Hanung Bramantyo Akui Membuat Film Sultan Agung Itu Berat

Sultan Agung
Sumber :
  • VIVA/Rintan Puspitasari

VIVA – Sosok Sultan Agung sebagai Raja Mataram di abad ke-17 menjadi sosok yang sangat dicintai dan dihargaioleh masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta. Kisah Sang Sultan melawan penjajah Belanda yang mulai menginjak tanah Jawa dan perjuangan Sultan Agung saat memerintah Mataram akhirnya diangkat ke sebuah film. 

Trending No 1, Serunya Teaser Trailer Film Satria Dewa: Gatotkaca

Hanung Bramantyo sebagai sutradara dan seorang yang tumbuh besar di Yogjakarta, mengaku berat membuat film tentang tokoh pahlawan yang menjadi junjungan masyarakat di kotanya.

"Saya seperti membuat film tentang junjungan saya sendiri. Karena Sultan Agung bagi orang Jawa, orang Jogja, bukan sekadar pahlawan nasional, tapi yang membuat kita (masyarakat Jawa) ada," ujar  Hanung dalam jumpa pers film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, Minggu ,12 Agustus 2018.

Anak Sembuh Cepat dari COVID-19, Ini Rahasia Zaskia Adya Mecca

Lebih lanjut Hanung mengatakan, "Dari kecil saya sudah di brainwash Sultan itu junjungan paling tinggi. Buat saya bikin film ini sebuah pengabdian, bagi orang Jogja."

Karena itu, sutradara kondang ini tak malu untuk mengakui bahwa dirinya, sebagai rakyat awam, merasa takut saat harus membuat film junjungan masyarakat Jawa. 

Kondisi Terkini 2 Anak Zaskia Adya Mecca yang Terpapar COVID-19

"Ya sangat hati-hati, takut menyelimuti. Saya apalagi bukan orang darah biru, cuma abdi dalem. Abdi dalem bikin film tentang rajanya kan kurang ajar," lanjutnya yang terlihat begitu hati-hati. 

Namun bagi Hanung, demi anaknya dan demi generasi muda saat ini, agar mereka tak hanya mengenal Sultan Agung hanya sebagai nama jalan atau tempat saja, sang sutradara ingin kisah Sultan Agung yang sebenarnya diketahui oleh masyarakat luas. Selama ini, sosok Sultan Agung dikenal sebagai raja yang ambisius. 

"Masalahnya, Sultan Agung diceritakan sebagai raja ambisius, penakluk, kejam, suka penggal kepala, makanya punya kalimat menang atau mati, itu kan kalimat tanpa kompromi, jadi kan kejam banget seolah-olah. Tapi apakah seperti itu harus disampaikan pada anak-anak saya, anak muda, karena itu saya menggali lagi literatur," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya