dari manca negara bisa direm. Dari data yang ditunjukan pemerintah, pada 2011 sedikitnya terdapat 77.300 tenaga kerja asing di negeri ini. Pekerja asing itu berasal dari China (16.149 orang), Jepang (10.927), Korea Selatan(6.520), India (4.991), Malaysia (4.957), Amerika Serikat (4.425), Thailand (3.868), Australia (3.828), dan Filipina (3.820). Sedangkan sisanya, merupakan tenaga kerja dari berbagai negara lain.

Dari sisi keahlian atau jabatan, sebagian besar tenaga kerja asing itu merupakan profesional (34.763 orang), konsultan (12.761 orang), manajer (12.505 orang), direksi (6.511), teknisi (5.276 orang). Sedangkan sisanya menjadi supervisor (4.746) dan komisaris (738 orang).

Soal kian bertambahnya jumlah tenaga asing yang membanjir pasar tenaga kerja Indonesia pernah disampaikan Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Chairul Tanjung. Pengusaha yang jadi penasihat ekonomi Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ini pernah mengungkapkan bahwa Indonesia bakal menjadi negara tujuan bagi tenaga profesional dan ekspatriat dari luar negeri.

Di masa yang akan datang, pertumbuhan jumlah ekspatriat yang bekerja di Indonesia ditaksir  bisa lebih dari 30 persen. Tahun ini, pekerja asing di Tanah Air diperkirakan terus tumbuh hingga 11 persen. Bahkan KEN meramalkan, Jakarta bakal menjadi kampung ekspatriat.

"Kami Tidak Bodoh"

Keputusan membatasi posisi bagi pekerja asing itu dikritik oleh sejumlah pengusaha.  Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi dalam perbincangan dengan VIVAnews menyebutkan bahwa pemerintah telah terlalu jauh mencampuri urusan perusahaan. Tanpa aturan tersebut, katanya, para pengusaha sebetulnya tidak ada yang memakai warga asing sebagai CEO.

Alasannya kata Sofjan, banyak juga profesional dan pengusaha yang bisa menempati posisi itu. "Kami tidak bodoh-bodoh amat," kata Sofjan. "Tak mungkin kami mengimpor tenaga untuk urus SDM."

Sofjan berlasan bahwa selain karena banyak juga tenaga kerja lokal yang sanggup,kalangan pengusaha juga pasti akan mempertimbangkan soal biaya. Bila tidak membutuhkan sekali, pasti tidak akan pakai. Alasannya sederhana, tenaha kerja asing sangat mahal.

Kalaupun menggunakan tenaga kerja asing, Apindo yakin hanya posisi-posisi strategislah yang akan diisi para ekspatriat tersebut. Selama ini, bidang keuangan (chief financial officer) dan informasi teknologi diakui masih menggunakan jasa tenaga kerja asing.

Hal paling disayangkan dari keputusan pemerintah itu, kata Sofjan, adalah bahwa pemerintah sama sekali tidak berkonsultasi dengan para pelaku usaha soal keputusan itu. Seharusnya, keputusan sepenting itu dibicarakan dulu secara tripartit antara pengusaha, pemerintah, dan buruh.

Kritik keras datang dari anggota DPR di Senayan. Ketua Komisi VI DPR yang juga menjabat Ketua Asosiasi Emiten Indonesia, Airlangga Hartanto, menganggap pemerintah menganut aliran kelirumologi dalam menelurkan kebijakan larangan jabatan bagi pekerja asing itu.

"Ini namanya kelirumologi, sangat tidak tepat dan sangat tidak jelas," kata Airlangga. Aturan hukum yang mengatur ketenagakerjaan di Indonesia selama  ini, lanjutnya, tidak pernah mengenal istilah CEO. Ketentuan CEO selama ini hanya ditemukan dalam aturan-aturan dari Amerika Serikat.

Meskipun CEO terkadang diartikan sebagai jajaran direksi di sebuah perusahaan, penggunaan istilah itu tidak dapat dengan mudah di samakan. Sebab, sebuah peraturan harus mengikuti turunannya yaitu undang-undang. Dan dalam undang-undang istilah CEO belum ada.

Peluang Terbuka

Sambutan positif disampaikan kalangan pebisnis muda yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Ketua Umum HIPMI, Raja Sapta Oktohari, mengaku bangga dengan munculnya kebijakan pemerintah yang melarang orang asing menduduki jabatan CEO itu. Bahkan menurut Raja, keputusan pemerintah itu sebagai langkah spektakuler.

"Pasti akan banyak tekanan dari sana-sini," kata Okto, sapaan akrab Raja Sapta oktohari, kepada VIVAnews.

Okto menuturkan, kebijakan baru dari Kemenakertras itu membuka peluang bagi Indonesia untuk lebih menggali kemampuan SDM lokal di tanah air. Keputusan ini, katanya, bisa mengangkat harkat pegawai Indonesia yang selama hanya menjadi pekerja.

"Kalau itu bisa dilakukan luar biasa. Itu akan menempatkan orang Indonesia bukan hanya sebagai pekerja saja, tetapi juga sebagai top management," ungkapnya.

Dominasi asing, lanjut Okto, dinilai terlalu besar di perusahaan Indonesia. Kondisi tersebut tentunya akan membahayakan keberlangsungan SDM di Indonesia. "Jangan-jangan yang menempati gedung-gedung tinggi di kawasan Central Business District (CBD) rata-rata orang asing," kata dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya