Logo DW

Korban Teori Konspirasi COVID-19 Bukan Hanya Kecerdasan Penganutnya

picture-alliance/dpa
picture-alliance/dpa
Sumber :
  • dw

Ada sesuatu yang menyebar sama cepatnya dengan virus di masa pandemi ini. Ia adalah teori konspirasi. Dua puluh enam persen warga Kanada, dalam survei yang digelar baru-baru ini, percaya bahwa COVID-19 merupakan senjata biologis. Sebelas persen percaya bahwa penyebarannya didorong oleh teknologi 5G.

Kita belum punya data berapa banyak warga Indonesia yang percaya dengan teori konspirasi COVID-19. Namun, saya berani bertaruh, jumlahnya tak akan sedikit.

Kepercayaan terhadap konspirasi merupakan kecenderungan yang manusiawi. Setiap zaman memiliki teori konspirasinya. Setiap masyarakat dan kelompok memiliki juru bicaranya. Hanya saja, hari-hari ini kepercayaan semacam tak lagi sekadar menjengkelkan. Sebelumnya, kita bisa mengesampingkan mereka yang sedikit-sedikit mengira ada kongkalikong elite global di balik kesuraman hidup mereka. Kini koar-koar mereka dapat menghilangkan kewaspadaan orang-orang terhadap COVID-19.

Para penganut teori konspirasi ini bukan lagi sekadar bapak-bapak nyentrik yang mencurigai tamu di rumah tetangga Anda ialah agen rahasia dalam penyamaran. Mereka, sekarang, ialah penyebar pengetahuan yang mengancam kesehatan publik.

Anatomi Teori Konspirasi

Ada sanggahan yang cukup rumit untuk menimpali teori-teori konspirasi COVID-19, termasuk bagaimana pengetahuan rekayasa virus yang ada tak menduga model virus COVID-19 dapat melekat dengan ampuh ke sel manusia. Namun, membuktikan kekonyolan teori ini tak membutuhkan banyak perkakas di luar logika yang ketat. Kalau COVID-19 memang merupakan senjata biologis, mengapa merekayasa senjata yang akan melumpuhkan perekonomian seisi dunia?

Teori konspirasi COVID-19 selalu berawal dan berakhir dengan ada pihak yang diuntungkan di balik wabah. Hanya saja, sangat sulit, kalau tak mau bilang mustahil, untuk memperkirakan keuntungan yang bakal didapat dari pandemi yang menciptakan ketidakpastian global. Negara-negara kehilangan pendapatannya. Pemerintahan terancam terguling. Bisnis-bisnis kembang-kempis dan menagih stimulus dari negara agar dapat bertahan hidup.