Puasa saat Pandemi, Yuk Coba 5 Trik Jaga Mood Biar Happy

Ilustrasi hidup bahagia.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Bulan ramadhan kali ini kembali dijalani di tengah pandemi COVID-19 yang masih melanda dunia, termasuk Indonesia. Kebiasaan untuk bisa berkumpul dan silaturahmi pun harus ditunda demi mencegah penularan virus SARS-CoV-2.

Pentingnya Mencintai Diri: Melawan Depresi dan Maraknya Percobaan Bunuh Diri

Jika biasanya kita bisa mengatur jadwal untuk buka puasa bersama teman-teman, kini mungkin harus ditunda lain waktu. Apalagi, silaturahmi dengan keluarga di kampung juga hanya bisa secara virtual lantaran pemerintah melarang mudik. Sontak saja, kebiasaan baru ini membawa perubahan pada suasana hati menjadi kurang menyenangkan.

Menurut psikolog klinis dari Universitas Indonesia, Tara de Thouars, bulan ramadhan di tengah pandemi harus dijalani dengan tetap berpikiran positif. Bagaimana caranya ya?

Mudik Lebaran 2024 Dinilai Beri Dampak Positif untuk Perekonomian Indonesia

"Dengan berbagai keterbatasaan karena pandemi, kita perlu belajar untuk bisa menerima keadaan dan lebih bersyukur, tapi bukan berarti pasrah. Hidup dipenuhi dengan berbagai pilihan," tutur Tara dalam acara virtual bersama Wall's, baru-baru ini.

Selama masa pandemi, lanjut Tara, kita dapat memilih untuk mengeluh, bersedih dan menyalahkan situasi. Atau sebaliknya, kita bisa membuat happy choice, menerima keadaan dengan sikap yang positif.

Terpopuler: Negara Paling Bahagia di Asia sampai Ramalan Zodiak

"Menemukan hobi baru, menghubungi teman lama, berhubungan secara virtual, ataupun berbagi dengan orang lain," tutur psikolog lulusan Universitas Queensland itu.

Sikap positif

Hal-hal tersebut dapat menumbuhkan sikap positif yang memacu rasa bahagia muncul. Secara teori, kata Tara, berbagi dan berbuat baik dapat memberikan penghargaan pada otak untuk nantinya timbul kebahagiaan. Saat tubuh bahagia, maka akan kembali hadir efek 'ketagihan' untuk bisa berbagi lagi dan lagi.

"Jadi, saat kita berbuat baik, otak akan mengeluarkan perasaan feel good dan happy. Sama seperti mendapatkan reward yang kemudian akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan baik berikutnya," katanya.

Diakui Tara, interaksi memang menjadi salah satu hal yang memacu rasa bahagia pada tubuh. Tetapi, balik lagi seperti teori di atas, pandemi membuat kita harus mencari cara berinteraksi sesuai protokol kesehatan.

Tara memaparkan lima cara untuk menunjukkan rasa sayang dan berbagi kebahagiaan dengan sesama menurut buku Dr. Gary Chapman. Pertama, dapat memberikan hadiah sederhana namun bermakna. Kedua, bisa berupa afirmasi seperti kata-kata positif, pujian, dan semangat.

"Ketiga, berupa sentuhan fisik. Namun hal ini harus disiasati karena saat pandemi enggak bisa sembarangan memeluk. Bisa virtual hug, contohnya," kata Tara.

Kemudian, memberikan servis atau bantuan yang dibutuhkan orang lain. Terakhir, waktu berkualitas yang sangat bisa didapatkan saat berbuka puasa bersama keluarga di rumah maupun virtual buka puasa dengan teman-teman.

Bicara mengenai berbagi, kampanye #BerbagiJadiHappy oleh Wall’s bekerja sama dengan Benih Baik untuk berbagi kebahagiaan dengan membagikan 29.000 es krim gratis. Itu dibagikan selama bulan Ramadan untuk para pahlawan COVID yang sering terlupakan, seperti pengemudi ambulans, satpam rumah sakit, dan penggali kubur.

"Perilaku berbuat baik dan membantu orang lain akan mengaktifasi mesolimbic system yang bertanggung jawab terhadap bagian reward di otak, sehingga saat berbuat baik pada orang lain, otak akan mengeluarkan kimiawi perasaan happy,” ujar Tara de Thouars.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya