Gunung Merapi dan Sinabung Meletus, Seberapa Siapkah Kita?

Gunung Merapi meletus
Sumber :

VIVAnews - Gunung Merapi di Jawa Tengah kembali meletus, Senin pagi, 18 November 2013. Asap tebal dan abu vulkanik setinggi 2.000 meter keluar dari puncak gunung dengan ketinggian 2.968 meter di atas permukaan laut (mdpl). Akibat letusan ini, terjadi hujan pasir dan abu tebal di Boyolali hingga Kartosuro dan barat Kota Solo.

Saat Merapi menggeliat, sebanyak 600 kepala keluarga dari Desa Glagaharjo yaitu Dusun Kalitengah Lor, Kaltengah Kidul dan Srunen, berkumpul untuk proses evakuasi. Mereka yang masuk dalam kelompok rentan ditempatkan di Balai Desa Glagaharjo.

Sementara itu, di Klaten, kondisi masyarakat Balerante, Sidorejo, Tegalmulyo, Tlogowatu, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, juga berkumpul dan bersiap untuk mengungsi. Situasi yang sama terlihat di Kecamatan Selo, Boyolali. Warga berkumpul di titik pengungsian setelah terdengar gemuruh Merapi.

"Tapi saat ini, kondisi telah normal kembali," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.
 
Gunung Merapi mengalami peningkatan aktivitas sekitar pukul 04.50-06.00 WIB. Letusan ini dipicu gempa tektonik lokal di bawah tubuh Merapi. Padahal, sebelumnya tidak ada peningkatan aktivitas dari gunung api teraktif di Indonesia itu.

Tipe letusan Merapi kali ini adalah letusan freatik (gas) atau yang berasal dari dalam lapisan litosfer akibat meningkatnya tekanan uap air. Mekanisme letusan ini terjadi, apabila air hujan jatuh ke permukaan tanah dan bersentuhan dengan magma atau tubuh batuan panas lainnya. Air yang terpanaskan akan terbentuk akumulasi uap bertekanan tinggi. Tekanan yang terus bertambah, kemudian menghancurkan lapisan penutupnya.

Letusan kali ini mirip dengan letusan pada 22 Juli 2013 lalu. Namun, jauh lebih besar dan menyebabkan hujan pasir dan abu cukup tebal yang terbawa angin ke timur dan tenggara. Pengalaman dan sosialisasi yang dilakukan secara terus menerus membuat kesiapsiagaan masyarakat di Boyolali, Klaten, Sleman, dan Magelang cukup tinggi untuk merespons letusan tersebut.

Kepala Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Hendrasto, mengatakan bahwa status Gunung Merapi saat ini masih . Meski begitu, pemantauan dan evaluasi terus dilakukan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta.
 
"Normal dan tidak ada peningkatan kegempaan. Rekomendasi, pendaki hanya sampai Pasar Bubar dan masyarakat tidak panik," katanya.

Diungkapkan Hendrasto, satu menit sebelum letusan freatik Gunung Merapi, memang terjadi yang bersumber dari Ciamis, Jawa Barat. Tapi apakah itu kebetulan sebagai pemicu atau hanya kebetulan saja, masih dalam evaluasi lanjutan.

PDIP: Serangan Iran ke Israel Dikhawatirkan Perburuk Perekonomian Indonesia

"Itu pemicu gempa 4,7 SR (skala richter), tetapi sebelumnya juga ada gempa pada skala 5 SR lebih tapi tidak menyebabkan erupsi Merapi. Untuk itu, pemantauan dilakukan terus menerus," katanya.

Selain itu, terus dilakukan sosialisai kepada masyarakat. Pelatihan tanggap bencana juga rutin dilakukan bagi warga yang tinggal di lereng Merapi. Terutama, bagaimana warga mengantisipasi letusan dan setiap terjadi peningkatan status.

17 Atlet Indonesia Pastikan Tiket ke Olimpiade 2024, Berikut Daftarnya

Menurut Hendrasto, kejadian Senin pagi memperlihatkan bahwa masyarakat yang hidup berdampingan dengan Gunung Merapi makin sadar dan tanggap akan bencana erupsi.

"Mereka bisa mandiri hidup berdampingan dengan Merapi. Ini harus dianggap biasa, tetapi tidak biasa. Dengan adanya jalur evakuasi, mereka sudah tahu harus ke mana," tambahnya.

