Menperin Buka Peluang Jepang Tambah Investasi di Industri Farmasi dan Alat Kesehatan
- Kemenperin
VIVA – Pemerintah Indonesia memprioritaskan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan agar bisa lebih berdaya saing global. Hal ini sesuai arah peta jalan Making Indonesia 4.0, RIPIN 2015-2035, Undang-undang Cipta Kerja, serta program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Apalagi, Indonesia ditargetkan menjadi hub manufaktur untuk industri farmasi serta alat kesehatan.
“Ada beberapa faktor utama yang membuat Indonesia menarik bagi produsen alat kesehatan, antara lain adalah pasar yang besar dan terus tumbuh, populasi generasi muda, meningkatnya kelas menengah, kebijakan pemerintah yang probisnis, serta ketersediaan tenaga kerja industri terampil,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Forum Bisnis Farmasi dan Alat Kesehatan Indonesia-Jepang ke-2 tahun 2023 di Osaka, Jepang, Kamis (5/10) waktu setempat.
Menperin memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan forum bisnis ini, yang diharapkan dapat menguatkan kerja sama antara Indonesia dan Jepang, khususnya di bidang industri farmasi dan alat kesehatan.
“Indonesia akan menjadi negara tujuan yang menarik bagi investor alat kesehatan. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan signifikan dalam jumlah produsen peralatan kesehatan yang beroperasi di Indonesia,” ungkapnya.
Menperin menyebutkan, pertumbuhan industri alat kesehatan di Indonesia semakin berkembang pesat. Pada tahun 2021, pasarnya bernilai USD3,5 miliar, dan diperkirakan tumbuh menjadi USD6,5 miliar pada tahun 2026.
“Guna mendukung kebijakan substitusi impor, kami terus membuka peluang yang menjanjikan untuk para perusahaan berinvestasi di sektor bahan baku untuk industri farmasi dan alat kesehatan. Upaya ini akan menguatkan struktur manufaktur di dalam negeri sehingga bisa berdaya saing global,” paparnya.
Untuk mencapai sasaran tersebut, salah satu langkah kuncinya adalah pemberian insentif untuk memacu investasi dalam penelitian dan pengembangan di sektor industri farmasi dan alat kesehatan.
“Insentif ini bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi pada sektor-sektor ini dan mendorong pengembangan produk-produk baru dan inovatif yang dapat meningkatkan hasil layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia,” tutur Agus.
Selain insentif penelitian dan pengembangan, pemerintah juga terus memprioritaskan pengembangan kapasitas produksi lokal untuk obat esensial dan alat kesehatan.
“Hal ini mencakup upaya untuk menarik lebih banyak investasi ke sektor ini, serta insentif bagi produsen lokal untuk meningkatkan fasilitas dan meningkatkan kemampuan produksi mereka,” imbuhnya.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian terus mengakselerasi kemajuan teknologi dan penerapannya dalam bisnis farmasi guna meningkatkan ketahanan sistem kesehatan nasional. Membangun sektor bahan aktif farmasi diyakini dapat memperkuat struktur industri farmasi.
Kemenperin terus mengakselerasi kemajuan teknologi dan pemanfaatannya dalam bisnis farmasi dan alat kesehatan guna meningkatkan ketahanan sistem kesehatan nasional, salah satunya melalui upaya membangun sektor bahan aktif farmasi atau API (Active Pharmaceuticals Ingredients).
“Pengembangan API menjadi kunci agar kita tidak lagi tergantung impor bahan aktif farmasi negara-negara lain karena memiliki kemampuan memproduksi obat-obatan dari bahan bakunya. Kita juga mempunyai kekuatan yang disebut dengan OMAI (Obat Modern Asli Indonesia) yang sangat menjanjikan dan harus terus-menerus dieksplor,” kata Menperin.
Pandemi Covid-19 juga telah menunjukkan pentingnya penguasaan teknologi produk farmasi berbasis biologi, serta menentukan ketergantungan rantai pasokan lintas batas negara.
“Diharapkan melalui forum bisnis ini, Indonesia mampu memperoleh terobosan teknologi untuk sistem kesehatan yang tangguh dan mandiri dalam menghadapi situasi apa pun di masa depan dengan mampu memproduksi vaksin dan produk farmasi berbasis biologi lainnya, serta seperti memanfaatkan keanekaragaman hayati Indonesia melalui produk herbal,” tandasnya.
Menperin mengemukakan, Jepang merupakan negara terdepan yang aktif berinvestasi di sektor industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional. Hingga saat ini, lebih dari sepuluh perusahaan farmasi Jepang terus beroperasi dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan kesehatan nasional. Selain itu, sebagian besar dari mereka telah beroperasi lebih dari 50 tahun sejak didirikan di Indonesia.
Menperin berharap, kerja sama investasi dan bentuk kemitraan lainnya antara Indonesia dan Jepang terus meningkat, sehingga inovasi teknis dan kemajuan di bidang farmasi dapat bermanfaat bagi banyak sektor masyarakat yang membutuhkannya.
“Selain vaksin, immunoserum, dan antigen, Indonesia juga harus mampu swasembada produk biologi atau biosimilar yang saat ini sedang berkembang pesat, khususnya bioteknologi hasil fermentasi, rekayasa genetika, atau kloning, seperti antibodi monoklonal dan protein rekombinan,” terangnya.
Oleh karena itu, insentif kebijakan fiskal diperlukan untuk mendorong investasi. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan skema Tax Holiday dan Mini Tax Holiday, yaitu fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha utama, yang disediakan untuk penanaman modal baru dan ekspansi. Selain itu, ditawarkan Tax Allowance, yaitu fasilitas pengurangan penghasilan kena pajak yang dihitung berdasarkan besarnya investasi yang dilakukan pada domain dan wilayah usaha tertentu.
“Dan yang lebih penting lagi, salah satu insentif yang paling menguntungkan bagi industri adalah Super Deduction Tax, yang merupakan pengurangan pendapatan kotor hingga 300% yang ditawarkan kepada perusahaan yang terlibat dalam program pendidikan kejuruan atau vokasi, termasuk upaya penelitian dan pengembangan untuk mendorong inovasi,” jelas Menperin.
Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan dan insentif yang menciptakan lingkungan usaha yang kondusif dan menarik bagi investasi, termasuk di sektor industri farmasi dan alat kesehatan. Langkah strategis ini menjadi penting, tidak hanya untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi juga untuk meningkatkan akses layanan kesehatan dan menjamin kesejahteraan masyarakat Indonesia.