Logo BBC

Nagini-nya Harry Potter, 'Pendangkalan' Dewi Naga Nini Pewayangan Jawa

Aktris Korea, Claudia Kim, berperan sebagai Nagini, ularnya Voldemort pada film Fantastic Beasts yang berdasarkan tulisan JK Rowling. - WARNER BROS
Aktris Korea, Claudia Kim, berperan sebagai Nagini, ularnya Voldemort pada film Fantastic Beasts yang berdasarkan tulisan JK Rowling. - WARNER BROS
Sumber :
  • bbc

Penulis terkenal JK Rowling dalam cuitan di Twitter mengatakan bahwa tokoh Nagini di sejumlah bukunya berasal dari naga di mitologi Indonesia.

"Naga adalah mahluk dongeng mirip ular dalam mitologi Indonesia, dinamakan `Nagini.` Mereka digambarkan sebagai mahluk bersayap setengah manusia, setengah manusia, setengah ular. Indonesia terdiri dari ratusan kelompok etnis, termasuk Jawa, Cina dan Betawi," tulis Rowling di akun Twitter-nya pada Rabu (26/09)

Nagini adalah tokoh yang muncul pada dua buku seri Harry Potter yang melakukan berbagai tindakan merusak, seperti membunuh, atas perintah tuannya, Voldemort, penjahat dalam buku-buku Harry Potter.

"Di buku ke-empat muncul sosok Nagini sebagai ular besar yang waktu itu hanya sekedar peliharaannya Voldermort. Tokoh jahatnya Harry Potter. Di buku ke-tujuh, buku terakhir, novel terakhir, diketahui ternyata Voldemort menjadikan Nagini sebagai salah satu tempat dia menyimpan potongan jiwanya agar dia bisa hidup abadi," kata Haris Fadhillah, dosen bahasa Inggris, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin yang melakukan sejumlah penelitian linguistik terkait dengan novel Harry Potter, tulisan JK Rowling ini.

Sejumlah orang yang mengomentari pemakaian tokoh dongeng pewayangan Jawa ini sebagai pendangkalan kebudayaan karena kurangnya usaha novelis Inggris ini dalam mendalaminya.

"Pengarang belum sampai kepada pemahaman mendalam terkait dengan status, kedudukan, dan peran dari Nagini atau Naga Gini yang dimaksud dalam konteks Jawa terutama, " kata Dr Darmoko, dosen Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

"Karena memang kelihatannya baru tataran yah atau permukaan saja. Karena memang untuk menyelami itu harus membaca secara komprehensif, inter kontekstualitas. Bukan hanya satu teks, tetapi juga dibandingkan dengan teks-teks lainya," tambah Darmoko.