Sementara itu, erupsi Merapi tidak sampai mengganggu di Bandara Adisucipto di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Bandara Adi Sumarmo di Solo, Jawa Tengah.

Bertemu Megawati, Ganjar Tegaskan Putusan PHPU Momentum Kembalikan Marwah MK

Saat Gunung Merapi meletus juga ada Mereka naik melalui Selo, Boyolali, Jawa Tengah. Namun, Komandan Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Pristiawan Buntaro, mengatakan ke-11 pendaki itu selamat. Mereka sudah dievakuasi tim SAR dan kini berada di base camp pendakian Selo Boyolali.


Siklus erupsi besar Merapi akan terjadi 2014
PVMBG memastikan bahwa erupsi yang terjadi pada Gunung Merapi di Jawa Tengah pada Senin pagi, bukan siklus empat atau lima tahunan. Bila dihitung dari erupsi besar yang terjadi pada 2010, siklus itu akan terulang pada 2014. Dari catatan, erupsi besar Merapi terjadi pada Oktober-November 2010.

Dengan erupsi empat atau lima tahun, Gunung Merapi dianggap sangat berbahaya. Letusan dasyat Merapi dalam siklus empat atau lima tahunan ditandai dengan beberapa ciri-ciri. Salah satunya, kubah yang terbentuk di puncak Merapi. "Nah, ini jadi pertanda siklus itu," ujar Hendrasto.

Namun ternyata, hari ini tidak terlihat ada kubah ini di puncak Merapi. Selain itu, getaran-getaran yang dimunculkan Gunung Merapi masih tergolong normal. Sejak 1548 silam, gunung ini diperkirakan sudah meletus sebanyak 68 kali.

Kota Magelang dan Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 kilometer dari puncak gunung. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1.700 meter dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Untuk itu, tingkat kepentingannya ini, Merapi menjadi salah satu dari 16 gunung api dunia yang termasuk dalam proyek gunung api dekade ini.

Menurut catatan Wikipedia, Merapi adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan menjadi salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, DIY, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara.

Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Letusan gunung ini terbentuk, karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa.

Karakteristik letusan Merapi yang terjadi sejak 1953 adalah karena desakan lava ke puncak kawah disertai dengan keruntuhan kubah lava secara periodik dan pembentukan awan panas (nuée ardente), yang dapat meluncur di lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi ini secara umum tidak mengeluarkan suara ledakan tapi desisan. Kubah puncak yang ada sampai 2010 adalah hasil proses yang berlangsung sejak letusan gas 1969.

Pada 2006, pakar geologi mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi material seperti lumpur yang secara signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi. Para ilmuwan memperkirakan material itu adalah magma. Kantung magma ini merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat menghunjamnya Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

Pada November 1994, erupsi Merapi menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa. Pada 19 Juli 1998, terjadi juga erupsi besar yang mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa.

Pada 2001-2003, aktivitas tinggi Merapi berlangsung terus-menerus. Pada 2006, Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas.

Pada Oktober dan November 2010, erupsi Merapi dievaluasi sebagai yang terbesar sejak letusan 1872. Sebanyak 273 orang meninggal per 17 November 2010. Namun, letusan itu dianggap sebagai penyimpangan dari letusan "tipe Merapi" karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20-30 km.


Gunung Sinabung sudah satu bulan Erupsi
Selain Gunung Merapi, hari ini erupsi juga terjadi pada Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Sudah satu bulan ini, aktivitas vulkanik gunung itu selalu tinggi meskipun telah meletus berkali-kali. Statusnya saat ini masih Siaga, dan bila sebelumnya zona merah hanya ditetapkan sejauh tiga kilometer, kini sudah ditingkatkan menjadi empat kilometer.

Senin 18 November 2013, erupsi eksplosif Gunung Sinabung terjadi pada pukul 07.04 WIB. Erupsi diikuti suara gemuruh dan didengar warga Desa Tigandeket, Brastagi, Kabanjahe, Payung, Sigaranggarang, dan Laukawar.

Aplitude maksimum 120 milimeter atau overscale selama tiga menit. Lama gempa letusan mencapai 32 menit. Abu letusan tebal kehitaman mencapai ketinggian maksimum 8.000 meter dari puncak.

Jatuhan abu Gunung Sinabung dominan mengarah ke barat daya atau ke Desa Mardinding, Tigandreket dan Payung. Endapan abu di daerah ini mencapai ketebalan 1,5 sampai 2,5 sentimeter. Luncuran awan panas sejauh 500 meter dari puncak terpantau ke arah bukaan ke Desa Sukameriah.

