Bikin Merinding, Para Pemain FIlm Lorong Kost Ceritakan Pengalaman Horornya
- VIVA / Ichsan Suhendra
VIVA – Film terbaru berjudul Lorong Kost hadir sebagai tontonan horor yang tak hanya menegangkan, tetapi juga sarat dengan realitas yang dekat dengan kehidupan anak kos. Berlatar di hari kedua Lebaran, film ini mengangkat cerita mencekam yang dialami para penghuni kos tua dengan nuansa mistis yang kental. Saat berkunjung ke kantor VIVA, para pemeran membagikan pengalaman mereka selama proses produksi dan pendalaman karakter.
Gibran Marten, yang memerankan tokoh Bayu, menyebut karakter tersebut sebagai sosok mahasiswa abadi dan berperilaku playboy.
"Dia orang yang cukup skeptis gitu. Untuk dia salah satu orang yang paling gak percaya bahwa ada hantu di kosan," kata Gibran.
Nadira Hil yang berperan sebagai Ira menggambarkan karakternya sebagai anak kos termuda yang cerdas dan penuh kasih.
"Yang sangat amat penyayang. Yang mau ngelakuin apa aja demi orang yang disayang," jelasnya
Sementara itu, Zillira Sati memerankan Tika, penghuni baru yang cuek dan mencoba berhemat dalam hidup, namun justru mendapati dirinya mengalami tekanan yang tak terduga.
“Tapi disini dia tuh kayak lebih mau menghemat biaya kehidupan gitu ya. Jadi dia cari kosan yang lebih murah. Dan tidak disangka, dia stres di situ. Ada tekanan hidup. Banyak,” ujar Zillira.
Gibran Martin juga menjadi sosok yang mencetuskan ide awal film ini.
“Saya pernah ngalamin beberapa peristiwa yang cukup serem. Saya yakin 60-70% sangat relate dengan cerita yang kita angkat. Dan kalau relate biasanya orang mau nonton. Sesimpel itu,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa dirinya hanya memberikan garis besar cerita dan kisah-kisah nyata dari pengalaman pribadi serta teman-temannya, yang kemudian dikembangkan oleh tim penulis.
Salah satu peristiwa nyata yang diangkat ke dalam film adalah pengalaman horor Gibran saat tinggal di kos. Ia mengaku pernah mendengar suara aneh di malam hari, termasuk suara koin jatuh, tembok diketuk, hingga tepuk tangan misterius.
“Pas saya mau tidur, tiba-tiba ada suara tepuk tangan di kamar saya. Persis itu pada waktu saya,” kenangnya.
Tak hanya Gibran, Nadira dan Zillira juga mengisahkan pengalaman mistis mereka. Nadira bercerita tentang kejadian ganjil saat syuting, termasuk saat seorang kru merasa melihat orang lain di kamar mandi yang sebenarnya kosong. Ia juga berbagi pengalaman melihat penampakan perempuan cantik di apartemennya yang disaksikan oleh dua teman lainnya.
“Terus aku nanya, 'Liat gak?' Temenku yang satu yang pas banget di sebelahku jawab, 'Liat.' Temenku yang paling pojok juga bilang, 'Kayak, cewek ya. Cantik katanya.'”
Lokasi syuting film ini pun disebut menyimpan nuansa mistis tersendiri. Zillira menyebutkan bahwa set dan hotel tempat mereka menginap terasa sangat menyeramkan.
“Tempat kita hidup juga serem. Kok jadi uji nyali semua sih?” ujarnya. Ia mengaku bahkan tak berani duduk sendiri di basecamp dan lebih memilih berada di dekat kru atau di ruang makeup.
Film Lorong Kos disebut menyajikan ketakutan bukan hanya dari penampakan atau efek suara, tetapi juga dari tekanan psikologis para karakternya.
“Scoring udah pasti. Itu ekstrim sih scoringnya... Dan emang pencahayaannya kita minim ya. Minim sekali. Jadi emang gelap gitu,” kata Gibran.
Ia menambahkan, horor yang ditampilkan juga berkaitan dengan tekanan hidup dan isu kesehatan mental yang dialami para karakter. Dengan latar cerita yang dekat dengan kehidupan sehari-hari anak kos dan pengalaman nyata yang mencekam, Lorong Kost diharapkan mampu memberikan pengalaman sinematik yang tak hanya menegangkan, tetapi juga menggugah emosi penonton.