Jika Jawa Barat Berubah Nama Jadi Pasundan

Jawa Barat
Sumber :
  • Repro - Google Map

VIVA.co.id - Sebuah tim yang terdiri dari tokoh masyarakat, adat, budayawan, akademisi dan mahasiswa Sunda melakukan kajian terhadap ide perubahan nama Provinsi Jawa Barat. Tak ingin hanya sekadar wacana, Selasa, 4 Agustus 2015, mereka menghadap Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi.

Para tokoh itu meminta bantuan Yuddy yang kelahiran Bandung agar bersedia membantu perjuangan mereka mengubah nama Jawa Barat menjadi Pasundan. Alasannya, selama ini keinginan itu gagal terwujud karena pimpinan daerah mereka tak mau meneruskannya baik di tingkat masyarakat maupun kepada Menteri Dalam Negeri.

Menurut koordinator tim pengkaji perubahan nama Provinsi Jawa Barat, Aji Saputra, masyarakat Sunda kini makin kehilangan jati diri. Selain itu, secara geografis posisi Jawa bagian barat itu jadi bagian Provinsi Banten dan Jakarta.

"Dulu namanya pernah jadi Tatar Sunda, lalu diubah Belanda jadi West Java. Kita ingin berubah nama agar identitas masyarakat Sunda tidak luntur dengan perubahan nama ini," kata Aji di Kantor Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Selasa, 4 Agustus 2015.

Tim pengkaji perubahan nama menyampaikan, pergantian nama dari Jawa Barat menjadi Pasundan didasari identifikasi nilai-nilai sejarah, kesukuan di tanah Pasundan. Bahkan, Pasundan sudah dikehendaki menjadi nama provinsi di barat Pulau Jawa itu sejak zaman penjajahan Belanda lalu.

"Saya selaku pribadi menyambut baik prakarsa perubahan nama Provinsi Jawa Barat dan memberikan dukungan terhadap gerakan aspirasi ini," ujar Menteri Yuddy.

Aspirasi yang dibawa tim itu dimungkinkan bakal terwujud karena ada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 30 tahun 2012 tentang pedoman pemberian nama ibu kota, nama daerah dan pemindahan ibu kota.

Namun, dari kacamata pemerintah, Yuddy mengatakan, gaung gagasan ini belum begitu masif di kalangan masyarakat tanah Parahiyangan, sehingga pemerintah belum terlalu menangkap urgensi perubahan ganti nama Provinsi Jawa Barat.

"Saya minta ruang pembahasannya diperluas. Jangan di tataran elite saja," kata Yuddy.

Yuddy kemudian memberi contoh ide perubahan nama Jawa Barat menjadi Sunda-Jabar, Parahyangan-Jabar, atau Pasundan-Jabar, sebagai win-win solution agar seluruh kesukuan dan wilayah di Jawa Barat seperti Cirebon dan Indramayu terakomodasi.

Usul Lama

Usul serupa sebenarnya sudah mengemuka pada 2009 yang lalu. Ketika itu, ratusan warga etnis Sunda yang menamakan diri Pangauban Ki Sunda Jawa Barat, mendeklarasikan Provinsi Pasundan sebagai pengganti Provinsi Jawa Barat.

Mereka dipimpin sedikitnya lima tokoh adat Sunda, dari Sukabumi, Sumedang, Indramayu, Tasikmalaya, Subang dan perwakilan dari Banten. Wacana untuk mengubah Provinsi Jawa Barat menjadi Pasundan merupakan aspirasi dari masyarakat adat setatar Pasundan.

"Indonesia, pada masa kerajaan dulu memiliki dua nama, yakni Sunda Kecil dan Sunda Besar. Namun kini yang tinggal hanya Selat Sunda," kata salah seorang perwakilan tokoh adat dari Sukabumi saat itu.

Kemenpora Gelontorkan Rp145 M untuk PON Jawa Barat

Saat itu mereka bertekad meminta kepada SBY yang masih menjabat presiden RI, agar provinsi Jawa Barat diganti menjadi Provinsi Pasundan.

Dalam deklarasi tersebut, juga diberikan Kujang dari perwakilan Suku adat Banceuy kepada Nomnoman (pemuda) Subang, sebagai simbol estafet pembangunan dari leluhur kepada generasi muda.

Tak hanya sebatas wacana, Pangauban Ki Sunda juga mendatangi Departemen Dalam Negeri, Jakarta. Mereka merekomendasikan penggantain nama yang didukung oleh tokoh adat yang ada di Jawa Barat tersebut.

Ketua Pangauban Ki Sunda, Evi Silviady, menjelaskan, penggantian nama provinsi tersebut sebagai langkah antisipasi menjaga eksistensi kultur Sunda di tengah serangan budaya global. Selain itu, budaya lokal juga sering diidentikkan dengan dunia mistis.

Ini sebagai kritik keras terhadap publitas yang keliru terhadap kultur Sunda melalui media elektronik. Sunda kerap diidentikan dengan sesuatu yang mistis, seperti dukun dan lainnya.

"Ironisnya lagi, saat ini masyarakat Sunda malah menjadi tamu di daerahnya sendiri," katanya.



Pro Kontra

Saat diusulkan enam tahun lalu, perubahan nama Jawa Barat ke Pasundan itu sudah menuai polemik. Meski demikian, dukungan memang tetap mengalir. Misalnya saja dari tokoh adat dan Nomnoman (pemuda) Jawa Barat. Lalu, sejumlah anggota DPRD Subang.

Wakil Ketua DPRD Subang waktu itu, Agus Masykur Rosyadi, memberikan apresiasi terhadap rencana tersebut. Kendati demikian, dia berharap agar perubahan nama itu tidak menimbulkan polemik bagi masyarakat Pasundan sendiri yang heterogen.

Karena itu harus dilakukan komunikasi dengan daerah-daerah yang secara geografis tidak menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-harinya, seperti Bekasi, Depok, dan wilayah Cirebon.

Bahaya Longsor, Gubernur Jawa Barat Tetapkan Waspada Satu

Ormas Angkatan Muda Siliwangi (AMS) ketika itu juga memberikan dukungan. Mereka menilai, pergantian nama Provinsi tersebut bukan merupakan gerakan politik dari tokoh Jawa Barat. Penggantian nama merupakan langkah positif dalam memaknai Bhineka Tunggal Ika.

Selain itu secara psikologis masyarakat Jawa Barat juga akan merasa lebih terwakili dengan nama Pasundan. Mayarakat etnis Sunda akan lebih merasa disadarkan, bahwa dirinya adalah orang sunda, jadi realistis, kata anggota Dewan Penasehat AMS, Dedi Roekena, saat itu.

Dedi menegaskan upaya penggantian nama tersebut tidak akan berdampak pada perubahan daerah teritorial yang telah ditetapkan sebelumnya.

Meski demikian, Dedi berharap penggantian nama tersebut dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan.

"Namun, upaya ini harus memiliki konsep yang jelas serta mampu menjelaskan kepada masyarakat melalui argumentasi rasional, sekaligus ditempuh sesuai prosedur. Sehingga, penggantian nama Provinsi tidak hanya sekedar wacana," katanya.

Kondisi Sekarang

Pro dan kontra atas ide perubahan itu juga terjadi saat ini. Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf, langsung menyatakan ketidaksetujuannya.

"Nama Jawa Barat sudah sangat tepat. Ini karena mewakili tiga budaya besar yang ada di Jawa Barat," katanya saat dihubungi, Rabu 5 Agustus 2015.

Ketua Komisi IX DPR ini menjelaskan di Jawa Barat terdapat tiga entitas budaya besar yaitu Sunda, Cirebon dan Betawi. Menurutnya, semua terangkum dalam satu nama Provinsi Jawa Barat. Politisi Partai Demokrat itu justru khawatir, perubahan nama tersebut justru akan berdampak pada pembentukan provinsi baru.

"Nanti desakan untuk membentuk Provinsi Cirebon dan Provinsi Taruma Negara di wilayah Karawang dan Bekasi justru akan muncul kembali," katanya.

Dede berpendapat, permasalahan membangkitkan kembali identitas orang Sunda bukan dengan mengganti nama provinsi. Namun dengan memacu prestasi orang Sunda itu sendiri.

"Selain itu, pemerintah daerah harus benar-benar menjaga budaya yang ada, misalnya meningkatkan anggaran untuk menjaga berbagai situs dan mengembangkan wacana budaya Sunda. Sehingga, identitas orang Sunda terjaga dan berkembang," katanya.

Namun, sikap berbeda ditunjukkan politisi Partai Persatuan Pembangunan asal Sukabumi, Reni Marlinawati. Reni memilih mendukung wacana perubahan nama Provinsi Jawa Barat menjadi Pasundan karena mengacu pada sejarah kekayaan berbagai kerajaan dari tatar Pasundan.

"Saya setuju perubahan nama menjadi Provinsi Pasundan. Saya mengajak semua orang Sunda mendukung perubahan ini," kata Reni.

Perubahan nama itu akan memperkuat identitas orang sunda. Meski berada di Pulau Jawa, orang Sunda berbeda dengan orang Jawa Tengah maupun Jawa Timur. "Jawa Barat hanya mewakili teritori. Tapi tidak menegaskan kultur orang Sunda," kata dia.

Selain itu, muncul penyeragaman dari orang-orang di luar Pulau Jawa. Kondisi itu pernah dia alami saat berkunjung ke wilayah Sumatera. "Kita sering dibilang orang Jawa. Saya pernah bilang saya orang Sunda. Mereka bilang tetap di Jawa kan?" katanya.

Ia mengakui tidak mudah mengusulkan perubahan nama provinsi. Mengingat ada usulan pembentukan Provinsi Cirebon dan yang lain. "Kita bisa bicarakan itu. Ini masalah identitas bukan pemekaran wilayah baru," tuturnya.

Dramatis, Jawa Barat Juara Umum Popnas 2015

Etos Budaya

Pengamat politik dan kebijakan publik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syafuan Rozi Soebhan, menyatakan perubahan nama tersebut tidak perlu dipandang negatif. Sebab, ada muatan positif untuk membangkitkan etos atau spirit budaya lokal.

"Ini politik identitas. Ada kebanggaan masa lalu. Budaya, masa lalu, memunculkan kebanggaan," kata Syafuan saat berbincang dengan VIVA.co.id.

Menurut Syafuan, ide itu tidak buruk bagi Indonesia. Justru akan memberikan dampak yang baik. Oleh karena itu, kepala daerah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Puan Maharani, DPR sampai Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo harus meresponsnya.

"Membangun Indonesia tidak harus seragam tapi multikultural. Di balik nama ada cita-cita," tutur dia.

Dengan nama Pasundan, orang Sunda akan merasa dihargai. Jika dilarang malah akan berdampak negatif.

"Dulu menjadi Indonesia, mereka inisiatif bergabung. Sekarang ada keinginan menampilkan identitas lokal merupakan dinamika waktu. Jangan dihalangi karena hak untuk berekspresi dan menyatakan pendapat," ujarnya.

Lalu bagaimana dengan fakta bahwa tidak semua daerah di Jawa Barat seperti Cirebon, Indramayu, Bekasi dan Depok, adalah orang Sunda? Syafuan meyakini mereka akan menerima asal setelah perubahan nama itu terjadi kebijakan yang dilakukan pemerintah khususnya provinsi lebih baik.

"Yang penting, apa yang dilakukan setelah itu sehingga yang bukan Sunda bisa memahami nama Jabar diganti," kata dia.

Syafuan tidak mempermasalahkan, apabila perubahan nama provinsi tersebut menjadi trend daerah-daerah lain. Misalnya ada Provinsi Panjalu untuk Jawa Cirebon, atau Provinsi Cirebon. "Nama baru tidak akan menghilangkan nama lama. Nama baru akan menjadi nama kedua," katanya.

Sementara, terkait kemungkinan munculnya semangat primordial, lokalitas atau kedaerahan di daerah-daerah di Indonesia, Syafuan tidak khawatir. Dia beralasan, Indonesia bahkan tidak memandang negatif tentang isu globalisasi.

"Kita sudah lama masuk dalam era globalisasi. Kenapa ketika semangat budaya lokal ingin muncul, kita berpandangan negatif? Jangan negatif karena anak negeri tengah berkreativitas." (umi)

Heboh Jual Beli Ginjal, Polisi Periksa 8 Saksi

Sudah ditetapkan tiga tersangka dalam kasus ini.

img_title
VIVA.co.id
3 Februari 2016