Logo DW

Menuntut Ilmu di Jerman di Tengah Pandemi COVID-19

picture-alliance/dpa/R. Michael
picture-alliance/dpa/R. Michael
Sumber :
  • dw

Jerman yang berjarak sekitar dua jam melalui perjalanan udara dari Italia, pada bulan Maret sedang mengalami lonjakan angka positif virus SARS-CoV-2 atau yang lebih dikenal sebagai penyebab penyakit saluran pernapasan COVID-19. Dilansir dari halaman web Robert Koch Institut (www.rki.de), hingga artikel ini ditulis telah terdata lebih dari 52,000 pasien positif COVID-19 dan 389 orang meninggal.

Mendapat kesempatan untuk kuliah di negara yang populer sebagai tujuan studi ini adalah suatu kebanggaan dan tantangan bagi para pelajar Indonesia. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jerman awal Oktober tahun lalu, saya pun tidak menduga bahwa pandemi virus ini akan melanda Jerman dan hampir seluruh bagian dunia.

Sejak 13 Maret 2020, universitas-universitas di Jerman telah mengumumkan penundaan perkuliahan yang melibatkan tatap-muka hingga setidaknya 4 Mei, karena terus meningkatnya angka pasien positif penyakit ini. Pemerintah kota Dresden juga menetapkan "Ausgangsbeschränkungen” atau larangan keluar rumah, kecuali untuk aktivitas khusus seperti bekerja, berbelanja kebutuhan hidup, mengasuh atau mengunjungi anggota keluarga yang memerlukan bantuan, dan alasan khusus lainnya. Di daerah tempat saya tinggal, yaitu Sachsen, aturan ini mulai berlaku pada 21 Maret hingga setidaknya 14 hari berikutnya.

Lantas, apa dampaknya bagi mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Jerman?

Satu minggu setelah larangan keluar rumah ini ditetapkan, angka positif pasien COVID-19 masih terus bertambah. Di kota Dresden tempat saya tinggal, universitas mulai mempertimbangkan kemungkinan memakai libur musim panas sebagai waktu aktif perkuliahan atau bahkan memperpanjang periode studi akibat penundaan yang harus mereka lakukan.

Hal ini menimbulkan perdebatan di kalangan pelajar, terutama mereka yang bergantung pada beasiswa untuk biaya hidup dan penunjang studinya. Untuk mahasiswa Indonesia sendiri, tidak sedikit yang menanti-nanti liburan musim panas untuk pulang ke tanah air dan bertemu keluarga serta teman-teman tercinta. Akibat penundaan perkuliahan, saya sendiri khawatir libur musim panas akan diisi dengan kuliah, artinya rencana pulang ke tanah air pun menjadi tidak pasti.

Larangan keluar rumah juga memberikan dampak yang signifikan kepada mahasiswa. Beberapa teman-teman saya mulai mengalami depresi karena minim interaksi sosial, rindu dengan keluarganya, dan ketakutan akibat pandemi yang sedang merebak hampir di seluruh dunia ini. Ditambah lagi proses perpanjangan visa dan keperluan administratif lainnya yang tertunda akibat tutupnya kantor pemerintah.