Setelah letusan mereda, teramati lima kolom asap di puncak Sinabung. Berdasarkan pantauan dari Pos Gunung Sinabung, yang selalu dilaporkan mantan Kepala PVMBG, Surono bahwa pada hari ini aktivitas gunung masih tinggi. 

Selama pukul 06.00 sampai 12.00 WIB, secara visual tampak asap tebal tinggi, Seismisitas terpantau 17 kali gempa vulkanik dalam, dua kali gempa frekuensi rendah, satu kali gempa hembusan, satu kali gempa tektonik jauh, satu kali gempa erupsi amplituda 120 mm, lama gempa letusan 1.935 detik, dan tremor terus menerus.

Sudah sejak dua pekan lalu, masyarakat di sekitar Sinabung siaga. Namun, mereka diminta tetap tenang dan tidak terpancing isu-isu yang tidak jelas sumbernya. Warga diminta senantiasa mengikuti arahan dari petugas di pos pengungsian. Jumlah pengungsi saat ini mencapai 6.155 jiwa dan tersebar di 16 titik pengungsian. Masyarakat dihimbau untuk selalu waspada dari erupsi dan lahar dingin.

PVMBG terus melakukan kajian untuk memastikan karakter letusan Gunung Sinabung, terutama terkait kemungkinan letusannya yang bersifat magmatik. Untuk itu, PVMBG merekomendasikan untuk merelokasi warga yang tinggal di kaki Gunung Sinabung untuk keluar dari daerah peta rawan bencana. Tidak hanya mengungsikan warga saat gunung tersebut erupsi.

"Kita belum tahu, tunggu perkembangan. Meski rekomendasi jangka panjang, warga yang langsung berhadapan dengan mulut kawah Sinabung harus direlokasi. Kami ini bukan penjaga palang pintu kereta api, semua gunung berapi itu berpotensi meletus. Setiap ada kegajala dan peningkatan pasti kami sampaikan," kata Surono.

Warga yang berada di sekitar Gunung Sinabung dan Gunung Merapi, diminta tak hanya mewaspadai abu dari gunung itu saja. Tapi juga lahar dingin, karena saat ini sudah masuk musim hujan. Lahar dingin bisa terbawa sungai hingga ke pemukiman. Warga diminta waspada jika puncak gunung diguyur hujan lebat.

Saat ini, areal steril di Gunung Sinambung masih radius empat kilometer, sedangkan Gunung Merapi satu kilometer. Untuk Merapi, imbauan ini sudah lama. Hingga saat ini, belum ada laporan orang hilang atau korban jiwa paska erupsi kedua gunung tadi pagi.
 

69 gunung di Indonesia kategori aktif
Masuk dalam lingkungan cincin api (ring of fire), membuat Indonesia sebagai negeri yang memiliki potensi bencana alam cukup tinggi, baik dari aktivitas vulkanis maupun tektonik. Posisi geologis Indonesia juga berada pada pertemuan tiga lempeng aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di utara dan Lempeng Pasifik di timur.

Daerah ring of fire berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 kilometer. Sebagian besar gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang wilayah cincin api ini.

Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah gunung api terbanyak di dunia. Tercatat, ada 127 gunung api yang berada di wilayah Indonesia. Sebanyak 69 gunung masuk dalam kategori aktif dan perlu diwaspadai. Seluruh gunung ini selalu dipantau.

Dari 69 gunung, ada lima gunung yang berstatus siaga. Di antaranya, Gunung Sinabung di Sumatera Utara, Gunung Rokatenda di Pulau Palu'e, sebelah utara Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Gunung Lokon di Sulawesi Utara, dan Gunung Ibu yang terletak di barat laut Pulau Halmahera.

Ketua PVMBG, Hendrasto, mengaku bahwa Gunung Rokatenda sudah beberapa kali meletus dan Gunung Karangetan baru istirahat satu bulan lalu. Sebelumnya, aliran lava dan awan panas selalu keluar dari gunung ini. Sekarang, aktivitasnya mulai berkurang. Sementara itu, Gunung Ibu sudah sejak jauh-jauh hari selalu mengalami erupsi.

"Sebanyak 17 gunung dalam status waspada, seperti Gunung Marapi, Krakatau, Papadayan, Semeru, Ijen, Sobutan, dan Gunung Gamalama. Sementara itu, sisanya normal. Apakah bulan depan naik atau tidak, kita tidak tahu," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya