Konflik Ukraina dan Rusia yang Tidak Kunjung Berakhir Menjadi Alarm bagi Seluruh Dunia

Anggota militer Ukraina menembakkan sebuah howitzer di dekat Avdiivka, Ukraina
Sumber :
  • Viacheslav Ratynskyi/Reuters

VIVA – Perang dan perdamaian adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya seperti dua sisi mata uang, berdiri di atas hal yang sama, namun selalu berlawanan satu sama lain. Di tengah gencarnya upaya diplomasi untuk mengedepankan perdamaian, konflik berintensitas tinggi masih sering terjadi di berbagai wilayah di dunia.

Amerika Khianati Milisi Kurdi, Jenderal Kobani Bongkar Semuanya

Perbedaan ideologi politik dan kepentingan nasional membuat negara-negara di dunia kerap dihadapkan pada konflik. Saat ini, konflik horizontal dengan intensitas yang sama tingginya terjadi secara bersamaan.

Di antara berbagai perang konvensional yang sedang berlangsung, konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina merupakan salah satu yang paling banyak menyita perhatian dunia. Selama hampir dua tahun, Ukraina dan Rusia telah berjuang untuk melumpuhkan kekuatan militer masing-masing.

Pemberontak Suriah Bakar dan Hancurkan Makam Ayah Bashar al-Assad

Kontak senjata terbuka dengan pengerahan 'kekuatan militer' di era modern yang melibatkan dua negara yang dulunya sama-sama bekas Uni Soviet ini pun menunjukkan kepada dunia bahwa perang konvensional masih menjadi pilihan sebagai manajemen penyelesaian konflik.

Tak kunjung menemukan titik terang, tepatnya pada 24 Februari 2022 pukul 05.00 pagi waktu Ukraina, Rusia memulai serangannya. Sejak saat itu serangan rudal dan udara menggempur Ukraina, termasuk Ibu Kota Kyiv. Serangan tersebut diikuti dengan invasi darat besar-besaran dari berbagai arah. Sejauh ini, Rusia telah menguasai sekitar 18 persen atau 103.599 km2 wilayah Ukraina, termasuk Krimea yang dianeksasi Rusia pada 2014.

Operasi Panah Bashan, Pasukan Israel Hancurkan 80 Persen Kekuatan Militer Suriah

Penggunaan Senjata dalam Perang Konvensional

Ket. Photo: Medan perang saat ini menghabiskan amunisi dan peralatan dengan kecepatan yang luar biasa (Foto Atlantic Council)

Seperti halnya perang konvensional lainnya, kedua negara yang terlibat harus mengerahkan kekuatan militernya yang akan bertempur secara fisik. Untuk menghancurkan pasukan musuh dan melindungi pasukan mereka sendiri, kedua negara sangat membutuhkan pasokan senjata yang dapat diandalkan.

Demikian pula dengan perang yang semakin memanas antara Rusia dan Ukraina, tentu saja didukung oleh persenjataan yang mumpuni dan canggih. Rusia menggencarkan operasi militer Ukraina, ke salah satu negara tetangganya di Barat Daya dengan melakukan serangan rudal dan udara, termasuk ke Ibu Kota Kyiv. Gempuran tersebut diikuti dengan invasi darat berskala besar dari berbagai arah.

Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) Arms Transfer Database, Rusia adalah produsen senjata terbesar kedua di dunia. Jadi, dalam konfliknya dengan Ukraina, Rusia sangat bergantung pada persenjataan dalam negeri.

Selain itu, Angkatan Bersenjata Rusia juga menggunakan artileri, seperti peluncur roket dan howitzer yang menjadi andalan dalam pertempuran. Ada juga senapan yang tidak hanya diproduksi di dalam negeri, tetapi juga dari negara lain seperti Jerman. Sedangkan untuk bahan peledak, Rusia menggunakan granat yang diproduksi pada era Soviet.

Mereka juga mengandalkan teknologi dalam negeri, seperti rudal jelajah 9M727. Semua serangan dilakukan dari darat, laut, dan udara. Di darat, Rusia menggunakan tank-tank, sementara di laut, mereka mengerahkan kapal fregat Admiral Grigorovich dan kapal penjelajah Kara-class Project 1134B Berkut B, serta Slava-class Project 1164 Atlant.

Tak hanya itu, Rusia juga mengandalkan pesawat tak berawak sebagai komponen penting dalam melakukan serangan udara. Drone "kamikaze" Shahed-136 buatan Iran telah sering digunakan selama perang. Drone ini juga digunakan oleh Rusia ketika menghancurkan infrastruktur energi Ukraina tahun lalu.

Di sisi lain, Ukraina menyiapkan amunisi yang tidak kalah canggih. Mereka menggunakan berbagai macam senjata untuk pasukan tempurnya, baik peralatan militer produksi dalam negeri maupun pasokan dari negara-negara NATO. Ukraina menggunakan tank Leopard dari Jerman. Selain itu, kendaraan tempur lapis baja Stryker dan Bradley dari Amerika Serikat juga menjadi senjata andalan Ukraina. Sedangkan untuk peralatan tempur udara, mereka mempercayakan rudal Startreak untuk menghancurkan lawan, serta drone Bayraktar TB2 dari Turki.

Artileri telah menjadi kemampuan krusial bagi Ukraina selama konflik. Telah mendominasi perang, intensitas tembakan artileri di Ukraina jauh berbeda dengan Perang Dunia I, di mana lebih dari satu miliar peluru dihabiskan. Ukraina juga bergantung pada Barat untuk mendapatkan pasokan peluru, peluru atau amunisi yang diluncurkan dari sistem artileri ini. Peluru berukuran 155 milimeter itu diisi dengan bahan peledak, sehingga ketika mendarat, peluru itu meledak, dengan efek ledakan yang signifikan.

Politisi dan aktivis publik Ukraina, Oleksandra Ustinova, mengatakan kepada CNN bahwa Ukraina menembakkan sekitar 6.000 peluru setiap harinya ke arah Rusia. Ukraina menargetkan 10.000 peluru per hari, namun karena keterbatasan, target tersebut belum terlaksana. Sebuah laporan menyebutkan, bahwa Ukraina harus memotong atau membatasi penggunaan artileri karena kekurangan amunisi.

Faktanya, artileri bukanlah satu-satunya senjata yang menghadapi kendala pasokan seiring dengan berlanjutnya perang Ukraina. Meski begitu, ketersediaan dan akses yang berkelanjutan terhadap peluru kemungkinan besar akan menjadi penentu dalam perang ini. Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Hanna Malyara, Rusia akan menembakkan lebih dari 60.000 peluru per hari ke wilayah Ukraina, 10 kali lebih banyak dari Ukraina. Tak heran, penggunaan artileri telah menjadi fokus dari banyak analisis selama konflik di Ukraina. 

Sebagai negara berdaulat, Ukraina bertekad untuk terus memberikan perlawanan kepada Rusia.

"Penting untuk tidak melupakan betapa banyak orang yang melakukan upaya untuk melindungi negara dan rakyat Ukraina, untuk melestarikan Ukraina, stabilitas negara kita, masyarakat kita, dan diri kita sendiri," tulis Presiden Zelenskyy di Twitter.

Dia juga berterima kasih kepada semua pihak yang peduli dengan Ukraina dan rakyat Ukraina. Presiden Zelenskyy dan rakyat Ukraina tampaknya masih akan menghadapi masa-masa yang lebih sulit dengan perang yang telah berlangsung selama lebih dari satu tahun. Baru-baru ini, Rusia sedang mempersiapkan 'hadiah' musim dingin untuk Ukraina, dengan menyiapkan persenjataan yang cukup besar untuk menginvasi Ukraina lagi. Rusia telah memproduksi 115 rudal presisi tinggi, termasuk 30 rudal balistik Iskander-M dan empat rudal balistik Kinzhal yang diluncurkan dari udara.

Tidak hanya menambah peralatan militernya, seperti dikutip dari Independent dan Al Arabiya berdasarkan Institute of Study of War (ISW) yang berbasis di Washington, bahwa Rusia telah merekrut unit-unit penyerang baru yang nantinya akan melengkapi formasi angkatan bersenjata dan korps militer yang sudah terbentuk.

Sebuah Peringatan untuk Seluruh Dunia

Konflik yang tak kunjung usai antara Rusia dan Ukraina tentu menjadi pelajaran penting, sekaligus peringatan bagi negara-negara lain di seluruh dunia akan pentingnya pertahanan dan keamanan. Seperti yang dikatakan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono, "Perang yang terjadi di antara keduanya harus menjadi pelajaran bagi semua pihak, termasuk Indonesia dan khususnya TNI untuk menentukan langkah."

Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan bahwa situasi perang Rusia-Ukraina menunjukkan bahwa pertahanan dan keamanan negara harus dimaknai sebagai konsep yang holistik dan multidimensi.

"Berkaca dari situasi ini, Indonesia sebagai negara berdaulat perlu memiliki kemampuan militer yang kuat dan profesional," katanya.

Saat ini, kekuatan militer Indonesia berada di peringkat ke-13 dari 145 negara di dunia berdasarkan data Global Fire Power 2023. Peringkat teratas di Asia Tenggara. Peringkat ini mengacu pada elemen-elemen kekuatan militer, antara lain keuangan, geografi, dan kemampuan logistik, di mana alutsista merupakan salah satu pendukung kekuatan militer.

Namun sayangnya, kemampuan alutsista Indonesia dinilai masih belum siap, bahkan cenderung memprihatinkan. Salah satu faktornya adalah usia alutsista yang mayoritas sudah di atas 25 tahun. Situasi ini membuat kesiapan tempur Indonesia menjadi rendah. Oleh karena itu, alutsista Indonesia, baik darat, udara, maupun laut, membutuhkan modernisasi sebagai bentuk kesiapan menghadapi ancaman perang modern.

Upaya Indonesia Memperkuat Sistem Pertahanan Keamanan Nasional

Untuk memperkuat keamanan negara di tengah ancaman global yang dinamis dan kompleks, pemerintah Indonesia telah menyiapkan beberapa strategi. Hal ini dilakukan antara lain dengan meningkatkan kerja sama internasional melalui pertukaran informasi intelijen, penegakan hukum, maupun kerja sama militer melalui persenjataan. Melalui kerja sama ini, pemerintah dapat memperoleh informasi yang lebih baik mengenai ancaman keamanan yang mungkin datang dari luar negeri.

Persenjataan yang canggih merupakan salah satu aspek dalam memperkuat keamanan negara. Keamanan yang efektif juga melibatkan strategi diplomatik, perjanjian keamanan internasional, dan upaya kerja sama dengan negara lain.

Keberadaan persenjataan canggih memungkinkan negara memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk melindungi wilayahnya dari ancaman militer. Senjata canggih seperti pesawat tempur, kapal perang, tank atau rudal memiliki keunggulan dalam mobilitas, daya tembak atau kecepatan yang dapat memberikan keuntungan taktis dalam pertempuran.

Menindaklanjuti hal tersebut, beberapa waktu lalu, Direktur Utama PT Pindad Abraham Mose dan Nexter, Company of KNDS Sales Director Asia Pacific, Amaury de Poncins yang mewakili CEO Nexter Munitions dan CEO Mecar, menandatangani Nota Kesepahaman di bidang pertahanan, khususnya terkait Munisi Kaliber Sedang (MKS) dan Munisi Kaliber Besar (MKB).

Penandatanganan MoU antara PT Pindad, Nexter Munitions, dan Mecar (anak perusahaan Nexter) disaksikan langsung oleh Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto dan Menteri Angkatan Bersenjata Republik Perancis, H.E. Florence Parly.

Ket. Photo: PT Pindad menandatangani MoU terkait amunisi dengan Nexter, 10 Februari 2022 (Foto PT Pindad Persero)

Nexter KNDS adalah perusahaan pertahanan Prancis yang mengkhususkan diri dalam merancang, mengembangkan, dan memproduksi sistem persenjataan, peralatan militer, dan kendaraan militer. Sejak tahun 2015, Nexter dan Krauss Maffei Wegmann (KMW) dari Jerman bergabung untuk membentuk KNDS, dengan ambisi untuk menjadi pemimpin Eropa dalam bidang pertahanan darat.

Nexter memiliki pengalaman yang cukup besar dalam merancang dan memproduksi berbagai jenis kendaraan militer seperti Armored Personnel Carrier (APC) yaitu GRIFFON dan TITUS, Armored Combat Vehicle JAGUAR atau Kendaraan Tempur Infanteri VBCI.

Nexter juga memproduksi Main Battle Tank (MBT) yaitu Leclerc, Sistem Artileri yaitu CAESAR 155 mm wheeled self-propelled howitzer dan 105 LG towed howitzer.

Selain itu, Nexter juga memiliki portofolio amunisi yang lengkap yang diperuntukkan bagi senjata kaliber menengah dan besar mulai dari 20 mm hingga 155 mm, seperti amunisi tank 120 mm, amunisi artileri 155 mm, selain itu juga amunisi angkatan laut dan udara kaliber menengah.

Selain itu, Nexter juga memproduksi berbagai senjata dan turret kaliber menengah untuk darat, laut, dan udara seperti 20mm (M621), 25mm (M811), 30mm (M791), dan 40mm (40CTA).

Dengan produk yang berkualitas ditambah dengan pengalaman yang berkesinambungan di bidang persenjataan dan peralatan militer, kerja sama antara Nexter dan Indonesia yang diwakili oleh PT Pindad ini tentunya sejalan dengan program pemerintah Indonesia dalam meningkatkan pertahanan dan keamanan negara.

Salah satunya dilakukan dengan memperbaharui alat utama sistem persenjataan (alutsista) guna memenuhi kebutuhan pertahanan dan keamanan negara. Mengingat dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyatakan pentingnya pertahanan negara dan keselamatan rakyat Indonesia di wilayah NKRI.

"Kami terus bekerja keras. Kita akan terus memperkuat pertahanan kita agar kita dapat menyelamatkan masa depan bangsa kita, menjaga Pancasila, dan menjamin keamanan negara. Negara kita sangat kaya dan kita juga telah membangun banyak infrastruktur. Itu harus dijaga," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Nexter Asia Tenggara Thomas Gerard menyatakan bahwa pihaknya siap menjadi mitra strategis bagi Indonesia dalam hal pengadaan alutsista.

"Nexter sangat senang dapat memperkuat kemitraan industri strategis jangka panjang dengan TNI dan Industri Pertahanan Indonesia melalui transfer teknologi dan juga transfer manufaktur di Indonesia di beberapa domain pertahanan darat seperti amunisi kaliber besar dan sistem artileri untuk memastikan tingkat lokalisasi yang tinggi," ujarnya usai bertemu dengan Gubernur Lemhannas RI, Andi Widjajanto di Jakarta, Oktober 2023.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya